Virus corona yang telah menginfeksi lebih dari 6.000 orang dan menewaskan 162 orang di China, membuat sejumlah keluarga terpisah ketika mereka melarikan diri dari pusat wabah.
Pengembang perangkat lunak asal Inggris, Jeff Siddle, harus membuat keputusan menyakitkan lantaran harus meninggalkan istrinya, demi menerbangkan putri mereka, Jasmine, yang berusia 9 tahun, ke Inggris.
Baca Juga: WHO Ajak Dunia Internasional Ramai-ramai Dukung China Hadapi Virus Corona
"Istri saya berusaha agar tetap kuat tetapi dia benar-benar bingung," kata Siddle sebagaimana dilansir BBC, Kamis (30/1/2020).
Warga asing di Wuhan
Siddle dan istrinya Sindy, yang keturunan China, melakukan perjalanan dengan Jasmine ke Provinsi Hubei untuk menghabiskan Tahun Baru Imlek dengan kerabat mereka.
Provinsi Hubei adalah tempat bagi puluhan ribu pekerja asing dan pelajar menetap untuk jangka panjang. Di Hubei pula, lebih dari 3.500 orang telah dikonfirmasi terinfeksi virus korona. Lokasi terparah adalah Kota Wuhan, tempat pusat penyebaran virus dimulai.
Akibat kondisi tersebut, banyak negara telah mengumumkan rencananya untuk mengevakuasi warga mereka, seperti yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
Siddle dan keluarganya seharusnya dijadwalkan terbang kembali ke Inggris pada 1 Februari 2020, tetapi penerbangan dari Wuhan dibatalkan setelah pemerintah setempat menutup bandara, semua angkutan umum dan transportasi penghubung lainnya, untuk menahan penyebaran virus.
Mereka kemudian diberitahu otoritas konsuler Inggris bahwa Sindy, meskipun memegang visa tinggal permanen di Inggris sejak 2008, tidak akan diizinkan masuk ke penerbangan khusus yang disediakan guna mengevakuasi warga Inggris dari wilayah tersebut.
Disebutkan, penerbangan dari China ke Inggris bisa terjadi paling cepat pada Kamis, 30 Januari 2020.
"Kementerian Luar Negeri mengatakan kepada saya bahwa penerbangan itu hanya untuk warga negara Inggris, karena pihak berwenang China tidak mengizinkan warga China untuk pergi," kata Siddle menjelaskan kepada BBC.
"Saya harus membuat keputusan di mana anak perempuan saya yang berusia sembilan tahun, yang memiliki paspor Inggris, dan saya sendiri harus pergi, atau kami bertiga tinggal."
China adalah salah satu negara yang tidak mengakui kewarganegaraan ganda.
'Banjir air mata'
Siddle, Jasmine, dan Sindy, akhirnya memilih untuk berpisah, sebuah keputusan yang menyebabkan kesedihan luar biasa.
"Itu keputusan yang mengerikan," kata Jeff Siddle.
Baca Juga: Virus Corona Paksa Google Tutup Kantor di China
"Kita punya anak berusia sembilan tahun yang terpisah dari ibunya. Siapa yang tahu akan berapa lama semua ini?"
"Anak saya jelas sekali sedih luar biasa, air matanya tumpah, banjir air mata. Dia benar-benar sedih."
Situasi makin menegangkan, setelah Siddle diberitahu oleh otoritas konsuler Inggris bahwa dia dan putrinya harus melakukan perjalanan secara terpisah ke bandara Wuhan untuk dievakuasi.
"Ini perjalanan tiga jam ke bandara, tetapi jalan-jalannya terkunci. Anda tidak bisa mengemudi begitu saja di sana," kata Siddle."Kami menelepon pihak berwenang China dan diberi tahu bahwa kami membutuhkan surat diplomatik khusus agar mobil dapat membawa kami ke bandara."
"Kementerian luar negeri mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak dalam posisi untuk melakukannya," tambah Siddle.
BBC menghubungi Kementerian Luar Negeri Inggris, yang mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kasus keluarga Siddle telah "ditangani otoritas China".
Tetapi untuk sekarang, keluarga Siddle dan keluarga-keluarga lain yang anggotanya memiliki kewarganegaraan China harus membuat sejumlah keputusan yang memilukan.