Selain penipuan melalui toko online (e-commerce), masih banyak modus penipuan (phising) lain yang secara khusus ditangani Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait keamanan informasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun gencar mengedukasi masyarakat agar berhati-hati, misal agar tidak mengklik link atau url website yang mencurigakan.
"Masyarakat jangan mudah klik link website yang mencurigakan. Seringkali link misal menambahkan satu dua huruf satu dua kata, seperti aslinya, padahal ulr website tidak benar. Kominfo fokus mengedukasi dan mengawasi agar tidak terjadi kasus-kasus seperti itu," ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.
Baca Juga: Lakukan Penipuan Produk Alat Kesehatan, Ribuan Toko Online Ditutup
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, pun mewanti-wanti agar masyarakat lebih hati-hati dalam berbelanja daring. Juga, benar-benar mencermati setiap prosedur saat berbelanja agar tidak dirugikan. Pasalnya, di tengah wabah Covid-19, di mana masyarakat membutuhkan banyak alat kesehatan untuk melindungi diri dan keluarga, muncul pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan memanfaatkan kepanikan.
Modus penipuan beragam, termasuk melalui pengiriman barang bodong dan juga melalui phising.? Phising menjadi salah satu andalan penipu di tengah timbulnya permintaan tinggi dan kepanikan masyarakat untuk mencari alat kesehatan. Diketahui, melalui phising seorang peretas bisa menjebak untuk memberikan data-data penting secara tanpa disadari melalui jaringan internet, yang berujung peretasan.
Jenis penipuan yang paling populer dan kerap digunakan adalah clone phishing. Pada penipuan jenis ini, serangan dilakukan dengan melalui surat elektronik yang terlihat resmi dan mengandung attachment di dalamnya. Attachment ini kemudian digunakan untuk mengambil data dari si korban untuk kemudian dikirimkan lagi ke tempat yang diinginkan oleh si pelaku.
Sementara, jenis phising yang belakangan marak terjadi di marketplace Indonesia menggunakan pendekatan social engineering. Menyadari kesulitan masyarakat membeli alat kesehatan, peretas memanipulasi korban untuk mengklik suatu tautan yang dikirim melalui direct message, Whatsapp atau SMS. Peretas biasanya memberikan alasan bahwa terjadi kesalahan di sistem atau pesanan tercatat berulang. Tautan di luar sistem marketplace itulah yang nantinya akan meminta data-data pribadi atau bahkan lebih parah, data finansial korban.
Piter menjelaskan, untuk mengurangi penipuan di perdagangan online memang tidak mudah. Menghilangkan sama sekali rasanya tidak mungkin. Karena itu, ia mendorong agar marketlpace lebih gencar meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang bagaimana belanja online secara aman.
"Salah satunya adalah dengan hanya belanja online di marketplace yang sudah teruji dan kredibel serta pergunakan sistem yang mereka punya," ujar Piter.
Piter menambahkan agar konsumen jangan mau dipancing bertransaksi atau menyerahkan data-data di luar sistem meskipun bertemu seller di marketplace. Selain sosialisasi edukasi, tak kalah penting, pemerintah juga menata regulasi tentang perizinan dan pengawasan terhadap mereka yang melakukan penjualan secara online. Mereka yang akan menjual sesuatu secara online hendaknya terdaftar dan diawasi.
Langkah selanjutnya adalah meningkatkan peran lembaga perlindungan konsumen untuk menampung pengaduan korban penipuan perdagangan online. Marketplace juga harus bertanggung jawab apabila terjadi penipuan oleh salah satu lapak atau penjual yan ada di marketplace yang mereka kelola.
"Semua praktik tak wajar termasuk menjual harga di atas harga pasar, memanfaatkan situasi seperti wabah corona, seharusnya menjadi bagian yang diawasi dan dicegah oleh pengelola marketplace di bawah pengawasan pemerintah," tegas Piter.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum