Penerapan teknologi deep learning di area computer vision atau lazim disebut Intelligent Video Analysist (IVA) di Indonesia makin marak sejak Nodeflux, platform penyedia teknologi tersebut beroperasi di Indonesia pada 2016 lalu. Apa saja manfaatnya? Chief Commercial Officer Nodeflux, Ivan Tigana menggambarkan bagaimana teknologi ini telah memberi banyak nilai tambah bagi enterprise.
Sederhananya, IVA adalah cabang dari Artificial Intelligence (AI) yang menginterpretasikan data dari berbagai sumber (utamanya video, gambar, audio, teks, dan lain sebagainya) dan memadupadankan dengan operasi komputasi untuk menghasilkan sebuah analisis yang lebih bermanfaat untuk pengguna. Kemampuan IVA Nodeflux tidak kalah dari penyedia IVA luar negeri, seperti IBM, Bosch, dan Nvidia.
"Kita melakukan processing unstructured data dari gambar misalnya, menjadi structured data dengan AI. Misalnya dari gambar A, datanya laki-laki, anak kecil, suka naik motor. Jadi, kami men-deploy otak ke CCTV, webcam, smartphone, dan beberapa perangkat lain, sehingga mereka mampu melakukan banyak fungsi kecerdasan di luar kemampuan awalnya. Contohnya untuk mendeteksi objek, mengklasifikasikan tipe objek dan sebagainya," kata dia kepada Warta Ekonomi, Senin (11/3/2019).
Baca Juga: Apa Itu Artificial Intelligence?
Proses produksi IVA dilakukan oleh tim yang terdiri dari AI scientist, software engineer, UI/UX, dan web development. AI scientist menjadi nahkoda dari deep learning dan computer vision. Software engineer menjembatani sistem dan penggua, UI/UX menyusun frontend agar mudah digunakan dan nyaman difungsikan. Sementara web developer mengoperasikan fungsi-fungsi.
Solusi IVA yang disediakan perusahaan sudah digunakan oleh berbagai sektor industri, termasuk security and defense (BIN, Polri, eKYC perbankan), trasnportasi (Go-Jek, Trans Jakarta, Jasa Marga), smart city (Smart City Bandung, dan Jakarta), telekomunikasi (Telkom), serta ritel (electronic city). Meski saat ini masih berkutat di IVA, ke depan Nodeflux akan mengembangkan solusi berbasis IoT, big data, ataupun business intelligence.
"Sebenarnya kalau sekadar iseng bikin (IVA) pakai bahasa pemrograman yang open source itu sudah banyak data scientist yang bisa, tapi begitu implementasi real challenge-nya di situ. butuh kolaborasi dengan lebih banyak pihak. Misalnya untuk autentikasi pembayaran buat pensiunan yang use case-nya banyak fraud, kalau kita mau pakai biometrik gandeng Dukcapil, kan harus ada aturan main dari pemerintah,? tambah dia.
Baca Juga: Artificial Intelligence Bantu Optimalkan Bisnis di Singapura
Regulasi ini diperlukan karena saat implementasi, banyak aspek yang harus diperhatikan mulai dari keamanan, SLA saat misalnya ada payment authentication dari 1 juta orang secara bersamaan. Dari aspek teknis, Nodeflux selaku penyedia IVA juga perlu terus mengurangi depedensi terhadap jaringan dan komputasi.
"Harus kita optimalkan mesin-mesin GPU agar bisa memproses gambar tanpa nge-lag, tanpa membebankan cost bandwidth ke klien. Dari sisi algoritma pun harus dibikin seringan?mungkin terima gambar banyak atau beresolusi tinggi masih bisa mengasilkan data, enggak terlalu berat. Video analytic itu titik fokusnya lebih ke arah video manajement, bagaimana ribuan CCTV masuk dalam beberapa server bersamaan langsung dapat datanya," tambah dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: