Dana Moneter Internasional atau IMF (Intenational Monetary Fund) mendorong negara berkembang untuk menambah kuota dana cadangannya yang masih dibawah representasi.
Direktur Eksekutif IMF Juda Agung mengatakan, saat ini dunia dihadapi tiga tantangan yang menghantui hampir semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju.
"Memang ekonomi global masih kuat 3,7% tapi risikonya semakin meningkat. Ada normalisasi suku bunga the Fed, kemudian risiko perdagangan global, dan ketiga, risiko harga minyak yang semakin meningkat. Tiga risiko ini gabung jadi satu, tantangan bagi semua negara bukan hanya emerging markets, tapi juga negara maju," ujar Juda Agung saat Media Briefing Hasil Pertemuan Bilateral Meeting Bank Indonesia, di Nusa Dua, Bali, Sabtu (13/10/2018).
Menurutnya, pidato Presiden Joko Widodo yang menyebutkan "Winter is Coming" mengisyaratkan bahwa setiap negara harus bersiap-siap menghadapi tantangan. Biasanya pada musim dingin, orang harus menyiapkan sesuatu, ada imunisasi untuk flu, beli baju hangat, bersih-bersih rumah agar tidak bocor.
"Sama juga, negara-negara ini oleh IMF disarankan untuk mempersiapkan diri. Memperkuat buffer dari sisi devisa dan fiskal. Lalu melakukan reformasi agar resilient, supaya punya daya tahan terhadap risiko ke depan. Ketiga, perlu kerja sama. Dalam kondisi yang sulit kita saling berkompetisi yang tidak sehat, justru harus bekerja sama. Kerja samanya dari sisi perdagangan, semua negara mendorong multilateralrisme," jelasnya.
Adapun upaya yang dilakukan IMF, kata dia, yakni dengan memperkuat resources-nya (sumber pendanaan) untuk membantu negara-negara anggota yang terdampak dan terkena krisis. Bentuknya ialah dengan mendorong penambahan kuota dana cadangan dari anggota negara berkembang di IMF yang masih under representatif.
Saat ini, sejumlah negara berkembang seperti China, India, Brasil, termasuk Indonesia masih lebih rendah size kuota dari yang seharusnya. Oleh sebab itu, Juda mendorong supaya disesuaikan kepemilikan saham dan kuotanya dinaikkan.
Namun, diakui Juda penambahan kuota ini masih menemui kendala. Pasalnya kalau kuota negara berkembang dinaikkan, secara otomatis kuota negara maju harus diturunkan agar ditotal kepemilikan sahamnya tetap 100 persen.
"Disitu masih tarik-menarik. Di dalam Annual Meeting (AM) ini memang belum ada deal, tapi targetnya di Spring AM tahun depan, bulan April paling lambat di AM tahun depan. Waktunya sudah mendesak. Saya mewakili 13 negara Asia Tenggara yang masih under representative akan didorong supaya bersama-sama negara berkembang, agar kuota kita meningkat," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: