Kurangi CAD, Pemerintah dan BI Genjot Devisa Pariwisata US$17,6 Miliar
Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) menargetkan penerimaan devisa dari sektor pariwisata sebesar US$17,6 miliar pada 2019. Hal ini sebagai salah satu upaya memperbaiki defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) tahun ini.
"Kami membahas? langkah bersama untuk meningkatkan pariwisata, target 20 juta kunjungan wisman dengan nilai US$17,6 miliar," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (18/3/2019).
Target 20 juta kunjungan ini naik 20,48% dari capaian tahun lalu yang hanya 16,6 juta kunjungan.
Perry mengungkapkan, devisa dari pariwisata sangat penting bagi perekonomian Indonesia, di mana pada tahun lalu sektor tersebut menjadi penyumbang devisa kedua setelah kelapa sawit. Tahun lalu devisa pariwisata tercatat US$16,1 miliar.
"Langkah ini juga penting untuk menambah pasokan valas di dalam negeri dan menstabilkan rupiah," sebutnya.
Baca Juga: Pemerintah dan BI Sepakati 6 Langkah Genjot Devisa dari Pariwisata
Untuk mencapai itu, BI dan pemerintah telah menyepakati enam langkah strategis untuk mendorong penerimaan devisa pariwisata 2019. Pertama, mempercepat penyelesaian beberapa proyek infrastruktur; kedua, mendorong pengembangan atraksi wisata; ketiga meningkatkan kualitas amenitas di daerah destinasi wisata; keempat memperkuat promosi pariwisata nasional untuk meningkatkan lama tinggal (length of stay) wisatawan mancanegara.
Kelima, mendorong investasi dan pembiayaan dalam pengembangan destinasi wisata, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), serta perbaikan dukungan data dan informasi.
Serta, keenam menyusun standar prosedur Manajemen Krisis Kepariwisataan dan membentuk forum Manajemen Krisis Kepariwisataan Daerah.
Sekadar mengingatkan, pada 2018, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebesar US$31,1 miliar atau 2,98% terhadap PDB pada 2018. Realisasi ini meningkat nyaris dua kali lipat dari tahun sebelumnya, yaitu Rp16,2 miliar atau 1,6% dari PDB.
Defisit yang melebar ini menunjukkan kebutuhan valuta asing (valas) impor barang dan jasa tidak bisa mengimbangi pasokan valas dari ekspor. Kesimpulannya kinerja ekspor melempem namun disaat yang sama kebutuhan impor malah melonjak. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab Rupiah rentan terhadap gejolak.argetkan laba tahun ini tumbuh 7,41% menjadi Rp2,61 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: