Tripatra yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh Indika Energy, memiliki sejarah panjang di bidang rekayasa teknik, pengadaan, dan konstruksi (EPC) sejak berdiri tahun 1973 silam. Tripatra juga menyediakan layanan operasi dan pemeliharaan (O&M) serta melalui perusahaan asosiasinya yaitu PT Sea Bridge Shipping Indonesia (SBS) dan PT Cotrans Asia Indonesia (Cotrans), menawarkan pengiriman batu bara dan jasa transshipment.
Selama empat puluh empat tahun terakhir, Tripatra telah membangun rekam jejak dengan klien utamanya di sektor minyak dan gas. Sebelum diakuisisi oleh Indika Group pada 2007 lalu, Triparta sudah melayani engineering & construction services Chevron, arun booster comp Mobil Oil, distribusi dan transimi gas proyek SSWJ fase I PGN, dan North Sumatra offshore ExxonMobil.?
Setelah merger dengan Indika Group, melayani onshore LPG recovery facility HESS Indonesia, gas production facility Jambi Merang Development JOB Pertamina HESS Indonesia, South Sumatra NGL Perta Samtan Gas, Cirebon electric power PLN, Banyu Urip oil processing facility ExxonMobil Cepu Ltd, Senoro gas development facility JOB Pertamina Medo E&P Tomori, FLNG feed Inpex Masela, floating production unit untuk Eni Muara Bakau B.V, dalam kurun waktu 2007?2014. Lalu pada tahun 2016, Tripatra menandatangani kesepakatan kerja sama dengan BP Berau Ltd, operator Proyek LNG Tangguh, untuk menangani ekspansi proyek EPC Tangguh (LNG Tangguh Paket 3) yang berlokasi di Papua Barat.
Di tahun 2017 sendiri, pendapatan Tripatra meningkat 26,5% dari US$217,5 juta menjadi US$274,8 juta dan laba bersih naik 13,1% menjadi US$25,8 juta dibandingkan tahun 2016. Per 31 Desember 2017, backlog kontrak Tripatra tercatat sekitar US$601,2 juta, dibandingkan dengan US$811,0 juta per 31 Desember 2016. Nilai tersebut bersumber dari (1) BP Tangguh sebesar US$165,1 juta pada tahun 2017 dibandingkan US$12,8 juta pada tahun 2016; (2) CSTS Joint Operations sebesar US$24,0 juta pada tahun 2017 dibandingkan US$7,0 juta pada tahun 2016; dan (3) Eni Muara Bakau sebesar US$69,4 juta pada tahun 2017 dibandingkan US$101,2 juta pada tahun 2016.
Entitas Tripatra yang lain, PT Cotrans Asia (Cotrans), penyedia jasa pengangkutan batu bara dan transshipment, juga mencatat laba bersih sebesar Rp145,8 miliar pada tahun 2017 dibandingkan dengan Rp153,2 miliar pada tahun 2016. Lalu, PT Sea Bridge Shipping Indonesia?(SBS), penyedia jasa pengiriman batu bara termasuk menyediakan tug boat, barge, gearless floating crane, serta jasa transshipment, mencatat laba bersih sebesar US$7,6 juta dibandingkan dengan US$8,8 juta pada tahun 2016.
Sebagian besar proyek jasa energi Tripatra merupakan kontrak dengan harga tetap yang dapat membuat bisnis jasa energi terpapar pada risiko yang berkaitan dengan biaya overruns, penalti, inflasi biaya operasional, biaya-biaya terkait fluktuasi harga komoditas dan nilai tukar valuta asing, perubahan harga fundamental, perkiraan biaya yang dibuat antara waktu penyerahan penawaran dan waktu penawaran diterima oleh pelanggan, termasuk ketersediaan tenaga kerja dan produktivitas, serta harga dan kinerja pemasok dan kontraktor pihak ketiga yang menguntungkan.
Saat ini, industri hidrokarbon di Indonesia meunjukkan penurunan produksi minyak dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun begitu, Indonesia secara substansial masih memiliki cekungan yang belum dieksplorasi, diperkirakan ada sekitar 40 miliar barel minyak mentah menurut regulator. Untuk itu pemerintah berharap bisa meningkatkan kegiatan eksplorasi. Ini menjadi peluang tersendiri bagi Tripatra sebagai penyedia jasa energi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: