Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Survei AJI: 10 Media Masih Beri Upah di Bawah UMP Jakarta 2019

        Survei AJI: 10 Media Masih Beri Upah di Bawah UMP Jakarta 2019 Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengadakan survei terhadap wartawan muda yang telah menekuni profesi itu selama 1-3 tahun November-Desember 2018. Dari survei itu diketahui, masih ada 10 media yang menggaji wartawannya di bawah UMP DKI Jakarta 2019 (Rp3,94 juta). Padahal, menurut Pasal 8 Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers, setidaknya upah jurnalis harus senilai dengan UMP.

        Tak hanya itu, 40% responden mengaku, hari libur mereka kurang dari 2 hari dalam sepekan. 30% dari jurnalis responden juga harus bekerja lebih dari 10 jam sehari. Bahkan, 95% responden menyatakan tidak memperoleh uang lembur ketika bekerja lebih dari 8 jam sehari.

        Untuk itu, Sekretaris AJI Jakarta Afwan Purwanto menyatakan AJI Jakarta berkata, ?Kami mendorong perusahaan media agar menggaji jurnalisnya secara layak. Jangan sampai jurnalisnya tersertifikasi, tapi gajinya belum layak."

        Di luar upah layak, perusahaan media pun wajib memberikan jaminan keselamatan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan sosial kepada setiap jurnalis dan keluarganya. Ini termasuk hak mendasar seperti jam kerja, hak lembur dan jatah libur seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

        Lebih lanjut, perusahaan perlu menentukan struktur dan skala upah jurnalisnya. Hal itu wajib dilakukan oleh setiap perusahaan nasional, termasuk perusahaan media.

        "Perusahaan media perlu memiliki struktur dan skala upah. Jenis pekerjaan, masa dia bekerja, kompetensi, tanggungan," jelas Perwakilan LBH Pers Gading Yonggar, Minggu (27/1/2019).

        Struktur dan skala upah itu wajib dikontrol oleh perusahaan sebagai wujud implementasi PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Bila itu tidak direalisasikan, akan ada jarak pendapatan di dalam perusahaan.

        Gading berujar, "Tujuan dari fungsi kontrol perusahaan dalam upah, untuk menghindari gap upah di internal perusahaan. Kalau tak dilakukan, berarti fungsinya tak berjalan."

        Menanggapi hal itu, Anggota Dewan Pers Nezar Patria berujar, "Kami menerima angka yang dikeluarkan oleh AJI Jakarta sebagai masukan. Kami akan berdiskusi dengan kementerian lain, asosiasi televisi juga, organisasi profesi wartawan. Upah ini sifatnya dinamis, tiap tahun bisa naik. Tidak mungkin kita buat 1 standar yang mana tiap tahun dewan pers harus mengubahnya."

        Ia menilai, kesulitan dalam memenuhi standar upah layak dipengaruhi oleh senjakala di industri pers. Bahkan, menurutnya saat ini kenaikan gaji jurnalis tergolong lambat, hanya mencapai 10-15%.

        "Gaji wartawan naiknya lambat. Hanya 10-15% saja, kalau mengikuti standar AJI bisa naik 30 sampai 40 persen. Agak sulit karena berkaitan dengan situasi eksternal," ujar Nezar lagi.

        Terakhir, Nezar menambahkan, perusahaan pers yang tidak memenuhi standar upah layak, tidak bisa terdaftar di Dewan Pers. Karena memberi upah yang layak kepada karyawan menjadi salah satu standar untuk verifikasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tanayastri Dini Isna
        Editor: Clara Aprilia Sukandar

        Bagikan Artikel: