Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tuntut Rasisme Diakhiri, Ribuan Warga AS Ingin Jadi Bagian dari Sejarah

        Tuntut Rasisme Diakhiri, Ribuan Warga AS Ingin Jadi Bagian dari Sejarah Kredit Foto: Reuters/Nicholas Pfosi
        Warta Ekonomi, Washington -

        Puluhan ribu demonstran menggelar aksi di Washington dan kota lainnya menuntut diakhiri rasisme dan brutalitas para penegak hukum. Aksi terbesar dalam 12 hari terakhir itu dipicu kematian warga kulit hitam George Floyd yang meninggal karena tindakan polisi Minneapolis.

        Para demonstran beraksi di Lincoln Memorial dan bergerak ke Gedung Putih. Itu menjadi demonstrasi massal yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir. Para demonstran juga beraksi di beberapa pusat urban seperti New York, Atlanta, Philadelphia, Chicago, Los Angeles, San Francisco, Boston, dan Miami. Aksi serupa juga dilaksanakan di wilayah perdesaan Amerika Serikat (AS).

        Baca Juga: Hongkong Ikut-ikutan Demo Kematian George Floyd

        ”Saya merasa saya merupakan bagian dari sejarah dan bagian dari kelompok orang yang ingin mengubah dunia untuk semua orang,” kata penduduk Washington, Jamilah Muahyman, yang ikut berdemonstrasi di dekat Gedung Putih, dilansir Reuters.

        Hal serupa diungkapkan Eric Wood, demonstran berusia 35 tahun.

        “Saya di sini (Gedung Putih) karena rasisme telah menjadi bagian dari AS yang sangat lama,” kata Wood. Hal yang sama juga diungkapkan Crystal Ballinger (46) yang berharap dengan gerakan antirasisme kali ini.

        “Saya merasa ada sesuatu yang berbeda dengan demonstrasi ini. Saya berharap pesan solidaritas dan kesetaraan bisa menguat,” ucapnya.

        Demonstrasi pada Sabtu itu menjadi aksi paling besar sebagai bentuk protes terhadap pembunuhan Floyd. Jumlah demonstran yang besar di Washington memicu potensi risiko penyebaran virus corona. Aksi itu juga dilakukan bukan hanya oleh warga kulit hitam, tetapi juga banyak kulit putih.

        “Khususnya sebagai warga kulit putih, saya mendapatkan keuntungan dari status quo, dan tidak menunjukkan upaya aktif untuk mendekonstruksi rasisme yang sudah melembaga,” kata Michael Durmmond (40) pegawai negeri.

        Wali Kota Washington Muriel Bowser, kritikus Trump, juga terlihat dalam aksi demonstrasi yang diramaikan dengan nyanyian Sweet Caroline oleh Neil Diamond dan Alright oleh Kendrick Lamar. Dia justru seperti menyambut para demonstran.

        “Demonstrasi ini mengirimkan pesan kepada Presiden Donald Trump,” ucapnya.

        Demonstrasi itu juga dihadiri banyak keluarga dan orang yang membawa plakat bertuliskan, “Beri makan”. Jumlah polisi yang mengawal aksi di Gedung Putih relatif sedikit dibandingkan awal pekan lalu.

        Mereka juga tidak terlalu agresif serta menggunakan seragam polisi biasa. Aksi itu berbeda ketika aparat penegak hukum federal menembakkan gas air mata kepada para demonstran di Gedung Putih.

        “Jika dia (Trump) mengambil alih Washington, dia bisa datang ke negara bagian mana pun. Tapi, tidak dari kita yang akan selamat,” kata Bowser.

        “Tentara kita seharusnya tidak diperlakukan seperti itu. Mereka seharusnya tidak diperintah mengusir rakyat Amerika,” ujarnya.

        Bowser telah meminta semua pasukan penegak hukum federal dan tentara Garda Nasional untuk ditarik dari Washington. “Kita tidak memerlukan mereka,” ungkapnya.

        Sinyal penurunan ketegangan ditunjukkan Mayor Jenderal William Walker, komandan Garda Nasional Washington, yang menarik 4.000 prajurit dari kota-kota di 11 negara bagian di Gedung Putih.

        “Mereka akan ditarik pada Senin (hari ini),” katanya. Itu menjadi upaya militer untuk mengabaikan perintah Presiden AS Donald Trump untuk membubarkan aksi demonstrasi.

        Di New York, kerumunan para demonstran melintasi Brooklyn Bridge menuju Manhattan dan Broadway. Ribuan warga lainnya berkumpul di Harlem di dekat Central Park menuju Washington Square Park. Parahnya, banyak demonstran masih menggelar aksi di atas jam 8 malam saat jam malam diberlakukan.

        “Dengarkan, kita adalah demonstran damai. Tidak ada alasan kita ditangkap karena beraksi dengan damai,” kata Paris, pemimpin aksi, dilansir CNN.

        “Kamu lihat tidak ada penjarahan. Kamu lihat tidak ada kerusuhan. Ketika mereka memberlakukan jam malam, mereka berusaha mengontrol kita. Mereka tidak memiliki hak mengontrol kita,” ucapnya.

        Paris juga meminta para pengunjuk rasa lainnya agar tetap damai. “Bersatu, rakyat tidak akan terkalahkan,” ujarnya.

        Di Philadelphia, para demonstran beraksi di Philadelphia Art Museum.

        “Tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian,” teriak para demonstran. Sebagian demonstran beraksi menuju Benjamin Franklin Parkway, melalui John F Kennedy Plaza dan Philadelphia City Hall.

        Yang mengejutkan adalah sekitar 200 orang demonstrasi Black Lives Matter di dekat Vidor, Texas, yang dikenal berafiliasi dengan Ku Klux Klan, kelompok supremasi kulit putih.

        Rasisme memang telah mendarah daging di AS, mulai dari pemerintahan, tindakan brutal polisi, hingga perawatan kesehatan. Warga kulit hitam yang dipenjara di AS lima kali lebih banyak dibandingkan orang kulit putih.

        Masyarakat keturunan Afrika lebih sering dijatuhi hukuman narkoba sebanyak enam kali lipat dibandingkan orang kulit putih, padahal tingkat penggunaan narkoba antara kedua ras itu sama.

        National Association for the Advancement of Colored People (NAACP) melaporkan, ibu kulit hitam dua kali lipat mengalami kematian dibandingkan perempuan kulit putih yang melaporkan. Sistem rasisme juga sangat kental dalam sistem sekolah, pembelian properti, dan sumber daya publik lainnya.

        Pusat Penelitian Pew pada 2019 menyatakan, lebih dari delapan dari 10 orang kulit hitam mengatakan legasi perbudakan berdampak pada posisi AS saat ini. Separuh dari responden menyatakan AS tidak akan mewujudkan kesetaraan rasial.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: