Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Curhatan Pengusaha China yang Rugi Besar Akibat Virus Corona

        Curhatan Pengusaha China yang Rugi Besar Akibat Virus Corona Kredit Foto: Reuters/Adriano Machado
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengusaha asal China sekaligus CEO Black Lake Technologies, Zhou Yuxiang tidak berminat pada perayaan selama liburan Tahun Baru Imlek China tahun ini. CEO 30 tahun dari startup yang berbasis di Shanghai ini harus mencari cara untuk mengelola perusahaannya di tengah wabah virus corona yang mematikan di negara itu.

        Dilansir dari Forbes di Jakarta, Kamis (13/2/2020) ia pun turut bekerja dari rumah untuk mematuhi aturan karantina lokal yang telah menurunkan produktivitas, sementara biaya tetap tinggi karena dia masih perlu membayar sewa meski tidak ada yang menggunakan kantor.

        Baca Juga: Airbnb Dilaporkan Rugi Rp4,41 Triliun, Gara-Gara Virus Corona?

        Terlebih lagi, kata Zhou, klien lebih lambat untuk mengambil kontrak baru karena pabrik tutup dan produksi tertunda, hal ini menghambat pertumbuhan perusahaannya.

        "Epidemi ini menyebabkan penangguhan produksi untuk sejumlah besar klien pabrik," katanya, yang menghitung 300 pemilik pabrik sebagai pelanggan perangkat lunak manajemen berbasis cloud-nya.

        "Tidak dapat diprediksi kapan pabrik dapat melanjutkan produksi telah meningkatkan ketidakpastian untuk pertumbuhan kuartal pertama kami."

        Saat virus mematikan itu belum menunjukkan tanda-tanda mereda, kancah bisnis China tengah meluas dan populer. Beberapa perusahaan, termasuk milik Zhou, berharap dapat mengganti kerugian sebelum akhir tahun, bahkan pengusaha lain ada yang menderita pukulan jauh lebih dahsyat.

        Hal ini disebabkan kerusakan ekonomi epidemi itu sangat luas. Diyakini bahkan lebih menular daripada epidemi Sindrom Pernafasan Akut tahun 2003 (SARS), yang menyebabkan pemerintah China memberlakukan penutupan mal nasional, pembatalan film dan penutupan pabrik untuk mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.

        Ketika aktivitas manufaktur dan bisnis berhenti, pertumbuhan PDB kuartal pertama akan anjlok menjadi 3,8% ?yang setara dengan USD 62 miliar atau setara dengan Rp849 triliun dalam pertumbuhan yang hilang ? dan menyeret pertumbuhan PDB setahun penuh di bawah 6% menjadi 5,4%, menurut ekonom UBS Wang Tao.

        Sektor yang paling terpukul adalah katering, hiburan, perhotelan, ritel, dan transportasi. Bisnis-bisnis ini cenderung memiliki persediaan besar atau banyak pengeluaran, tetapi mereka tidak dapat menghasilkan pendapatan ketika orang-orang harus diisolasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel:

        Berita Terkait