Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        O2O, Pemuasan Pengalaman Belanja Pelanggan

        O2O, Pemuasan Pengalaman Belanja Pelanggan Kredit Foto: Tokopedia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pernahkah Anda ragu ketika hendak membeli barang elektronik mahal seperti kamera DSLR karena takut ada kerusakan saat pengiriman? Atau ragu saat hendak membeli barang furnitur seperti lemari karena tidak begitu yakin dimensi sebenarnya? Atau ragu saat hendak membeli gaun pengantin karena tidak begitu yakin ukurannya akan pas? Hal-hal tersebut mendasari para pemain e-commerce di Indonesia menerapkan konsep online to offline (O2O). Setidaknya itu yang dipikirkan Mataharimall.com dulu.

        Sudah banyak yang menerapkan konsep ini, di antaranya Blibli, JD.id, Berrybenka, Hijup, Zalora, Happy Fresh, Tokopedia, Bukalapak, PopBox, Warung Pintar, Wahyoo, Anomali Coffee, Fore Coffee, serta Koppi &?Kopi Kenangan. Perkembangannya, O2O atau dikenal new retail bukan melulu soal memindahkan sebagian kecil fungsi e-commerce menjadi offline, namun upaya offline retail menerapkan perbaikan sistem operasional agar lebih data driven lewat penggunaan aplikasi mobile.

        Senior Advisor Staf Komite Pengarah Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (E-Commerce Roadmap), Hadi Kuncoro menyatakan, setidaknya ada tiga konsep O2O, yakni on demand delivery service (Happy Fresh), smart lockers (PopBox), dan offline retail in store pick up point.

        Baca Juga: Tiru Langkah O2O Luckin Coffee China, Kopi Kenangan Lakukan Hal Ini

        Konsep terakhir ini banyak diterapkan e-commerce Indonesia, termasuk Warung Bukalapak, Blibli Instore, Mitra Tokopedia, Warung Pintar, Wahyoo, Anomali Coffee, Fore Coffee, Koppi & Kopi Kenangan.?

        Di luar itu, ada e-commerce yang mulai membuka pop up (toko sementara di pusat perbelanjaan) dan offline store seperti Jd.id Xmartnya, Bhineka, Berry Benka, Hijup, Zalora, dan Tokopedia. Berbagai konsep baru tersebut ujungnya mengarah pada omni-channel retail. Pelanggan bisa memesan dari mana saja baik online website, mobile, offline, media sosial, dan sebagainya di mana produk yang dipesan bisa diantar via channel mana pun dan kapan pun.

        "Lanskap e-commerce ke depan bukan lagi soal online atau offline retail, melainkan omni-channel," kata dia kepada Warta Ekonomi?belum lama ini.?

        Senada, Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid menyatakan, model bisnis online dan offline ke depan akan mungkin berjalan beriringan saling melengkapi dan menjadi satu ekosistem. Online ataupun offline hanyalah pilihan channel bagi pelanggan sebagai entry point pembelian. Itu pula yang mendasarinya saat menguji coba Warung Bukalapak pada akhir 2017 lalu yang saat ini sudah berjumlah lebih dari 500 ribu mitra warung.

        "Ke depannya kami ingin Warung Bukalapak menyediakan produk khasnya, misal kalau di Bogor ada Kripik Talas Bogor," kata dia baru-baru ini.??

        Berebut Cuan di Blue Ocean

        Menurut Hadi, munculnya konsep O2O tidak terlepas dari lanskap e-commerce yang masih terpecah-pecah (fragmented) sehingga tidak ada satu pemain pun yang berhasil mendominasi, atau dengan istilah lain pasarnya masih menjanjikan (blue ocean). Untuk itu, siapa pun pemain yang bisa menerapkan teknologi omni-channel, akan sangat krusial membantu merchant melakukan inventori tunggal dan katalog produk ke seluruh pasar baik online maupun offline.?

        Ujungnya ia bisa mendominasi pasar yang masih kompleks ini. Di sisi lain, selama masih ada marketplace C2C bayangan seperti Facebook dan Instagram, maka konsep smart lockers dan on demand delivery masih akan terus tumbuh, apalagi jika digunakan di daerah tempat tinggal (residential).

        "E-Commerce harus mulai memikirkan logistik atau gudang (selain membangun mitra) untuk mendukung rantai pasok barang dan efisiensi ke depan. Beberapa seperti JD.id dan Blibli sudah mulai," kata dia.

        CEO Blibli, Kustomo Martono menyatakan, Blibli tahun ini akan menambah gudang penyimpanan barang menjadi 32 gudang, dari sebelumnya 14 gudang. Blibli juga akan meingkatkan mitra mereka dari semula 13.000 merchant menjadi 20.000 merchant demi meningkatkan layanan O2O mereka. Lewat Blibli Instore ini, pelanggang bisa mendapatkan barang bermerek asli dengan manfaat seperti program cicilan untuk pembelian minimal Rp500.000, pembelian dengan kartu kredit maupun Kredivo.?

        Project Manager JD.id, X Eyvette Tung menyatakan, JD.id X (mart) di PIK Avenue lahir dari konsep di mana pelanggan tidak harus belanja namun mengantre saat melakukan pembayaran. Pelanggan cukup memindari kode QR yang tertera di rak belanja dan membayarnya secara online.

        Setelah itu, barang tidak perlu dibawa karena ada fasilitas jasa pengiriman yang disediakan toko. Intinya, pelanggan bisa datang ke toko fisik untuk melihat dan mencoba produk, tapi bertransaksi layaknya membeli secara online.

        Baca Juga: 2025, Indonesia Pimpin 52% Pasar E-Commerce Asia

        "Ada berbagai teknologi futuristik seperti pemindai wajah yang sangat personal untuk meningkatkan kenyamanan dan membuat pelanggan merasa nyaman, radio-frequency identification (RFID), dan metode pembayaran non-tunai, membuat aktivitas belanja harian secara non-tunai menjadi semakin mudah," kata dia.??

        VP Merchant Tokopedia, Inna Chandika mengatakan, tidak tanggung-tanggung seperti Zalora yang hanya membuka pop up store, Tokopedia menghadirkan official store di Lippo Mall Puri demi menciptakan pengalaman belanja berbeda bagi pelanggan. Ini menjawab permintaan pelanggan yang besar bahwa mereka selama ini menginginkan pengalaman belanja online yang lebih.

        "Ini merupakan permintaan yang luar biasa. Offline dan online adalah pengalaman belanja yang sangat complimentary," kata dia.

        E-Commerce lain seperti Bhinneka saat ini memiliki delapan toko yang tersebar di kawasan Jabodetabek, Surabaya, dan Cibinong. Lalu, Berry Benka pun memiliki offline store di 24 lokasi di Jawa, Bali, dan Sumatera. Hijup dan Zalora punya belasan offline store yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

        Adapun konsep O2O Warung Pintar dan Wahyoo berbalut layanan finansial. Sementara Up Normal dan kawan-kawan menggunakan aplikasi mobile sebagai touch point transaksi pemesanan makanan di sejumlah lokasi restoran mereka.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Yosi Winosa
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: