Dihadapkan Covid-19, Ini Kata Pengacara Senior
Pengacara DR B Hartono SH, SE, SE Ak, MH, C.A yang telah menekuni profesinya selama lebih dari 25 tahun dengan beragam kasus yang ditangani, kini ia memberikan sedikit pengalamannya.
Setelah mendapat izin pengacara tahun 1993, ia juga menempuh pendidikan S2 Hukum di Universitas Indonesia sampai mendapatkan gelar Doktor Ilmu Hukum. Selain itu saya juga menempuh pendidikan di luar dari hukum diantaranya pendidikan Ilmu Ekonomi dan Ilmu Akuntansi.
Ia mengaku telah menangani banyak kasus, dan yang terkenang adalah saat dia memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada satu keluarga yang telah membunuh satu pria dengan cara mulutnya dilakban berlokasi di Cengkareng.
Baca Juga: Pengacara Penyiram Air Keras ke Novel Salahkan Masyarakat
“Pada saat itu, sebagai pengacara, saya membela hak pelaku di dalam persidangan karena meskipun menjadi pelaku, seseorang yang diadili harus mendapatkan bantuan hukum. Termasuk mendengarkan mengapa pelaku melakukan pembunuhan tersebut. Dalam hal ini, kita tidak boleh hanya melihat dari satu sisi namun melihat dari dua sisi, termasuk sisi korban dan pelaku. Beberapa kasus lain pun, saya selalu belajar untuk melihat kasus dari dua sisi termasuk dalam hal mendengarkan cerita klien karena tidak semua klien saat menceritakan kasusnya jujur. Jadi oleh karena itu jadi pengacara harus hati-hati karena kadang klien tidak sebaik dengan apa yang kita pikirkan,” ceritanya kepada wartawan, Rabu (8/7/2020).
Lanjutnya, untuk mendapat kepercayaan klien dalam menangani kasusnya? Ia mengungkapkan seorang pengacara harus profesional, menjalankan kewajiban sebagai pengacara dengan benar, memberikan nasihat hukum yang terbaik, dan tidak merugikan klien.
“Tidak semua klien yang datang itu baik. Kenapa? Karena beberapa klien tidak menceritakan kasusnya secara benar dan utuh sehingga terkadang sebagai pengacara, kita bisa terjebak dengan kejadian yang direkayasa oleh klien bahkan ada beberapa klien yang sudah saya bantu untuk menangani kasusnya namun setelah kasusnya berhasil dia tidak melaksanakan kewajibannya sebagai klien. Oleh karena itu saya ingin memberikan pesan kepada calon pengacara dan atau kepada sesama pengacara untuk berhati-hati dalam memilih klien karena terkadang musuh terbesar itu adalah klien kita sendiri. Kita bisa digugat, direkayasa, dirugikan, disangkakan bahkan merekayasa keadaan hanya untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Karena pada dasarnya manusia punya sifat jahat kepada sesama manusia sebagaimana filosofi hukum yang terkenal Thomas Hobbes yang menyatakan Homo Homini Lupus yang artinya Manusia merupakan serigala bagi manusia lain,” katanya.
Lanjutnya, Ia pun berkisah pengalamannya berprofesi sebagai pengacara di tengah pandemi Covid - 19. “Dengan situasi pandemi Covid - 19, kita tidak tahu kapan ini akan usai. Namun, saya jadikan momen ini mengubah dengan menyesuaikan dengan hal baru misalnya aktivitas belajar dan mengajar menjadi online, tidak menyerah dengan keadaan dengan mencari media apa yang bisa membangkitkan kita beraktivitas kembali. Bahkan saya saat ini bisa berkomunikasi dan bertemu dengan orang-orang di seluruh dunia. Pendapat saya didengar oleh banyak orang di belahan dunia pada waktu yang sama. Jadi saya sebagai pengacara harus optimis,” jawabnya.
Pertanyaannya apakah setiap pengacara tak ada masalah? Ada jawabannya, namun harus dihadapi dengan ketegaran.
“Kita cari langkah-langkah terbaik agar kita tetap berkembang, hal-hal apa yang dapat kita pelajari untuk meningkatkan keahlian. Di pengadilan saat ini menggunakan e-code dan ini mengurangi antrian sidang yang menunggu jadwal pengadilan berjam-jam. Hal biasa kita menghadapi masalah, istilah kata jika kita ingin jadi ‘Pelaut Ulung jangan selalu berada di sungai’. Menurut saya dengan adanya hambatan dan masalah, kita menjadi berpikir akan solusinya, dan melakukan solusinya hingga kita tertempa menjadi orang yang hebat,” jawabnya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa menjadi pengacara harus siap menerima tantangan, “Menjadi seorang pengacara juga harus terus belajar untuk bisa bertahan dan menjawab tantangan di saat ini. Saya pun senantiasa mau belajar dengan siapapun baik dari angkatan muda hingga para ahli hukum yang memiliki ilmu lebih dari saya. Kita belajar dari tekstual dan dari pengalaman hidup. Kalau kita belajar dari sumber keduanya maka kita mampu bertahan dalam perubahan saat ini,” ujarnya.
Pengacara adalah profesi yang terhormat. Seorang pengacara harus memiliki perilaku yang bermartabat. Dan jangan menjadi pengacara yang memiliki prinsip ‘Yang penting Engkau Mati namun Aku Hidup’. Sebisa mungkin memberikan solusi terbaik bagi klien-kliennya . Jika bisa berdamai mengapa harus berselisih?
Pengacara yang memiliki latar belakang pengajar di Ilmu Hukum Bisnis ini di beberapa universitas swasta ini bahkan menjadi relawan pengajar di sebuah Universitas yang diperuntukan untuk pengungsi dan orang yang tidak mampu dalam biaya pendidikan tinggi yakni University of The People yang berbasis di California, Amerika Serikat.
Ia pun berbagi prinsipnya dalam mengajar para mahasiswanya. “Saya ingin mengajarkan kepada para mahasiswa saya tentang kedisiplinan, selain itu saya juga harus beradaptasi dengan mereka agar mata kuliah yang saya ajarkan tidak dirasa sebagai hambatan atau kesulitan yang berarti sehingga mereka semangat belajar. Saya juga berbagi pengalaman saya dengan mereka,” ucapnya.
Bagaimana pengalamannya berkenalan dengan para anggota lembaga eksekutif dan legislatif di Indonesia.
“Prinsip saya dalam pertemanan adalah kita bersikap adil dan menghargai orang. Itulah cara kita membina pertemanan yang baik. Saya mengenal banyak Anggota DPR dan MPR karena saya aktif di Ormas Gerakan Karya Justitia Indonesia (GKJI). Saya juga memiliki banyak teman di Kepolisian dan Kejaksaan karena saya memiliki sifat bekerja secara objektif. Saya tidak mau memanfaatkan pertemanan,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: