Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau World Mental Health Day diperingati setiap tahunnya pada tanggal 10 Oktober. Peringatan ini sebagai media untuk mempromosikan kesehatan jiwa dan menciptakan kesadaran tentang isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan mental.
Tekanan hidup yang semakin rumit, antara lain tekanan sosial, ekonomi, pekerjaan, tingkat kemacetan, dan sebagainya seringkali memicu terjadinya stres.?Stres berpotensi memicu depresi yang berkelanjutan. Di tengah meningkatnya tekanan hidup, jumlah kasus gangguan mental terus bertambah hingga berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas jangka panjang.
Gangguan mental emosional adalah gangguan yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil ditanggulangi. Peningkatan proporsi gangguan mental pada data yang didapatkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 cukup signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7 persen menjadi 7 persen. Gangguan emosional ini ditemukan lebih tinggi pada penduduk perkotaan dibandingkan penduduk di perdesaan. Gangguan mental yang paling umum adalah depresi, gangguan bipolar dan skizofrenia.
Baca Juga: Gelar Edukasi Kesehatan Ginjal, Project Sunrise Gandeng Dinkes DKI Jakarta
Menurut prediksi WHO, depresi akan menjadi penyebab penyakit kedua terbesar di seluruh dunia. Stres psikososial yang berlanjut terus menerus tanpa diselingi dengan periode pemulihan yang mencukupi dapat menimbulkan gejala-gejala depresi dan mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh, rentan terhadap infeksi, meningkatkan risiko alergi, burnout syndrom (keletihan emosional, depersonalisasi, berkurangnya perhargaan pada diri sendiri), berat badan berlebih, gangguan saluran pencernaan, hipertensi, penyakit jantung koroner, migrain dan kanker.
Depresi adalah gangguan yang terkait dengan gejala utama seperti meningkatnya kesedihan dan kecemasan, kehilangan nafsu makan, suasana hati yang tertekan, serta hilangnya minat dengan kegiatan yang menyenangkan. Jika tidak ada intervensi yang tepat waktu, gangguan ini dapat menyebabkan berbagai konsekuensi. Pasien yang menderita depresi menunjukkan kecenderungan bunuh diri.
Stres hingga depresi merupakan masalah psikologi yang biasanya ditangani dengan konseling ataupun secara medis dengan obat antidepresan, namun ada hal lain yang turut berperan terhadap timbulnya stres yaitu asupan gizi. Banyak orang menyadari hubungan antara gizi dengan penyakit fisik, namun masih sedikit yang menyadari adanya hubungan gizi dengan depresi.
Gizi memiliki peran penting terhadap terjadinya depresi, hingga durasi dan tingkat keparahannya. Ketidakseimbangan gizi berhubungan dengan risiko mudah atau tidaknya seseorang mengalami depresi.
Depresi umumnya menyebabkan penderitanya cenderung memiliki nafsu makan yang buruk, melewatkan jam makan, dan dominan memilih makanan dan minuman yang manis. Salah satu faktor yang sering mendasari terjadinya stres adalah buruknya pengendalian kadar gula dalam darah.
Gejala-gejala gangguan pengendalian kadar gula dalam darah diantaranya adalah kelelahan, mudah marah, pusing, sulit tidur, konsentrasi yang buruk dan depresi. Untuk meningkatkan toleransi stes, disarankan memilih jenis karbohidrat kompleks dengan indeks glikemik yang rendah dan tinggi serat seperti beras merah, oat, roti gandum utuh dan mengurangi jenis karbohdirat sederhana seperti produk-produk yang dimaniskan dengan gula.
Selain akibat buruknya pengendalian kadar gula dalam darah, bila dicermati lebih jauh umumnya asupan gizi penderita depresi tidak mencukupi kebutuhan. Kekurangan zat gizi yang paling umum terlihat pada penderita gangguan mental adalah kekurangan asam lemak omega-3.
Asupan asam lemak omega-3 berperan dalam pencegahan beberapa gangguan termasuk depresi. Kekurangan asam lemak omega-3 dapat mempercepat penuaan otak.
Otak merupakan organ yang memiliki kadar lemak tertinggi dibandingkan dengan organ-organ lainnya. Lemak di otak terdiri dari asam lemak yang memiliki fungsi sebagai komponen struktural membran otak. Diperkirakan mengandung 50% asam lemak tak jenuh ganda dimana sekitar 33%-nya merupakan asam lemak omega-3 dan bersifat esensial atau hanya diperoleh dari asupan makanan.
Penurunan konsumsi asam lemak omega-3 dari ikan seperti ikan salmon, tenggiri dan tuna serta sumber-sumber lain meningkatkan kecenderungan depresi. Dua asam lemak omega-3, yaitu asam eikosapentaenoat (eicosapentaenoic acid, EPA) dan asam dokosaheksanoat (docosahexaenoic acid, DHA), yang ditemukan dalam minyak ikan, menimbulkan efek antidepresan pada manusia. Data epidemiologis dan studi klinis telah menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 dapat secara efektif mengobati depresi.
Direkomendasikan untuk konsumsi 0,65 gram omega-3 setiap harinya untuk asupan harian yang memadai. Ikan haring (1700 mg/100 g), Ikan sarden (1400 mg/100 g) dan ikan salmon (1600 mg/100 g) merupakan makanan sumber omega-3. Dengan penyajian 2 sampai 3 kali per minggu dapat memberikan sekitar 1 gram asam lemak omega-3 setiap harinya. Minyak ikan mengandung 30 hingga 35% asam lemak omega-3 (3 gram minyak ikan mengandung 1 gram asam lemak omega-3) dan mengandung hingga 85% EPA/DHA. Umumnya 1 kapsul minyak ikan mengandung 180 mg EPA dan 120 mg DHA. Dosis harian yang disarankan untuk beban mental yang sangat tinggi dan stres adalah 1-3 gram omega 3.
Konsumsi makanan laut seperti ikan tergolong rendah di Indonesia. Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) menetapkan target konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2019 adalah 55 kg per kapita per tahun. Pada tahun 2018 konsumsi ikan di Indonesia sebesar 50,69 kg per kapita per tahun. Masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia (70 kg per kapita tahun) dan Singapura (80 kg per kapita per tahun), dan jauh di bawah negara Jepang yang hampir 100 kg per kapita per tahun.
Selain zat gizi omega-3, penderita depresi umumnya kekurangan asupan vitamin B. Kondisi ini diperparah dengan kecendrungan penderita depresi akan makanan dan minuman yang manis. Konsumsi gula yang berlebihan memerlukan banyak vitamin B untuk proses katabolisme (pemecahan) gula dalam tubuh. Padahal vitamin B yang cukup sangat penting fungsinya untuk menjaga suasana hati. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin sehari-hari kita membutuhkan daging merah, telur, aplukat dan berbagai sumber vitamin B lainnya.
Kekurangan zat gizi lain yang umum terjadi pada penderita depresi adalah kekurangan vitamin C. Penderita depresi terpapar dengan stres oksidatif dan ditemukan penurunan vitamin C dalam darahnya. Vitamin C adalah salah satu antioksidan terpenting dalam tubuh dan memberikan perlindungan terhadap stres oksidatif. Otak merupakan salah satu organ yang memiliki kandungan vitamin C tertinggi dalam tubuh.
Kandungan vitamin C dalam otak 10 kali lebih banyak dibandingkan kandungan vitamin C dalam darah. Vitamin C disimpan oleh sel-sel otak berperan dalam membentuk neurotransmitter. Kekurangan neurotransmitter berhubungan dengan depresi sehingga kekurangan vitamin C dapat menyebabkan gangguan saraf termasuk depresi. Vitamin C dapat kita peroleh dari makanan-makanan tinggi kandungan vitamin C seperti jambu biji, jeruk, pepaya dan brokoli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: