Kenaikan harga tiket pesawat memberi dampak negatif terhadap tingkat okupansi hotel yang mengalami penurunan sekitar 20-40% apabila dibandingkan dengan tahun lalu.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mengatakan saat ini masyarakat cenderung enggan berpergian karena harga tiket pesawat naik. Alhasil, tingkat keterisian kamar hotel merosot tajam. Hal ini diperparah dengan situasi bisnis hotel yang tengah memasuki masa low season.
"Iya benar. Tingkat okupansi hotel turun sekitar 20-40%," katanya di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Baca Juga: Menhub Batal Umumkan Tarif Tiket Pesawat Malam Ini, Loh Kok?
Selaras, Public Relation Hotel Aston, Arifin, mengatakan okupansi atau tingkat hunian hotel turun sebesar 40% apabila dibandingkan dengan tahun 2018 lalu. Ia menjelaskan penurunan tingkat hunian juga dipengaruhi oleh sejumlah grup pertemuan yang melakukan pembatalan.
"Dampak harga pesawat mahal mulai terasa. Tingkat hunian turun 20-40% dibandingkan tahun lalu," sebutnya.
Arifin berharap pemerintah segera bertindak cepat mengatasi persoalan kenaikan harga tiket pesawat. Ia memastikan dampak negatif kenaikan tiket pesawat ini juga akan terasa pada perekonomian di daerah khususnya daerah-daerah wisata. "Kami berharap hal ini menjadi perhatian semua pihak," ujarnya.
Sementara itu, Assistant Director of Marcomm Artotel Group, Yulia Maria, menjelaskan wilayah-wilayah yang tercatat memiliki tingkat okupansi rendah seperti Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Ia mengakui pada bulan Januari-Maret ini okupansi hotel memang tidak terlalu bagus.
"Kami berupaya aktif di digital marketing melalui online travel agent dan promo melalui website sendiri. Kami juga tetap berjualan secara aktif ke corporate, pemerintahan, dan wholesaler travel agent," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: