Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Sukses Pemilik Warung di Medan yang Naik Kelas

        Kisah Sukses Pemilik Warung di Medan yang Naik Kelas Kredit Foto: Sampoerna Retail Community
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        "Tidak ada hasil yang mengkhianati usaha." Setidaknya, ungkapan ini dirasakan oleh seorang pemilik warung tradisional di Medan yang kini tengah menikmati buah manis atas kerja kerasnya.

        Sepintas, tidak ada yang berbeda dari sosok Viyanti Mala Ketaren, sang pemilik warung tradisional di Medan dengan pemilik warung lain. Terhitung 20 tahun sudah ibu dua orang anak ini membuka usaha warung. Bukan perjalanan yang mudah baginya hingga bisa mempertahankan usahanya selama itu.

        Awal mula ia membuka usaha warung di Medan tentu bukan tanpa alasan. Pada 1997 suami Viyanti meninggal dunia akibat penyakit diabetes menahun yang dideritanya. Sepeninggal sang suami, perempuan yang kini lebih dikenal dengan panggilan Mami ini harus memutar otak untuk menghidupi kedua anaknya. Saat itu, anak pertamanya tengah menempuh pendidikan tinggi di salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat. Sementara, anak keduanya masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

        Baca Juga: Pengusaha Asal Papua Miliki Bisnis Beromzet Ratusan Juta, Simak Kisahnya...

        Selang empat tahun setelah sang suami meninggal, ia memutuskan hijrah dari kampung halamannya di Tigan Reket, Kabupaten Karo ke Medan. Keputusannya untuk pindah ke Medan lantaran penghasilannya yang didapat di Tigan Reket tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan dan hidup anak-anaknya.

        Tahun 2001 menjadi tonggak awal berdirinya warung Mami yang hasilnya terbukti dapat menyekolahkan anak Mami hingga perguruan tinggi.

        "Setelah suami meninggal, saya tulang punggung. Buka kedai nasi, kedai kopi, nanam-nanam, jual kain, apa pun dijalani demi dapat duit untuk keselamatan anak-anak saya," kata Mami.

        Di Medan, ia mulai merintis warung kecil-kecilan, berjualan nasi, dan kopi. Sebagai tempat usaha, bangunan milik kakaknya ia sewa dan dijadikan warung yang saat ini dikenal sebagai Kantik Amik. Ia mengaku, meski di Medan masih harus tinggal di tempat kontrakan, namun kehidupannya jauh lebih baik jika dibandingkan saat masih di kampung halaman.

        Keinginan untuk memberikan kehidupan layak pada kedua anaknya yang membuat ia tidak cepat puas terhadap apa yang sudah diperoleh.

        Ia pun memutuskan untuk bergabung dengan Sampoerna Retail Community (SRC), program pemberdayaan UKM binaan PT HM Sampoerna Tbk pada 2008. SRC merupakan wadah bergabungnya pelaku usaha kecil dan menengah yang telah eksis selama sekitar 11 tahun. Hingga saat ini, lebih dari 105.000 toko kelontong berada di bawah binaan SRC.

        Setelah bergabung dengan SRC, perubahan pun dirasakan Mami. Warungnya menjadi semakin ramai pembeli.

        "Sesudah gabung, Mami diajarin soal manajemen toko. Banyak konsumen langsung datang, ramai toko ini jadinya," kata Mami, yang saat ini menjabat Ketua Pembina SRC Medan-1 ini.

        Sebelum menjadi anggota SRC, Mami hanya menggantung barang-barang yang ia jual di warungnya. Usai pembekalan dan pelatihan manajemen yang diberikan SRC, Kantin Amik tampak lebih rapi karena barang-barang mulai disusun rapi di rak. Tak lagi bergelantungan. Hasilnya, omzet melesat berkali-kali lipat.

        Mereka yang bergabung di SRC mendapatkan pengetahuan mengenai manajemen usaha sehingga perkembangan usahanya menjadi lebih baik. Pengetahuan itu di antaranya terkait penataan toko, pemasaran, manajemen keuangan, dan lain-lain.

        Pada 9 Mei lalu, SRC baru saja meluncurkan aplikasi ponsel "AYO SRC" untuk memudahkan para toko kelontong saling berbagi ilmu bisnis, mendapat informasi mengenai pembinaan UKM Sampoerna, dan memudahkan proses pengelolaan toko. Peluncuran aplikasi ini juga turut mendukung proses literasi dan infrastruktur berbasis digital pada pengembangan bisnis dan penciptaan peluang.

        Tidak hanya menjajakan dagangannya, Mami juga menyediakan area kosong untuk penjual makanan lain, seperti mie goreng dan nasi goreng. Bagi perempuan kelahiran 1961 ini, bergabung dalam komunitas SRC tidak melulu semata untuk urusan bisnis. Menurutnya, SRC sangat membantu dalam mendekatkan antara satu pedagang dengan pedagang lain sehingga kini ia memiliki banyak saudara dari Sabang sampai Merauke.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cahyo Prayogo
        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: