Rencana kerja pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2019 terus mendapat kritikan. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai RABN 2019 terlalu banyak menjalankan kebijakan populis.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, menilai kenaikan APBN 2019 hampir 10% itu sangat populis karena bersamaan dengan tahun politik. Salah satu yang dikritik ialah anggaran perlindungan sosial tahun 2019 sebesar Rp381 triliun. Dari anggaran tersebut akan didistribusikan kepada Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp34,4 triliun, Bantuan Pangan nonTunai (BPNT) Rp20,8 triliun dan subsidi bunga Rp16,7 triliun.
?Mendekati pemilu bantuan sosial (bansos) pasti meningkat. Secara teori bansos tidak selalu salah. Bansos dapat langsung mampu meningkatkan konsumi rumah tangga. Sehingga meningkatkan daya beli,? kata Enny dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Selain anggaran bansos, pemerintah juga merencanakan alokasi transfer ke daerah dan dana desa dalam RAPBN tahun 2019 sebesar Rp832,3 triliun.Jumlah tersebut meningkat 9% dari perkiraan realisasi tahun 2018 atau meningkat 45,1% dari realisasi tahun 2014 sebesar Rp573,7 triliun.
Sebelumnya juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Adang Sudrajat menilai target pertumbuhan ekonomi tahun depan yang hanya 5,3% sangat rendah.
?Pemerintah tidak optimis merealisasikan janji-janji yang pernah disampaikan ,? jelas Adang.
Janji yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Sebab sejauh ini realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dilevel 5%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh