Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Viral, Gajah Kurus Kering di Sri Lanka yang 'Disiksa' untuk Festival

        Viral, Gajah Kurus Kering di Sri Lanka yang 'Disiksa' untuk Festival Kredit Foto: Facebook/Save Elephant Foundation
        Warta Ekonomi, Kolombo -

        Sedang viral di jagat maya tentang seekor gajah yang kondisinya sangat memperihatinkan karena bertubuh kurus kering. Seekor gajah berusia 70 tahun itu sangat kurus dan kelaparan karena "disiksa" pemiliknya untuk diarak dalam sebuah festival di Sri Lanka. Tak semua orang di acara itu menyadarinya sebab pada gajah itu ditutupi kain dan acara itu dilangsungkan pada malam hari.

        Save Elephant Foundation, yayasan perlindungan gajah, mengungkap kondisi satwa bernama Tikiiri tersebut. Foto-foto kondisi Tikiiri telah dibagikan pada hari Senin untuk menandai Hari Gajah Sedunia.

        Setiap tulang rusuk dapat dilihat di tubuh Tikiiri. Meski tubuhnya lemah, satwa ini akan bekerja bersama 60 gajah lainnya untuk Festival Perahera yang akan berlangsung selama sepuluh hari.

        Festival sepuluh hari tersebut merupakan festival Buddha yang menampilkan hewan-hewan yang didekorasi bersama dengan banyak seniman termasuk penari, pemain sulap hingga musisi. Petugas pemadam kebakaran juga diikutkan dalam festival.

        "Tikiiri bergabung dalam pawai setiap malam dari awal hingga larut malam selama sepuluh malam berturut-turut, di tengah-tengah kebisingan, kembang api, dan asap," terang Save Elephant Foundation dalam sebuah pernyataan, Rabu (14/8/2019).

        Yayasan itu membeberkan fakta bahwa gajah Tikiiri harus berjalan beberapa kilometer tiap malamnya. Orang-orang di sekitar yang tengah menyaksikan upacara pun tak menyadari bahwa gajah itu sangat kurus tak terawat.

        "Dia berjalan beberapa kilometer setiap malam sehingga orang-orang akan merasa diberkati selama upacara. Tidak ada yang melihat tubuh kurusnya atau kondisinya yang melemah, karena kostumnya," lanjut yayasan itu dikutip Mirror.?

        Yayasan juga menyayangkan tak ada yang menyadari kalau ternyata gajah itu tengah menitikan air mata dan tidak ada kebebasan pada gajah Tikiiri, sebab kakinya dibelenggu saat berjalan.

        "Tidak ada yang melihat air mata di matanya, terluka oleh cahaya terang yang menghiasi topengnya, tidak ada yang melihat kesulitannya untuk melangkah ketika kakinya dibelenggu pendek saat dia berjalan," lanjut Save Elephant Foundation.

        Save Elephant Foundation menyebut ada kontradiksi dalam penyelenggaraan upacara itu. Sebab di satu sisi acara ini menyambut suatu berkah atau sesuatu yang suci, namun di sisi satunya, acara tersebut membuat makhluk hidup lain sengsara.

        "Bagaimana kita bisa menyebut (festival) ini suatu berkah, atau sesuatu yang suci, jika kita membuat hidup makhluk lain menderita?," imbuh yayasan tersebut.

        Save Elephant Foundation mengatakan Tikiiri bekerja untuk Tooth Temple (Kuil Gigi) di Kota Kandy. Yayasan itu mendesak orang-orang untuk menulis surat kepada Perdana Menteri Sri Lanka agar mengakhiri kekejaman terhadap satwa tersebut.

        "Kami tidak dapat membawa dunia yang damai kepada gajah jika kami masih berpikir bahwa gambar ini dapat diterima," kata yayasan itu.

        Seruan dari yayasan itu adalah mencintai sesama makhluk hidup, tidak saling menyakiti, dan menyebar kebaikan dan kasih sayang seperti yang diajarkan Buddha.

        "Mencintai, tidak menyakiti, mengikuti jalan kebaikan dan kasih sayang, ini adalah Jalan Buddha. Inilah saatnya untuk mengikutinya," pungkasnya.

        Yayasan nirlaba tersebut berfokus pada penyediaan perawatan untuk populasi gajah tawanan Thailand. Yayasan yang didirikan oleh Sangdeaun Lek Chailert itu mulai mengadvokasi kesejahteraan gajah di Asia karena kecintaannya pada simbol nasional negara tersebut dan kekhawatiran tentang spesies yang terancam punah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: