Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Puluhan Tenaga Medis yang Tangani Corona Meninggal, Ini Deretan Penyebabnya

        Puluhan Tenaga Medis yang Tangani Corona Meninggal, Ini Deretan Penyebabnya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Bogor -

        31 tenaga medis yang merawat pasien COVID-19 meninggal dunia. Berbagai faktor menjadi penyebabnya, apa sajakah itu?

        Dalam laporan Kementerian Kesehatan RI, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Bambang Wibowo mengungkap, kebutuhan APD sangat tinggi di tengah pandemi tapi stok terbatas.

        "Kebutuhan APD sangat tinggi, sementara persediaannya terbatas. Pada saat pandemi seperti sekarang, APD ternyata tak hanya digunakan tenaga medis, tetapi pasien dan masyarakat umum pun menggunakannya," kata Bambang beberapa waktu lalu.

        Baca Juga: Corona dan DBD Ancam Warga Indonesia Sekaligus, Jubir Pemerintah: Belum Disiplin, di Rumah Aja!

        Keterbatasan APD ini menjadi ancaman serius para garda terdepan penanganan COVID-19 di Tanah Air. Padahal, APD sangat dibutuhkan karena atribut itu berfungsi sebagai penghalang bahan infeksius seperti virus dan bakteri yang bisa saja menempel di kulit, mulut, hidung, atau selaput lendir mata para tenaga kesehatan.

        Tidak hanya itu APD ini pun digunakan untuk memblokir kontaminasi darah, cairan tubuh, dan sekresi pernapasan pasien COVID-19. Lalu, saat alat pelindungnya saja terbatas, dengan apa para tenaga medis ini berlindung?

        Sifat Tidak Jujur Pasien

        Masalah lain yang dihadapi petugas medis di Indonesia dalam menangani kasus COVID-19 ini adalah sifat tidak jujur pasien. Ya, ini juga menjadi fakta yang mesti dijadikan pembelajaran bagi siapapun. Ternyata, masih banyak pasien tidak mau menjelaskan secara jujur kondisi kesehatan maupun riwayat hidupnya. Dalam situasi ini apakah Anda tak sadar sangat membahayakan petugas medis yang merawat?

        Jika Anda tidak bercerita jujur misalnya dengan mengatakan tidak ada keluhan batuk atau telah lakukan perjalanan ke luar negeri, petugas medis tak akan memperlakukan Anda sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan) maupun PDP (Pasien Dengan Pengawasan).

        Kalau sudah begini, dokter dan tenaga medis sangat rentan terpapar karena tidak menyadari telah merawat pasien namun tidak sesuai protokol COVID-19. Akibatnya, para tenaga medis yang berada di garda terdepan dalam Indonesia lawan corona, banyak yang jadi korban. Konyol sekali, bukan?

        Kejadian ini terjadi di Purwodadi, Jawa Tengah. Petugas medis dan pegawai rumah sakit terkena imbas karena pasien dengan gejala COVID-19 tak bercerita jujur mengenai kondisinya.

        Si pasien tidak mengaku bahwa dirinya tak habis bepergian dari luar negeri maupun daerah zona merah COVID-19. Karena pernyataan tersebut, pasien tak ditempatkan di ruang isolasi melainkan di bangsal biasa dengan pasien non-COVID-19.

        Setelah perawatan beberapa hari, ditemukan gejala pneumonia. Setelah itu baru pasien mengaku jujur bahwa dirinya habis bepergian ke luar negeri. Pernyataan tersebut lantas membuat seluruh petugas medis yang menangani pasien wajib melalukan rapid test.

        Adanya Kegiatan Medis yang Berpotensi Menularkan Corona Lewat Udara

        Nasib petugas medis yang tak langsung bertemu dengan pasien COVID-19 pun kini semakin mengkhawatirkan. Sebab, WHO belum lama ini mengeluarkan pernyataan bahwa virus corona COVID-19 bukan hanya menular lewat droplet, melainkan airborne atau menular lewat udara.

        Namun, ada catatan penting yang diselipkan WHO dalam pernyataannya itu. Dikatakan di sana, penularan virus corona COVID-19 melalui udara mungkin terjadi ketika melakukan prosedur pendukung yang menghasilkan aerosol.

        Aktivitas macam apa itu? WHO memberi contoh, prosedur medis seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, penyedotan terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap, memutus hubungan ventilator pada ventilasi tekanan positif non invasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner.

        Nah, kegiatan di atas ternyata banyak dijumpai dalam praktik sehari-hari dokter gigi dan dokter telinga, hidung, tenggorokan (THT). Karena itu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengimbau agar dokter gigi dan THT tak beroperasi selama pandemi. Ini dilakukan untuk meminimalisir penularan virus corona COVID-19 pada dokter gigi dan THT.

        Dari semua fakta ini, tentu menjadi tugas kita bersama bangsa Indonesia untuk saling melindungi. Seperti pesan Jubir Pemerintah Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto, caranya sederhana, berdiam diri di rumah agar penyebaran virus tak semakin meluas.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: