Pada akhir 2019 lalu, pihak Uni Eropa telah mengusulkan pembatasan level aman 3-monochlorpro-pandiol ester (3-MCPD) untuk minyak sawit sekitar 2,5 ppm.
3-MCPD merupakan senyawa kontaminan pemprosesan makanan yang ditemukan dalam beberapa makanan olahan dan minyak nabati, termasuk minyak kelapa sawit. Berdasarkan penelitian EFSA disebutkan minyak sawit mengandung 3-MCPD tertinggi di antara minyak nabati lainnya sebesar 3-7 ppm. Senyawa ini akan muncul di minyak sawit ketika dipanaskan di atas suhu 200 derajat.
Pemisahan batasan level aman 3-MCPD yang diusulkan Uni Eropa tersebut dikhawatirkan akan memunculkan kebingungan pasar dan memicu diskriminasi antarjenis minyak nabati dunia. Tidak hanya itu, usulan tersebut juga tidak memiliki dasar ilmiah serta tidak ada pula alasan risiko kesehatan yang dapat dibenarkan.
Baca Juga: Covid-19 Menghadang, Daya Saing Minyak Sawit Tetap Cemerlang!
Perlu menjadi perhatian bahwa kandungan 3-MCPD tidak bisa menjadi alasan tunggal dalam menentukan keamanan suatu jenis minyak yang digunakan, lantaran kualitas dan kesegaran bahan baku, serta proses di dalamnya juga perlu dipertimbangkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko), Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa negara-negara produsen minyak sawit adalah negara produsen yang bertanggung jawab terkait keamanan pangan.
Isu keamanan pangan merupakan salah satu tantangan yang dihadapi industri makanan dan telah dilakukan berbagai langkah untuk dapat diterima sesuai dengan standar yang berlaku. Beragam teknologi digunakan dalam mitigasi guna memperoleh tingkat 3-MCPD yang ditetapkan telah dikembangkan, termasuk mitigasi dengan membuat strategi dan rekomendasi standar operasional prosedur (SOP).
Lebih lanjut, kata Airlangga, pihaknya tetap memerhatikan upaya usulan yang dilakukan Uni Eropa mengenai batas aman 3-MCPD untuk minyak sawit mencapai 2,5 ppm yang digunakan sebagai bahan baku makanan. Rencananya regulasi tersebut akan diterapkan pada 2021 mendatang.
Airlangga memahami Uni Eropa melakukan langkah tersebut, lantaran mereka menjadi salah satu pengimpor minyak sawit terbesar, di mana sekitar 6 juta ton minyak nabati yang diimpornya berasal dari wilayah tropis dan sekitar 90 persen di antaranya diolah di negara tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti