Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Merugi di Amerika, Maskapai China Beralih ke Asia

        Merugi di Amerika, Maskapai China Beralih ke Asia Kredit Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejumlah maskapai penerbangan China beralih ke rute Asia dengan menambah kursi pada penerbangan jarak pendek dan menengah. Asia merupakan pasar menjanjikan dan terus bertumbuh. Sebelumnya, maskapai China mengalami kerugian di rute Amerika Utara.

        Selama 10 tahun terakhir, jumlah kursi di rute AS yang dioperasikan tiga maskapai China naik empat kali lipat. Namun, ekspansi itu harus dibayar mahal. Selama tiga tahun, industri penerbangan internasional China berada di zona merah. Menurut data Asosiasi Transportasi Udara China, kerugiannya mencapai 21,9 miliar yuan setara US$3,13 miliar pada 2018.

        Baca Juga: China Geram, Senat AS Loloskan RUU Dukung Demokrasi Hong Kong

        Maskapai China lalu mencari rute menguntungkan yang lebih dekat. Dari 105 rute internasional, bertambah menjadi lebih dari 800 rute. Sebagian besar fokus pada Asia Timur dan Asia Tenggara, beberapa rute Eropa juga ada.

        "Maskapai China sekarang mengambil pendekatan yang lebih komersial untuk layanan internasionalnya," ujar John Grant, analis senior di firma data penerbangan OAG, dikutip Reuters, Rabu (20/11/2019).

        "Jika Anda bisa menerbangkan pesawat selama empat jam dan tetap menguntungkan dibanding penerbangan 12 jam tapi tidak menghasilkan uang, Anda bisa melakukannya tiga kali setiap hari, sehingga bisnis lebih masuk akal," lanjutnya.

        China Eastern, contohnya, baru-baru ini mendapat persetujuan membuka rute baru dari Qingdao dan Chengdu ke Cheongju-si, Korea Selatan dan ke Osaka di Jepang. Juga dari Shanghai ke daerah Administrasi Aomori di Jepang dan dari Xining ke Nagoya, Jepang.

        Loong Air bulan lalu juga mendapat persetujuan membuka rute baru yang menghubungkan Chengdu dengan Jakarta. Air China mengoperasikan rute Beijing-Phnom Penh sejak awal tahun ini. China Southern malah sudah terbang dari Guangzhou ke Cebu di Filipina sejak Januari.

        Menurut penyedia data penerbangan Variflight, tahun ini empat maskapai China mengurangi enam penerbangan di rute AS lantaran permintaan berkurang. Air China menangguhkan penerbangan Beijing-Hawaii, Agustus lalu. Xiamen Airlines menangguhkan rute Xiamen-Shenzhen-Seattle.

        Setelah satu dekade terjadi pertumbuhan dua digit, tahun lalu, jumlah pengunjung China ke AS menurun. Kantor Perjalanan dan Pariwisata Nasional AS memperkirakan penurunan 5 persen lagi di tahun ini sebagai dampak dolar menguat dan konflik dagang AS-China.

        Kepala Eksekutif Asosiasi Perjalanan AS Roger Dow mengatakan, penerbangan jarak jauh AS menyusut menjadi 11,7 persen tahun lalu dari 13,7 persen pada 2015.

        Sementara, jumlah kursi pada penerbangan ke Amerika Utara yang dioperasikan tiga maskapai penerbangan teratas China naik 2,9 persen dalam tiga tahun terakhir. Kapasitas pada rute Asia Tenggara dan Eropa melonjak 30,6 persen dan 34,6 persen.

        "Permintaan rute Amerika Utara tidak sekuat sebelumnya sehingga maskapai mengalihkan kapasitas ke Jepang, Korea Selatan, dan Asia Tenggara untuk melindungi tarif mereka," kata Luya You, analis transportasi di BOCOM International.

        Manajemen Air China dan China Southern berharap Jepang dan Korea dapat menyumbang sebagian besar pertumbuhan kapasitas, tahun depan.

        Baca Juga: Peringatkan Taiwan, China: Lakukan Langkah Kemerdekaan Itu Cari Bencana Sendiri

        Penerbangan jarak jauh dinilai lebih menguntungkan karena persaingan dengan maskapai berbiaya rendah lebih sedikit dibanding dengan rute pendek. Artinya, tarif tinggi dapat menggantikan biaya bahan bakar, pesawat, dan kru yang lebih besar. Namun, ketika maskapai China yang disubsidi pemerintah mengincar pasar mereka, tarif menjadi begitu rendah sehingga mereka mencari rute internasional yang lebih dekat, tetapi menguntungkan.

        Menurut OAG's Grant, maskapai dapat melakukannya tanpa banyak investasi tambahan. Karena pesawat berbadan lebar generasi terbaru juga dapat bekerja dengan baik pada rute yang lebih pendek.

        Pada akhir 2018, tiga maskapai top China memesan 60 pesawat jarak jauh, sebagian besar Boeing 787 dan 777 serta Airbus A350. Semuanya dapat dengan mudah dipindahkan.

        "Tidak diragukan lagi, Asia Tenggara adalah tempat merealokasi pesanan mereka selama beberapa tahun ke depan," kata Grant.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lili Lestari
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: