Pengamat Pertahanan dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Muradi, mengaku kecewa dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto karena tidak menampilkan gagasan terkait pertahanan dan keamanan.
Meskipun sangat menekankan pada anggaran pertahanan yang tidak dipenuhi Jokowi selama ini, namun Prabowo juga tidak menyampaikan gagasannya terkait variabel pertahanan dan kemanan lainnya.
"Prabowo lebih kepada conventional approach warfare jadi, masih mengedepankan pola-pola lama sementara dalam konteks penguatan pertahanan ada banyak yang harus di-highligt, yakni kebijakan, SDM terkait personnel warfare, alutsista (alat utama sistem persenjataan), dan anggaran. Ada empat hal," ujar Muradi di Jakarta, Sabtu (30/3/2019).
Baca Juga: Prabowo: Freeport Untung 81%, yang 51% Itu Etok-Etok
Sementara Jokowi, lanjut Muradi, memang tidak bicara secara eksplisit mengenai kebijakan politik pertahanan tetapi menyinggung kebijakan politik pertahanan yang selama ini dilakukan di antaranya, membangun detasemen baru, batalion, radar darat, dan udara.
"Kalau dari Jokowi sudah kelihatan, program pengembangan di Natuna. Lalu sejumlah detasemen dan batalion di beberapa tempat, Sorong, Gowa, dan daerah lain. Itu kelihatan," ucapnya.
Muradi mengaku bahwa selama ini ia menunggu gagasan baru dari Prabowo terkait dengan hankam karena ini tema yang cukup dikuasai oleh Prabowo. Tapi sayangnya, Prabowo lebih banyak membicarakan soal apa yang selama ini ia alami sebagai tentara dan bukan apa yang akan ia lakukan jika menjadi presiden.? Sementara soal proxy war, tidak ada gagasan soal itu yang disampaikan oleh Prabowo.
"Saya menunggu apa yang akan dilakukan pak Prabowo. Tapi Pak Prabowo terjebak pada romantisme," imbuhnya.
Baca Juga: Santai Pak Prabowo, Saya Dituduh PKI Biasa-Biasa Saja, Kata Jokowi
Menurut Muradi, memang anggaran pertahanan itu mengunci semuanya. Tapi, kalau dari empat variabel pertahanan itu jika salah satunya tidak ada maka tidak bisa maksimal. Terkait ideologi, kata Muradi, meskipun keduanya melakukan indoktrinasi, tapi kedua capres punya metodologi dan pendekatan yang berbeda.
"Prabowo lebih kepada model indoktrinasi yang pernah dilakukan era Orba. Sedangkan Jokowi ingin model kekinian dengan back bone-nya ada pada BPIP," paparnya.
Partner Sindikasi Konten: Sindonews
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo