Industri perbankan Tanah Air tengah menjadi sorotan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Banyak pihak beranggapan dampak pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini sangatlah besar terhadap perekonomian, seiring terpukulnya seluruh sektor bisnis di dalam negeri. Tak terkecuali UMKM.
Alhasil, kekhawatiran lonjakan kredit macet pun muncul yang dapat mengakibatkan kinerja perbankan terganggu.
Berdasarkan data biro riset Infobank, risiko kredit bank (NPL) hingga April 2020 meningkat ke 2,89% secara gross. Di sisi lain, loan to deposit ratio (LDR) menurun ke 91,55%. Sementara data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, rasio NPL bank per Mei 2020 telah mencapai 3,01%.
Baca Juga: Covid-19 Intai RI, Pengguna KoinWorks Merangkak Nyaris 50%
"Menghadapi tekanan kualitas kredit, bank akan melakukan penguatan internal untuk menjaga kualitas kredit serta melakukan percepatan penyelesaian kredit bermasalah," ucap Rivan A Purwantono, Direktur Utama Bank Bukopin, dalam diskusi dengan tema Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank di Jakarta, Kamis (8/7/2020).
OJK sendiri mencatat hingga 18 Mei 2020, sebanyak 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitur dengan nilai outstanding Rp458,8 triliun.
Melihat hal ini, tentu perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas tetap terjaga di tengah kondisi pandemi saat ini. Tidak peduli, jika kepemilikan saham pihak asing di suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa terangkat dan kembali kencang dengan setoran modal.
"Setor modal bagi bank adalah harus. Kita harus menghargai pemilik bank yang rajin setor modal, selain memperkuat bank, tapi sekaligus menunjukan komitmen dalam membesarkan bank karena bank itu bisnis jangka panjang yang padat modal," tambah Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto.
Asal tau saja, bank asing sendiri telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia atau tepatnya sejak 1746, De Bank Van Leening. Hingga saat ini total ada 42 bank umum di Indonesia yang dalam status kepemilikan asing.
Dari jumlah tersebut, bank dalam kepemilikan asing yang asetnya di atas Rp100 triliun, di antaranya Bank Danamon, CIMB Niaga, Maybank Indonesia, OCBC NISP, UOB Indonesia, PermataBank, dan MUFG Bank.
Eko mengungkapkan, ada 97% akuisisi bank dilakukan oleh investor asing, dan sisanya lokal. "Tidak jadi masalah karena investasi ke bank selalu jangka panjang, dibandingkan investasi di pasar modal berupa hot money yang mudah terbang. Lihat saja juga bank-bank BUMN yang go public kan sahamnya banyak dikuasai asing dan dividen yang dibayar juga terbang. Harus diatur pembagian dividen yang bisa dibawa ke luar negeri. Itu yang penting, jangan diskusi asing atau nonasing, lelah. Zaman sudah berubah," ucapnya.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto pun mengungkapkan, peran serta komitmen kepemilikan modal perbankan nasional sangat dibutuhkan guna menjaga sustainabilitas atau keberlangsungan kinerja bank di tengah tekanan pandemi Covid-19. Menurutnya, di tengah kondisi saat ini, pemilik modal harus senantiasa berkomitmen menjaga kesehatan bank, tak peduli dari asing maupun dalam negeri.
"Kita memonitori dua risiko ini saja risiko likuiditas risiko kredit dan bantalan yang cukup memadai dari sisi CAR. Oleh karena itu, peran kepemilikan modal sangat diperlukan dalam kondisi krisis saat ini," kata Anung.
Sementara itu, ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk, Ryan Kiryanto menuturkan, capital sangat penting buat bank di tengah pandemi yang belum diketahui ujungnya hingga kini. Dengan modal yang cukup, bank bisa lebih kuat lagi dalam mendukung operasionalnya. Apa lagi di tengah kondisi seperti saat ini.
Ada dua cara yang bisa dilakukan bank untuk menjaga kecukupan modalnya, bisa lewat suntik modal langsung dari pemegang saham pengendali atau bisa juga dengan tidak membagikan dividen. "Perbankan harus 'lari maraton' dalam jangka panjang ini untuk bertahan. Sampai kita benar-benar tahu kapan produksi vaksin dan pendistribusiannya," jelas Ryan.
Ia melihat Capital Adequacy Ratio (CAR) secara industri sejauh ini sudah menurun dari 23% ke level 21% hingga Maret 2020. Artinya, sejauh ini telah banyak bank mengeluarkan dana pencadangannya. Bank pun saat ini tidak hanya harus menjaga kualitas asetnya, tapi juga likuiditasnya. Sehingga penting bank-bank menjaga kecukupan modalnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: