Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tanggapi Pernyataan Polisi, Kubu Prabowo Bilang Begini

        Tanggapi Pernyataan Polisi, Kubu Prabowo Bilang Begini Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Direkorat Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Habiburokhman, mengatakan penting membedakan delegitimasi dan kritikan untuk pemilu. Hal itu menanggapi pernyataan Polri yang bakal memberantas propaganda-propaganda di media sosial yang bertujuan mendelegitimasi Pemilu 2019.

        "Yang terpenting itu kita harus bisa bedakan, mana delegitimasi Pemilu dan mana informasi atau kritikan yang justru untuk menjaga legitimasi Pemilu," ujarnya di Jakarta, Selasa (12/3/2019).

        Baca Juga: Kandang Prabowo Diambil Alih Ma'ruf Amin?

        Ia menambahkan, kasus data e-KTP WNA yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi salah satu contoh. Kasus ini sebelumnya dianggap hoax, namun terbukti dan dilakukan perbaikan.

        "Seperti kasus WNA ber KTP masuk DPT, awalnya ada yang anggap itu hoax. Ternyata kemudian ada buktinya dan pada akhirnya bisa dilakukan perbaikan," katanya.

        Baca Juga: BPN Sebut Survei Internal Prabowo Unggul, Jawaban TKN Ngeselin

        Untuk itu, ia meminta masyarakat melaporkan bila menemukan atau mendapatkan informasi terkait adanya kecurangan pemilu. Salah satu caranya dengan melapor pada Bawaslu maupun pihak kepolisian.

        "Makanya kami menyarankan masyarakat untuk menempuh jalur hukum, dengan membuat laporan ke Bawaslu atau Polri jika mendapatkn informasi soal kecurangan atau kejanggalan Pemilu. Penyelesaiannya harus lewat jalur hukum, jangan hanya lewat medsos," jelasnya.

        Baca Juga: Polisi Dituding Persulit Konser Solidaritas Ahmad Dhani

        Sebelumnya, Polri mengendus adanya propaganda-propaganda di media sosial yang bertujuan mendelegitimasi Pemilu 2019. Kehadiran akun Twitter @opposite6890 disebut polisi sebagai salah satu contohnya.

        "Agenda-agenda yang dimainkan adalah propaganda di media sosial. Dari bulan November-Desember (2018), yang diserang tentunya masih ingat tentang isu KTP elektronik, KTP elektronik terus di-framing dengan sasaran Kemendagri," terang Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo.

        "Kemudian di bulan Desember (2018) sampai Januari (2019) munculkan lagi surat suara 7 kontainer, DPT, yang diserang KPU," sambungnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Irfan Mualim
        Editor: Irfan Mualim

        Bagikan Artikel: