Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekspor Minyak Sawit Capai 2,96 Juta Ton, RI Perkuat Hilirisasi CPO

        Ekspor Minyak Sawit Capai 2,96 Juta Ton, RI Perkuat Hilirisasi CPO Kredit Foto: Kementan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia secara keseluruhan pada Maret 2019 tercatat meningkat 3% dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 2,88 juta ton meningkat menjadi 2,96 juta. Sementara ekspor khusus CPO dan produk turunannya terkerek dari 2,77 juta ton di Februari menjadi 2,78 juta ton di Maret.

        Mengutip data resmi Gapki, peningkatan permintaan CPO dan produk turunannya dari Indonesia yang cukup signifikan datang dari Asia, khususnya Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia.

        Produksi minyak sawit juga membukukan peningkatan 11% atau dari 3,88 juta ton di Februari menjadi 4,31 juta ton di Maret. Dengan produksi yang cukup baik, stok minyak sawit pada Maret ini masih terjaga di 2,43 juta ton.

        Hingga saat ini, kelapa sawit masih menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia dalam menambah devisa negara. Pada tahun lalu, ekspor CPO mencapai 34 juta ton dengan nilai sekitar Rp 270 triliun. Tujuan negara ekspor meliputi India, Uni Eropa, China, Pakistan, Bangladesh, serta negara lainnya.

        Baca Juga: Optimisme Gapki atas Sawit Indonesia di Tengah Pusaran Badai

        "Pada 2018 produksi CPO mencapai 41,67 juta ton. Kami akan terus berupaya memperkuat hilirisasi, seperti menyerap CPO untuk kebutuhan biodiesel," jelas Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono dalam keterangan pers, Jumat (17/5/2019).

        Ke depannya, pengembangan energi baru terbarukan sangat diperlukan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Untuk itu, Kasdi menyebutkan pemanfaatan CPO pengembangan biodiesel sebagai salah satu jenis energi terbarukan menjadi langkah strategis untuk mengoptimalkan hilirisasi CPO.

        "Melalui penguatan hilirisasi CPO, diharapkan kesejahteraan pekebun sawit turut meningkat karena terciptanya peluang pasar domestik yang besar," tuturnya.

        Meskipun masih meningkat, ke depan ekspor CPO Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah sentimen negatif Uni Eropa terhadap sawit Indonesia, yakni lahirnya kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang melarang sawit sebagai biodiesel.

        Untuk menghadapi sentiment negatif, Pemerintah Indonesia melalui Kementan akan terus berupaya melakukan negosiasi. Kasdi menuturkan, berdasarkan informasi Kementerian Luar Negeri, masih ada jalan keluar melalui diskusi dengan pihak Uni Eropa.

        Klaim Uni Eropa yang menyebutkan bahwa perkebunan sawit berisiko tinggi terhadap deforestasi, turut dibantah oleh Kasdi. Indonesia sendiri sudah mempunyai sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Itu bukti bahwa pola perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menerapkan prinsip dan kriteria sustainability (keberlanjutan).

        "Jadi, kalau ada klaim bahwa sawit Indonesia tidak sustainable, itu sama sekali tidak benar. Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam lima tahun terakhir kita sudah tidak ada lagi pelepasan kawasan hutan sehingga salah kalau dikatakan kelapa sawit membuka hutan," pungkas Kasdi.

        Baca Juga: Biodiesel untuk Menyehatkan Neraca Perdagangan

        Kasdi kembali menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak hanya akan berpangku tangan dengan mengandalkan ekspor, terutama jika hanya dalam bentuk mentah. Kementan akan terus mendorong pemanfaatan CPO untuk biodiesel dalam negeri.

        "Kementerian ESDM sudah menetapkan B-30 dan sedang berjalan di Kementan sudah B-100. Pesan dari B-100 ini adalah jangan ekspor, tetapi kita mampu serap banyak sekali," kata Kasdi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: