Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kembali ke Alam, Petani Batang Toru Tingkatkan Produktivitas Sawit

        Kembali ke Alam, Petani Batang Toru Tingkatkan Produktivitas Sawit Kredit Foto: Agus Aryanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Salah satu syarat untuk mendapatkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah petani harus menerapkan good agricultural practices atau praktik budi daya tanaman sawit yang baik sesuai dengan standar yang ditentukan.

        Edi Parlindungan Purba mengungkapkan, sebelum mengikuti sekolah lapang, rangkaian program sertifikasi petani mandiri yang digagas oleh Conservation International (CI) Indonesia?dalam merawat tanaman sawitnya hanya mengikuti kebiasaan dan kemampuan yang dimiliki.

        Baca Juga: Menuju Sawit Berkelanjutan, 706 Petani Ikuti Sekolah Lapang

        Seperti dalam merawat gulma, sebelumnya tidak pernah memikirkan makhluk hidup yang hidup di dalam tanah, yang penting gulkanya hancur. Kemudian saat memupuk sawit, dilakukan ketika memiliki uang lebih memberikan pupuk secara berlebihan dan ketika tidak memiliki uang untuk membeli pupuk tidak dipupuk sama sekali.

        "Namun, setelah ikut sekolah lapang, kami diajarkan menjaga lingkungan hidup agar akar sawit bisa tetap tumbuh dengan baik. Pemupukan dengan tetap, tepat waktu, tepat jenis, tepat, dosis dan tepat tempat," ujar Edi.

        Masih dalam pengendalian gulma, jika dulu menghabiskan 8-9 liter herbisida, saat ini hanya membutuhkan 3,5 liter herbisida. Selain itu, petani juga mulai menggunakan burung hantu untuk membasmi hama tikus, feromon untuk kumbang tanduk, dan bunga pukul 8 untuk ulat api.

        Setelah melakukan hal itu, lanjut Edi, terjadi peningkatan produktivitas dari tanaman sawit yang dimilikinya. Jika sebelumnya buah sawit memiliki banyak duri, sekarang sawit menjadi lebih bagus. Hasil panen juga meningkat, dari sebelumnya 1 ton dalam dua hektare menjadi 1,5 ton dua hektare meskipun dalam kondisi trek.

        "Saat memanen dulu cuma kita lihat buah berwarna merah yang ternyata penglihatan kami yang salah. Sekarang kami tahu buah matang bisa dilihat dari brondolan," ujar Edi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: