Pejabat Myanmar menyatakan bahwa negara itu siap menerima lebih dari 2.000 warga Muslim Rohingya yang berlindung di Bangladesh yang akan dilakukan pada Kamis (15/11/2018), kelompok pertama dari 5.000 orang yang akan dipindahkan berdasarkan kesepakatan antara kedua negara yang dilakukan bulan lalu.
Tetapi, lebih dari 20 orang dalam daftar calon pengungsi yang dikirim oleh Bangladesh mengatakan kepada Reuters bahwa mereka akan menolak untuk kembali ke negara bagian Rakhine utara dari tempat mereka melarikan diri.
Sedangkan pihak Bangladesh mengatakan tidak akan memaksa pengungsi Rohingya untuk kembali ke Myanmar.
PBB juga mengatakan kondisi belum aman untuk kembali, sebagian karena umat Buddha Myanmar telah memprotes pemulangan tersebut. Agen pengungsi PBB mengatakan pada Minggu (11/11/2018) bahwa pengungsi Rohingya harus diizinkan untuk pergi dan melihat kondisi di Myanmar sebelum mereka memutuskan untuk kembali.
"Itu tergantung pada negara lain, apakah ini (repatriasi) benar-benar akan terjadi atau tidak," ujar Win Myat Aye, Menteri Kesejahteraan Sosial dan Pemukiman Kembali Myanmar, mengatakan pada konferensi pers di ibu kota Yangon pada Minggu, merujuk ke Bangladesh.
Abul Kalam, Bangladesh Relief and Repatriation Commissioner, mengatakan dia berharap prosesnya bisa dimulai pada Kamis (15/11/2018).
?Pengembalian akan bersifat sukarela. Tidak ada yang akan dipaksa untuk kembali,? ujarnya kepada Reuters.
Myanmar dan Bangladesh sepakat pada pertengahan November untuk memulai memulangkan beberapa dari lebih dari 700.000 Muslim Rohingya yang melarikan diri dari penumpasan tentara di Myanmar tahun lalu.
Pengungsi Myanmar mengatakan tentara dan umat Buddha setempat membantai keluarga, membakar ratusan desa, dan melakukan aksi pemerkosaan.
Peneliti yang diberi mandat PBB menuduh tentara Myanmar melakukan aksi pembersihan etnis.
Myanmar menyangkal hampir semua tuduhan, dengan mengatakan pasukan keamanan memerangi teroris. Serangan oleh gerilyawan Rohingya yang menyebut diri mereka Arakan Rohingya Salvation Army mendahului aksi penindasan itu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: