Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Impor Minyak Bengkak Bukan Ulah Mafia Migas, Terus Apa?

        Impor Minyak Bengkak Bukan Ulah Mafia Migas, Terus Apa? Kredit Foto: Antara/Syaiful Arif
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Politisi Hanura, Inas N Zubir mengaku tidak begitu percaya mengenai isu mafia migas yang meyebabkan naiknya volume impor minyak, terlebih setelah Petral dibuarkan, telah banyak reformasi sistem pengadaan minyak di Pertamina.

        Dia mengingatkan, saat debat pilpres yang lalu, masyarakat bangga dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokow)i bahwa mafia minyak Petral sudah dibubarkan sehingga berharap harga BBM akan turun. Namun, menurutnya, isu mafia migas ini mencuat kembali menjadi opini akibat riuhnya berita pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Komisaris Utama Pertamina.

        "Apakah benar mafia migas tersebut masih ada di Pertamina? Jika tidak ada maka tentunya akan melukai perasaan segenap direksi dan karyawan Pertamina yang sekarang? ini sedang bekerja keras bebenah diri untuk menjadikan Pertamina sebagai World Class NOC," ujarnya secara tertulis, Selasa (3/12/2019).

        Baca Juga: Sebut Ahok Dilindungi 9 Naga, Rizieq Teriak...

        Baca Juga: Dirut Telkomsel Hijrah ke Pertamina, Direktur Keuangan Rangkap Ditunjuk Jadi Acting CEO

        Lanjutnya, ia mengatakan saat ini Pemerintah punya instrumen untuk mencermati tender minyak mentah dan BBM di ISC Pertamina, sehingga dapat melihat bahwa supply chain dalam tender ISC sekarang ini menjadi sangat singkat dan tidak sepanjang ketika tender minyak mentah dan BBM di handling oleh Petral.

        Pada saat tender di Petral, supply chain-nya adalah Trader/MOC-Calo 1?Calo2-NOC- Petral-ISC? Pertamina, dimana Trader adalah trading house, MOC adalah Major Oil Company, Calo 1 dan Calo 2 trading company milik orang Indonesia berbadan hukum di Singapura, NOC adalah National Oil Company, Petral/PES anak/cucu? Pertamina dan ISC adalah unit pengadaan crude dan BBM di Pertamina.

        Panjang-nya supply chain tersebut, jelas Inas, terkonfirmasi juga pada laporan KordaMentha tahun 2015, dimana akibat panjangnya supply chain tersebut menjadi bukti adanya mark up pengadaan crude dan BBM yang nilainya antara USD. 1.- hingga USD. 2.- ,? yang kemudian menjadi alasan bagi pemerintah untuk membekukan Petral.

        Adanya mark up di Petral, bukan saja mengenai panjangnya supply chain tapi juga formulanya, contohnya adalah RON88 alias bensin premium, ketika tender masih di Petral, formulanya adalah MOPS92 - USD. 0.5, karena tidak ada publikasi MOPS dari RON88 maka digunakan publikasi? RON92 dengan diskon hanya USD. 0.5 saja, tapi setelah Petral dibekukan lalu tender dilakukan di ISC Pertamina maka formulanya menjadi MOPS92 - USD. 2.5, berarti diskon atau potongan harganya justru jauh lebih banyak.

        "Setelah Petral dibekukan, Pertamina dengan serius bebenah diri sehingga supply chain sangat singkat yakni Tader/MOC/NOC-ISC Pertamina, dan tidak ada lagi calo terlibat, bahkan NOC juga tidak lagi menjadi perantara melainkan peserta tender seperti Trader dan MOC lainya, artinya bahwa mark up sudah bisa di eleminir dan akan sangat sulit melakukan mark up lagi, apalagi proses tendernya akuntabel," ujar dia.

        Lalu alibi pemerintah mengatakan impor minyak membengkak disebabkan oleh mafia, hal itu dirasa tidak logis dan terbantahkan oleh perubahan tatakelola sistem impor minya pada pertamina.?

        "Kenapa import crude dan BBM terus meningkat? Sangat sederhana! Karena penjualan kendaraan dalam negri terus digenjot, sehingga konsumsi BBM semakin meningkat, sedangkan produksi crude domestik tidak pernah bertambah, bahkan melorot sehingga hanya mampu berkontribusi setengahnya saja dari kebutuhan nasional yakni 1.5 juta bbls/day. Alasan pemerintah bahwa mafia migas yang menjadi penyebab naik-nya import minyak, adalah alasan yang tidak tepat," tegas Inas.?

        Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah lebih kreatif untuk meghadapi defisit migas termasus menghadirkan BBM alternatif dan mendorong kinerja hulu migas tanah air.??

        "Jika pemerintah ingin menekan defisit neraca perdagangan yang diakibatkan oleh import BBM, maka sebaiknya pemerintah melakukan swap atau barter minyak import dengan batubara domestik, karena Pertamina sudah terbiasa melakukan swap antara minyak dengan produk minyak, tapi walaupun swap antara minyak dengan batubara belum pernah dilakukan, apa salahnya untuk dijajaki juga," tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: