Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonomi ASEAN+3 Berisiko Tinggi Terdampak Perang Dagang

        Ekonomi ASEAN+3 Berisiko Tinggi Terdampak Perang Dagang Kredit Foto: Reuters/Via The Staits Time
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dalam laporan ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2019, mengungkapkan bahwa ekonomi negara-negara ASEAN bersama tiga negara Asia yakni Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan (ASEAN+3) berisiko tinggi terdampak ketidakpastian perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

        "Pertumbuhan regional diperkirakan sedikit melambat menjadi 5,1% pada 2019 dan 5,0% pada 2020," kata Chief Economist AMRO Dr. Hoe Ee Khor saat media briefing di kompleks perkantoran Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (18/6/2019).

        Perlambatan ini, lanjut dia, terutama disebabkan oleh penurunan ekspor akibat perlambatan siklus teknologi dan belanja modal serta ketidakpastian negosiasi perdagangan AS-Tiongkok.

        Baca Juga: Didera Perang Dagang, PDB Asean Diproyeksi Melambat ke 4,8%

        "Dalam jangka pendek, risiko yang dihadapi kawasan terutama bersumber dari eksternal. Berdasarkan Peta RiSiko Global AMRO, risiko terbesar masih bersumber dan peningkatan ketegangan perdagangan global akibat penerapan tambahan tarif oleh AS dengan tingkat kemungkinan sedang, namun berdampak tinggi," jelasnya.

        Hal ini kata Hoe, dapat memperlambat pertumbuhan global yang telah melemah aklbat perlambatan siklus teknologi dan belanja modal.

        "Kemungkinan goncangan volatilitas yang disebabkan oleh perubahan ekspektasi secara tiba-tiba di pasar keuangan juga berpotensi menjadi ancaman bagi kawasan," papar Hoe.

        Baca Juga: Melihat Peluang saat Perang Dagang untuk Perekonomian Indonesia

        Meski demikian, kawasan ASEAN+3 memiliki tingkat ketahanan yang baik dalam menghadapi perlambatan permintaan eksternal. Untuk mengantisipasi risiko jangka pendek dan mempertahankan pertumbuhan, otoritas di kawasan perlu mengkalibrasi bauran kebijakan sesuai dengan siklus bisnis dan kredit, serta posisi eksternal dan kerentanan keuangan di masing-masing negara.

        "Analisis AMRO menunjukkan bahwa sebagian besar negara di kawasan memiliki cadangan devisa dan buffer fiskal yang memadai. Sebagian besar negara juga berada pada pertengahan siklus bisnis, di mana pertumbuhan ekonomi mendekati tren jangka panjang dengan output gap mendekati nol dan inflasi dalam kisaran target kebijakan atau tren jangka panjang," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Kumairoh

        Bagikan Artikel: