Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kemendag Mau Libas Negara Penghambat Hambat Ekspor Besi dan Baja RI, Caranya...

        Kemendag Mau Libas Negara Penghambat Hambat Ekspor Besi dan Baja RI, Caranya... Kredit Foto: Krakatau Steel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) menyikapi kebijakan modernisasi instrumen pengamanan perdagangan (modernisasi trade remedies) negara lain yang menghambat ekspor besi dan baja Indonesia.

        Pada bimbingan teknis (bimtek) bertemakan Modernisasi Trade Remedies: Tantangan bagi Industri Besi dan Baja, Selasa (12/11/2019), di Gading Serpong, Tangerang Selatan, tercetus pembentukan komite nasional untuk mengatasi berbagai permasalahan trade remedies dengan negara lain.

        "Melalui bimtek ini, tercetus pemikiran perlu adanya sebuah komite nasional yang khusus menangani tuduhan trade remedies dan gugatan internasional terhadap kebijakan nasional," tutur Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati.

        Baca Juga: Permendag 110/2018 Gak Efektif, Impor Baja Masih Melangit

        Ide tersebut muncul untuk merespons pemikiran dari kalangan industri baja nasional yang ingin mengubah sistem penerapan trade remedies Indonesia, khususnya di area antidumping. Instrumen ini disediakan untuk mengatasi praktik perdagangan tidak adil. Maka, implementasinya harus dilaksanakan secara cepat dalam sistem pengambilan keputusan yang lebih sederhana.

        "Pemerintah berharap komunikasi dan keterlibatan secara rutin dari pelaku usaha dan instansi daerah dalam menghadapi hambatan ekspor dapat menjadi senjata yang ampuh dalam menangani hambatan ekspor Indonesia khususnya yang terkait dengan tuduhan trade remedies," ujar Pradnyawati.

        Di pasar global saat ini, banyak negara melakukan proteksi terhadap pasar domestiknya dari membanjirnya produk baja impor melalui berbagai instrumen. Stagnasi penyelesaian masalah tersebut mendorong beberapa negara untuk melakukan tindakan ekstrim dalam menghambat arus impor produk baja ke negaranya.

        Misalnya, kebijakan tarif global Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal 2018 dengan mengeluarkan tarif tambahan 25 persen terhadap produk baja dan aluminium atas dasar keamanan nasional (Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962).

        Kebijakan ini disusul upaya pengamanan perdagangan (safeguard) secara sporadis oleh negara Uni Eropa, Kanada, dan Turki. Ada pula kebijakan antidumping dan antisubsidi dari beberapa negara lainnya terhadap produk besi dan baja Indonesia, khususnya produk baja nirkarat (stainless steel).

        "Sektor besi dan baja kerap menjadi sasaran penggunaan instrumen trade remedies negara mitra dagang Indonesia," papar Pradnyawati.?

        Pada 2019, lanjut Pradnyawati, Indonesia dihadapkan dengan inisiasi penyelidikan antidumping produk wind tower oleh Amerika Serikat serta antidumping dan antisubsidi produk baja nirkarat oleh Uni Eropa dan India.

        Baca Juga: Fokus Usaha ke Bisnis Besi Bekas, Harga Saham OPMS Naik Kelas!

        Selain itu, ada beberapa tindakan pengamanan perdagangan yang diberlakukan oleh Uni Eropa, Maroko, Mesir, Rusia, Kanada, dan negara teluk menambah daftar panjang hambatan ekspor yang dihadapi industri baja nasional.

        Pradnyawati menambahkan, modernisasi legislasi trade remedies Uni Eropa mengubah tata cara penyelidikan antidumping Uni Eropa dengan memasukkan konsep intervensi mendistorsi pasar.

        Dari perspektif negara tertuduh, konsep ini dapat dianggap sebuah bentuk kolonialisasi karena menunjukkan sikap agresif dari sebuah negara maju. Prosedur penyelidikan trade remedies, khususnya antidumping melebar ke ranah kebijakan pemerintah.

        "Pada prinsipnya, antidumping menyelidiki perilaku harga yang diterapkan oleh suatu perusahaan, namun kini bercampur dengan konsep intervensi mendistorsi pasar. Indonesia merupakan negara pertama yang dituduh dengan menggunakan konsep tersebut," tukas Pradnyawati.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: