Begini Jadinya Nasib Hong Kong Usai China Sahkan UU Keamanan
China mengesahkan undang-undang (UU) keamanan yang memberikan negara itu wewenang baru atas Hong Kong. Bagi pendukung, UU tersebut akan menjadikan Hong Kong sebagai Kawasan yang stabil untuk investasi dan bisnis. Namun bagi penentangnya, masa depan Hong Kong akan semakin suram karena kebebasan berpendapat dan berekspresi akan semakin terkekang dan terancam.
China mengumumkan bahwa negara itu akan memberlakukan undang-undang yang mengkriminalkan tindakan pemisahan diri, subversi, terorisme, atau kolusi dengan pasukan asing.
Baca Juga: China Sahkan UU Keamanan, Carrie Lam: Tak Ada yang Takuti Kami!
Itu muncul setelah gelombang demonstrasi akhir tahun lalu --yang dipicu oleh undang-undang lain-- yang kemudian menjadi gerakan pro-demonstrasi. UU itu disahkan olh 162 anggota parlemen China dengan satu suara.
Para kritikus khawatir regulasi yang kontroversial ini bisa menjadi ancaman yang lebih besar bagi identitas Hong Kong.
Mereka memperingatkan itu akan merusak independensi peradilan Hong Kong dan menghancurkan kebebasan warga, yang tidak tersedia di daratan China. Padahal, Hong Kong diserahkan kembali ke China oleh Inggris pada 1997, dengan kesepakatan unik yang menjamin kebebasan tertentu.
Sejumlah tokoh pro-demokrasi di Hong Kong, termasuk pemimpin Partai Demokrat Wu Chi-wai, mengatakan UU itu adalah kematian "satu negara, dua sistem". Hal senada juga diungkapkan anggota parlemen dari Partai Sipil, Dennis Kwok.
“Jika langkah ini dilakukan, 'satu negara, dua sistem' akan secara resmi terhapuskan. Ini adalah akhir dari Hong Kong,” kata Kwok.
Politikus Hong Kong lainnya, Tanya Chan, menambahkan bahwa ini adalah hari paling menyedihkan dalam sejarah Hong Kong. Kemudian, aktivis mahasiswa dan politisi, Joshua Wong, menjelaskan UUadalah usaha Beijing untuk membungkam suara kritis warga Hong Kong dengan kekuatan dan ketakutan.
"Itu menandai akhir Hong Kong yang telah dikenal dunia sebelumnya," kata Wong, dilansir Reuters.
Pemimpin eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengaku tidak bisa berkomentar terhadap legislasi yang disepakati di Beijing. Namun dia mengaku tidak takut dengan sanksi yang akan dijatuhkan AS.
"Tidak ada sanksi yang akan membuat takut kita," katanya.
China mengatakan UU itu diperlukan untuk mengatasi aktivitas separatis, subversi, terorisme, dan kolusi dengan unsur-unsur asing --dan menolak kritik karena dianggap sebagai campur tangan dalam urusannya. UU itu juga mengatakan bahwa "jika dibutuhkan, lembaga keamanan nasional yang relevan di bawah Pemerintahan Pusat Republik Rakyat China akan mendirikan cabang di Hong Kong."
Sementara itu, Zheng Sophia Tang, pakar hukum dan perdagangan di Universitas Newcastle, mengatakan keamanan nasional menjadi bagian terintegrasi yang penting bagi Pemerintah Pusat China dan Hong Kong.
"UU itu tetap memberikan otonomi bagi Hong Kong, kecuali dalam pertahanan dan kerja sama luar negeri yang dikuasai China," kata Zheng, dilansir China Daily.
Zheng juga membela UU keamanan baru yang menjamin tetap penegakan hukum dan hak asasi manusia, termasuk kebebasan berbicara.
"Penanganan keamanan nasional tidak akan berdampak pada gaya hidup penduduk Hong Kong," paparnya.
Pandangan yang senada juga diungkapkan Zhou Xuan, konsultan Nomura Securities di Tokyo. Dia yakin UU tersebut membangun kepercayaan diri bagi Hong Kong.
"Pasar saham dan properti akan menguat di Hong Kong dengan adanya UU yang melindungi posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan," katanya.
Zhou menyakini,para investor mendukung UU tersebut dan tidak akan berpihak pada perusuh dan kelompok oporunis yang memperkeruh suasana.
Ditentang AS dan Sekutunya
Amerika Serikat (AS) dan negara sekutunya mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa penerapan UU itu membatasi kebebasan rakyat Hong Kong dan secara dramatis mengikis otonomi Hong Kong dan sistem yang membuatnya sangat Makmur.
Hal itu disebut juga akan bertentangan dengan kewajiban internasional China yang dimuat dalam dalam deklarasi Sino-Inggris, yang mengatur pengembalian Hong Kong ke China, dan itu merusak prinsip "satu negara, dua sistem" dan "meningkatkan potensi persekusi di Hong Kong karena kejahatan politik".
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: