Banyak kasus kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia ternyata melibatkan Warga Negara Asing (WNA). Pernyataan ini dikemukakan Dirtipidnarkoba Bareskrim Eko Daniyanto dalam forum promoter bertema Menanggulangi Bahaya Narkoba untuk Menyelamatkan Generasi Muda Indonesia di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/2018).
Eko menyebutkan bahwa pada 2016 ada sebanyak 133 orang WNA yang terlibat kasus narkoba.?Kemudian 2017 sebanyak 136 orang, dan untuk 2018 sementara berjumlah 60 orang.
"WNA yang terlibat, hampir merata dari berbagai negara di berbagai benua, namun yang terbanyak berasal dari negaranegara di kawasan Asia," kata dia dalam keterangan resminya kepada redaksi Warta Ekonomi.
Menurutnya, perlu upaya bersama berbagai pihak, termasuk keluarga agar kejahatan narkoba di Tanah Air bisa ditekan. Strategi penanggulangan kejahatan narkoba yang dilakukan Polri meliputi tiga tahapan, yaitu represif, preventif dan pre-emtif.
Data dari Polri menyebutkan, pengungkapan kasus narkoba sejak 2016, trennya mengalami peningkatan. Pada 2016, kasus narkoba yang diungkap sebanyak 47.767 dan 2017 meningkat menjadi 50.474 kasus. Di 2018, sementara sebanyak 22.595 kasus.?
"Namun begitu, potensinya akan terus bertambah, lantaran jumlah tersangka yang masih berjalan kasusnya tahun 2018 sendiri tercatat sebanyak 28.755 kasus," ulasnya.
Sementara Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM), Tetty Helfery Sihombing mengatakan, kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia menjadi sebuah fenomena gunung es. Kasus yang berhasil diungkap ke publik oleh otoritas sebenarnya masih sangat kecil dibandingkan jumlah yang belum terungkap.?
BPOM menyebut akibat penggunaan narkoba setidaknya 50 orang meninggal setiap harinya dan 4,2 juta pengguna dapat direhabilitasi. Sementara 1,2 juta pengguna lain tidak dapat direhabilitasi.?
"Akibat narkoba secara keekonomian kasus-kasus kejahatan internasional ini merugikan hingga Rp63,1 triliun," kata Tetty.
Tetty menjelaskan, mudahnya publik menemukan narkoba khususnya golongan I, seperti shabu, heroin, ganja atau ekstasi karena bisa diperoleh melalui pelayanan kefarmasian.
"Obat-obatan itu kerap digunakan untuk campuran pada minuman energy drink. Hal ini tentu sangat berbahaya dan perlu perhatian serius dari semua pihak," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: