PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memandangg jika Asia diperkirakan akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2019 dan 2020. Ekonomi Indonesia menunjukkan stabilitas yang berkelanjutan, percepatan pembangunan infrastruktur dalam lima tahun terakhir terbukti efektif dalam membantu meningkatkan konektivitas dan memangkas biaya logistik.
Chief Economist & Investment Strategist MAMI, Katarina Setiawan menyampaikan bahwa berbeda dengan tahun lalu, arah kebijakan The Federal Reserve System (The Fed) dan European Central Bank (ECB) menjadi lebih akomodatif di tahun 2019.?
Amerika Serikat (AS) & Eropa secara simultan memutuskan untuk menghentikan pengetatan moneter. Walau demikian, The Fed mengindikasikan fundamental ekonomi AS tetap kuat dengan tingkat pengangguran rendah, pertumbuhan upah yang meningkat, dan keyakinan konsumen yang tinggi.
?Langkah bank sentral dunia yang secara serentak bersikap dovish diapreasiasi dan diantisipasi oleh para pemangku kebijakan.? Tekanan untuk menaikkan suku bunga akan berkurang dan pemerintah memiliki keleluasaan untuk mengimplementasikan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Ekonomi kawasan negara berkembang dan Asia diperkirakan menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2019 dan 2020,? katanya, di Jakarta, Kamis (2/5/2019).?
Baca Juga: Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Diproyeksi Melambat Hingga 2020
Lebih lanjut Katarina menjelaskan, bahwa di tahun 2019, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi global, Asia akan menjadi engine of growth. Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia diproyeksikan akan tumbuh sebesar 6,3%, jauh di atas pertumbuhan ekonomi negara berkembang (4,4%), global (3,3%), Amerika Serikat (2,3%), negara maju (1,8%), dan kawasan Eropa (1,3%).?
Sementara di tahun 2020, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia diproyeksikan akan tumbuh sebesar 6,3%, masih di atas pertumbuhan ekonomi negara berkembang (4,8%), global (3,6%), Amerika Serikat (1,9%), negara maju (1,7%), dan kawasan Eropa (1,5%).
Baca Juga: Bahaya! Laporan EIU Sebut Kelangkaan Air Dapat Berdampak pada Ekonomi Asia
Di tengah perlambatan ekonomi Amerika Serikat, terlihat adanya inversi imbal hasil, dimana imbal hasil obligasi jangka panjang pernah berada di level lebih rendah daripada imbal hasil obligasi jangka pendek. Hal ini membuat pelaku pasar khawatir akan terjadi resesi dalam 12-24 bulan ke depan.??
?Terlalu dini untuk mengatakan bahwa resesi pasti terjadi, karena kondisi saat ini berbeda dengan periode sebelumnya. Pada periode ini, The Fed beranjak menjadi dovish, sementara pada periode sebelumnya The Fed terus menaikkan suku bunga.?Selain itu, periode inversi kali ini hanya terjadi selama 7 hari.?Ini bukan sinyal yang kuat. Karena pada periode-periode sebelumnya, inversi terjadi selama lebih dari 4 bulan,? terangnya.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: