Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Begini Cara Membentuk Budaya Perusahaan Ala HubSpot

        Begini Cara Membentuk Budaya Perusahaan Ala HubSpot Kredit Foto: Reuters/Charles Plateau
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perusahaan penyedia layanan software dengan spesialisasi di bidang manajemen pelanggan dan UKM, HubSpot yang menuju penawaran umum perdana (IPO) pada 2014, melihat data perusahaan kinerjanya menurun setelah melakukan IPO. Dengan pendapatan tahunan lebih dari US$500 juta (sekitar Rp7,2 triliun), HubSpot menemukan budaya dan kepribadian perusahaan kerap kali berubah setelah menjadi perusahaan publik.

        Memanfaatkan momentum IPO, HubSpot pun mulai melibatkan karyawan dalam berbagai hal yang sedang mereka bangun, dan berupaya memperkuat budaya perusahaan.

        Chief People Officer HubSpot, Katie Burke dan para pemimpin tim lain tidak membayangkan membangun budaya perusahaan hanya dengan menempel poster di dinding, mesin kopi canggih, dan sederet fasilitas lain, melainkan sebagai peluang untuk menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan.

        Seperti dikutip dari TechinAsia.com, Katie Burke mengemukakan pendapatnya tentang budaya perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif bagi startup.

        Apa itu budaya perusahaan?

        HubSpot mendefinisikan budaya perusahaan sebagai "seperangkat keyakinan, nilai, dan praktik bersama" yang bertindak sebagai "sistem operasi" perusahaan.

        Menurut Burke, budaya ini tidak hanya menarik para karyawan, tapi juga dapat memperkuat kemampuan mereka. Berikut adalah cara membentuk budaya perusahaan.

        1. Teknik merekrut flywheel

        Dengan desain budaya perusahaan yang kuat, akan menjadikan para karyawan sebagai duta perusahaan sukarela. Misalnya dengan memberikan ulasan positif di aplikasi pencari kerja Glassdoor dan menyebarkan informasi dari mulut ke mulut yang bisa menarik para kandidat.

        Membangun sistem perekrutan flywheel yang dapat menarik para kandidat menjadi aspek yang sangat penting. Istilah flywheel dalam dunia bisnis menjadi populer setelah Jim Collins dalam bukunya Good to Great, menjelaskan konsep efek flywheel.

        Tidak peduli seberapa dramatis hasil akhirnya, transformasi suatu perusahaan tidak berlangsung dalam sekejap mata. Dalam membangun suatu perusahaan, tidak ada satu pun aktivitas, program unggulan, inovasi, keberuntungan, maupun keajaiban. Melainkan suatu proses yang menyerupai roda besar terus berputar, membangun momentum hingga tercipta titik terobosan, dan begitu seterusnya.

        Kandidat tidak hanya mengandalkan para perekrut untuk mendapatkan informasi internal. Mereka sekarang dapat "bertanya pada internet" dengan cara mengumpulkan informasi dari berbagai platform, seperti Glassdoor dan LinkedIn.

        Semua perusahaan, termasuk perusahaanmu, mempunyai citra tertentu di mata para karyawan. Terlepas dari apakah kamu telah mengambil tindakan untuk mempengaruhi hal tersebut atau tidak. Demikian pula, setiap perusahaan memiliki sistem perekrutan flywheel yang didukung oleh budaya dan pekerjaan mereka.

        2. Berperilaku layaknya Sherpa

        Sherpa adalah penduduk suku Himalaya yang tinggal di perbatasan Nepal dan Tibet, terkenal dengan keahlian mereka mendaki gunung.

        Para kandidat diwawancarai untuk mengetahui apakah mereka sesuai dengan nilai HubSpot. Ketika seorang karyawan bergabung, mereka mendapat pengakuan lewat dukungan terhadap nilai perusahaan, yang tercermin dalam bonus dan ulasan tim.

        Ini berarti aktivitas-aktivitas kontra-produktif, seperti manajemen mikro, penimbunan informasi, kepuasan diri, dan pembuatan keputusan berbasis nonmetrik, tidak bertahan.

        Kondisi di mana orang-orang bekerja bersama dapat tercipta secara organik, terlepas dari apakah founder dan pemimpin perusahaan berusaha keras menciptakan budaya tersebut atau tidak. Meskipun demikian, budaya kerja sama juga dapat sengaja diciptakan.

        Misalnya, orang-orang cenderung menciptakan nilai personal dengan cara menyimpan berbagai informasi, hanya saya yang tahu bagaimana cara mengerjakan hal ini. Ia kemudian mengambil risiko minimal karena takut melakukan kesalahan yang bisa berdampak pada nilai personal dan berakhir pada pemecatan.

        Dengan demikian, akan muncul tendensi yang berakibat pada terkekangnya informasi perusahaan (di mana nilai personal dan tim berada di atas nilai pelanggan dan perusahaan) dan menghindari pengambilan risiko yang sehat (yang berpotensi membawa inovasi dalam meningkatkan nilai pelanggan dan perusahaan).

        Paham akan hal ini, HubSpot membuat panduan tentang bagaimana aliran informasi perusahaan dengan mendorong bentuk komunikasi terbuka.

        Seperti yang tercatat pada nilai budaya HubSpot, "Kami membagikan informasi secara terbuka dan transparan." Salah satu ucapan yang sering diucapkan para karyawan yaitu, "Sinar matahari adalah pembasmi kuman terbaik."?Sehingga, budaya terbuka di HubSpot adalah suatu kewajaran.

        Jika melakukan suatu kesalahan, cerita tentang pengalaman ini akan dibagikan kepada tim atau dalam beberapa kasus bahkan kepada seluruh anggota perusahaan. Pengambilan risiko tersebut dirayakan bersama, dan seluruh anggota tim dapat mengambil pelajaran dari kejadian tersebut.

        Para pemimpin baru mempelajari bahwa membagikan pengetahuan adalah cara yang lebih efektif untuk berkembang daripada menahan informasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ning Rahayu
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: