Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Stimulus Kesehatan Lebih Kecil dari Ekonomi, Jokowi Salah Fokus

        Stimulus Kesehatan Lebih Kecil dari Ekonomi, Jokowi Salah Fokus Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan/Pool
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah telah menambahkan paket stimulus Covid-19 sebesar Rp677,2 triliun, dengan Rp589,65 triliun akan dialokasikan pada pemulihan ekonomi. Sementara, Rp87,55 triliun akan dialokasikan untuk perbaikan sistem kesehatan.

        Pemberian stimulus merupakan bentuk insentif pemerintah untuk kembali menggeliatkan perekonomian. Namun, terbatasnya anggaran perlu disikapi dengan penggunaan yang tepat sasaran melalui analisa risiko.

        Baca Juga: New Normal, Jokowi Minta Waspadai Gelombang Kedua

        Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ira Aprilianti, mengatakan bahwa dalam kondisi pemerintah yang belum mampu mendapatkan dana tambahan untuk hadapi krisis, pemerintah harus prioritaskan alokasi dana stimulus menggunakan analisa risiko. Saat ini, Ira berpendapat, analisa risiko belum dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah. Analisa risiko merupakan metode yang menganalisis risk terkait dengan bahaya yang mungkin terjadi dari sebuah intervensi.

        Terdapat lima langkah dasar risiko, yaitu mengidentifikasi bahaya apa saja yang mungkin terjadi; identifikasi dan analisis siapa kelompok atau sektor yang mungkin dirugikan dan melalui apa; menilai risiko dan melakukan tindakan yang dibutuhkan; membuat catatan analisis risiko-risiko yang teridentifikasi; dan meninjau penilaian risiko, misalnya mengurutkan dari risiko tertinggi.

        Ira menjelaskan bahwa analisa risiko dapat memetakan sektor dengan risiko krisis besar, termasuk kelompok masyarakat mana yang membutuhkan anggaran lebih penting. Menilik kebijakan pemerintah, Ira menilai anggaran kesehatan harus diberikan lebih besar karena risikonya saat ini paling tinggi.

        "Saat ini, sektor kesehatan harus mendapatkan perhatian tertinggi karena mereka berada pada risiko tertinggi dibandingkan sektor atau kelompok lain. Proses penganggaran harus menimbang risiko tersebut, dampaknya pada pasar, dan juga masyarakat," jelas Ira.

        Ia pun menambahkan, dalam melaksanakan paket stimulus sebuah krisis, analisa risiko yang dibutuhkan juga mencakup koordinasi, dampak spilloer, kelancaran transaksi, hingga kebijakan fiskal setelah krisis. Negara-negara maju sudah biasa menggunakannya, misalnya guidebook strategi untuk langkah-langkah stimulus yang dirilis oleh OECD.

        Saat ini, masyarakat prasejahtera, masyarakat dengan skill terbatas, dan buruh yang dirumahkan, harus diberikan bantuan langsung tunai. Bukan hanya saja karena BLT akan langsung mereka gunakan untuk konsumsi yang menggenjot perekonomian, tetapi juga mereka menghadapi risiko paling tinggi di tengah krisis.

        Ira juga berpendapat bahwa pengurangan pajak harus diberikan pada perusahaan yang menjamin pekerjaan pada buruh sehingga kebijakan pemotongan pajak dapat berjalan lebih efektif.

        "Perusahaan juga harus diberikan jaminan jika tetap mempertahankan pekerjanya sampai krisis ini mampu dihadapi. Bagi UMKM, pemerintah harus mempertimbangkan pembayaran," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: