Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp491,55 triliun untuk pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi. Stimulus ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional.
Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Jokowi berharap, terbitnya payung hukum ini, dapat melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan usaha rakyat maupun industri agar tetap bertahan di masa sulit akibat corona.
Baca Juga: Bu Ani Nyuruh Turun 'Kasta' BPJS, Warganet: Hanya Era Jokowi Rakyat Disuruh Miskin, Menyakitkan!
Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan, ada sejumlah bantuan bagi dunia usaha, baik swasta maupun BUMN hingga bantuan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang disediakan pemerintah lewat PEN.
"Nantinya, PEN akan diawasi dan dievaluasi oleh Menteri Keuangan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memastikan program ini dimanfaatkan sesuai tujuan pemulihan ekonomi nasional," kata Dini di Jakarta.
Dalam salinan PP itu, terdapat beberapa poin-poin penting untu pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebutuhan keuangan Negara. Di antaranya, Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk dijadikan sebagai modal Badan Usaha Milik Negara dan/atau perseroan terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.
Ada juga penempatan dana pemerintah untuk memberikan dukungan likuiditas bagi perbankan yang berkategori sehat dan tergolong 15 bank beraset terbesar. Dana ini bisa dimanfaatkan bank untuk melakukan restrukturisasi kredit atau tambahan kredit modal kerja.
Selain itu, ada juga investasi dan atau penjaminan pemerintah melalui badan usaha yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Adapun sumber pendanaan PEN diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sumber lainnya sesuai perundangundangan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menuturkan, dampak dari wabah virus corona pada tahun ini masih akan berlanjut sampai tahun depan. Namun pemerintah optimis target pertumbuhan ekonomi pada 2021 berada di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen.
Optimisme tersebut dijadikan sebagai dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Hal tersebut, disampaikan Ani, sapaan akrabnya, pada Sidang Paripurna DPR RI terkait Kerangka-kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran (TA) 2021.
Baca Juga: Peneliti Italia Sebut Covid-19 Mungkin Berakhir Sebelum Vaksin Ditemukan, Semoga Ya Tuhan!
"Sebagai dasar penyusunan RAPBN 2021 adalah sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi 4,5 persen-5,5 persen, inflasi 2,0 persen-4,0 persen, tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67 persen-9,56 persen, nilai tukar Rp14.900-Rp 15.300 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia 40-50 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 677-737 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1.085-1.173 ribu barel setara minyak per hari," ujar Ani.
Ia juga menjelaskan, fokus pemulihan ekonomi ke depan juga diarahkan pada reformasi di bidang kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), serta belanja negara.
"Di bidang kesehatan, reformasi diarahkan untuk mendukung percepatan pemulihan Covid-19, sinergi/koordinasi pusat dan daerah, peningkatan layanan kesehatan termasuk health security preparedness, dan reformasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC)," tambah Ani.
Di bidang perlindungan sosial, reformasi diarahkan untuk integrasi dan sinergi antarprogram agar menjamin ketepatan sasaran dan peningkatan efektivitas. "Ini menjadi langkah penting untuk menciptakan program perlindungan sosial yang komprehensif, berbasis siklus hidup, termasuk untuk mengantisipasi aging population," ujar dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: