Urun Biaya 'Bunuh' Pasien Cuci Darah, KPCDI Siap Gugat BPJS Kesehatan
Pemerintah telah menetapkan regulasi dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan, yang diundangkan pada 17 Desember 2018. Melalui Permenkes ini, BPJS Kesehatan akan menerapkan sistem urun biaya (cost sharing) pada para pesertanya.
Namun, peserta BPJS Kesehatan yang tergabung dalam Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menolak aturan tersebut. Menurut Sekjen KPCDI, Petrus Hariyanto, regulasi tersebut telah membuat cemas ribuan anggotanya.
"Mereka merasa tidak memiliki kepastian hidup karena selama ini hanya cuci darah, mereka bisa bertahan untuk hidup," ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Rabu (30/1/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan bila kebijakan itu nantinya diterapkan, keberlanjutan terapi hemodialisa (cuci darah) bagi pasien gagal ginjal akan mengalami hambatan.
"Walau kebijakan tersebut diberlakukan selektif, khusus orang yang mampu saja, tetap berpotensi menjadi kebijakan yang akan banyak membunuh pasien cuci darah," ucapnya.
Karenanya Petrus menyatakan akan menggalang dukungan ke DPR dan membuat petisi untuk menolak aturan tersebut diterapkan ke pasien gagal ginjal.
"Bila itu tetap diterapkan bagi pasien cuci darah menjadi sebuah kebijakan, KPCDI akan melakukan langkah hukum. KPCDI akan melakukan hak uji materiil terhadap kebijakan BPJS yang melanggar UU Nomor 24 Tahun 2011 ke Mahkamah Agung," kata pria yang telah menjalani cuci darah lebih dari 6 tahun itu.
Walaupun urun biaya tersebut hanya akan diberlakukan kepada peserta mampu dan mandiri. Namun, menurut Petrus, tak semua peserta BPJS mandiri merupakan orang kaya dan berlebih harta. Ada kemungkinan, kata dia, mereka yang membayar premi karena tidak didaftar oleh pemerintah sebagai penerima Peserta Bantuan Iuran (PBI).
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum KPCDI, Tony Samosir, meski aturan ini belum ditetapkan dan masih menunggu aturan teknis untuk menentukan jenis layanan yang terkena urun biaya, jika suatu saat diimplementasikan ke pasien cuci darah, maka akan berdampak buruk pada kualitas hidup pasien.
"Tidak semua pasien cuci darah dengan BPJS mandiri itu orang kaya. Orang kaya yang terkena penyakit ini juga berpotensi menjadi miskin," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti