Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        LRT Bakal Beroperasi Juli Ini

        LRT Bakal Beroperasi Juli Ini Kredit Foto: Pemprov Sumsel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Perhubungan memastikan kereta ringan (light rail transit/LRT) di Provinsi Sumatera Selatan akan beroperasi pada Juli 2018 untuk mendukung perhelatan olahraga akbar Asian Games 2018.

        Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, mengatakan Kemenhub memastikan tingkat keamanan dan keselamatan dalam pengoperasiannya nanti.

        "Terkait hal tersebut, kami telah melakukan serangkaian pengujian sarana dan prasarana LRT pada bulan Mei 2018 dan uji coba dinamis telah dilakukan pada Kamis (21/6) kemarin dari stasiun Jakabaring menuju stasiun Palembang Icon," katanya.

        Pembangunan LRT Sumatera Selatan merupakan amanat Perpres Nomor 116 Tahun 2015 dan Perpres 55 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan, yang menugaskan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, sebagai pelaksana pembangunan prasarana kereta api ringan/LRT di Sumatera Selatan serta PT KAI (Persero) sebagai operator LRT Sumatera Selatan.

        Pekerjaan LRT Sumsel sepanjang kurang lebih 23 kilometer dilengkapi dengan 13 stasiun, satu depo, dan sembilan gardu listrik dengan menggunakan lebar jalur rel 1.067 mm dan "third rail electricity" 750 VDC telah dimulai sejak Oktober 2015 dengan pembiayaan APBN.

        LRT Sumsel ini akan menghubungkan Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin menuju kawasan olahraga (sport city) Jakabaring.

        Selain digunakan sebagai sarana transportasi yang dapat mengurangi beban jalan raya dan penggunaan kendaraan pribadi, juga untuk mendukung perhelatan Asian Games 2018.

        Jenis pekerjaan LRT Sumsel ini sangat bervariasi mulai dari pekerjaan konstruksi, stasiun, sarana, depo yang luas, penanganan tanah yang disebabkan oleh karakteristik yang berbeda serta pekerjaan yang memerlukan penguasaan teknologi tinggi baik untuk jenis sarana, infrastruktur dan sistem fasilitas operasinya, di mana secara keseluruhan berupa konstruksi layang (elevated track) dengan dilengkapi rel ketiga (third rail) untuk ketersediaan listrik (power supply) serta menggunakan teknologi "slab track" (tanpa ballast) pada jalur rel serta menggunakan sistem persinyalan "fixed block".

        Berbeda dengan LRT Jabodebek yang menggunakan "U-shaped girder", LRT Jakarta menggunakan "box girder", sedangkan LRT Sumsel menggunakan I Girder.

        Lebar "spoor" LRT Sumsel adalah 1.067 mm sedangkan LRT Jabodebek dan LRT Jakarta lebar "spoor"-nya adalah 1.435 mm.

        "Perbedaan karakteristik jenis konstruksi tersebut di atas mengakibatkan adanya variasi biaya konstruksi masing-masing LRT," kata Zulfikri.

        Namun, menurut dia, biaya konstruksi ini diyakini telah sesuai dengan harga pasar, sehingga, nilai investasi secara keseluruhan dalam pembangunan LRT Sumsel ini merupakan total biaya sarana dan prasarana LRT yang tidak dapat terpisahkan.

        "Sehingga, nilai investasi apabila dibagi panjang jalur kereta api tersebut dinilai masih cukup realistis dan telah dilakukan perbandingan dengan negara-negara di kawasan ASEAN," ujarnya.

        Sebagai contoh, di Malaysia biaya untuk pembangunan LRT Kelana Jaya Line sebesar Rp817 miliar per kilometer sedangkan untuk biaya pembangunan LRT di Manila Rp907 miliar per kilometer.

        Anggaran pemerintah yang digunakan dalam pembangunan LRT Sumsel ini telah diproses secara akuntabel dengan telah dilakukan kajian secara berlapis mulai dari konsultan independen yang berkualifikasi internasional, audit internal, maupun audit eksternal oleh instansi terkait agar sesuai dengan prinsip tata laksana perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).

        Sebelumnya, usulan pembiayaan untuk proyek LRT ini oleh kontraktor awalnya diajukan sebesar Rp12 triliun, namun setelah melalui beberapa tahapan kajian, biaya tersebut dapat ditekan menjadi Rp10,9 triliun.

        Dalam pelaksanaan pembangunannya, Waskita Karya dibantu oleh konsultan pengawas (supervisi) yang berkualifikasi Internasional yakni SMEC Internasional asal Australia yang telah mempunyai pengalaman cukup luas di kawasan Asia, Australia, Afrika, Eropa, serta Amerika.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: