Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sebelum Singapura, Resesi Sudah Terkam Negara Benua Biru-Kuning

        Sebelum Singapura, Resesi Sudah Terkam Negara Benua Biru-Kuning Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pandemi Corona memang terbukti telah meluluhlantakan kondisi ekonomi dunia. Sejumlah negara dengan kekuatan ekonomi yang mapan harus mengalami resesi.

        Terbaru Singapura baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonominya di kuartal II 2020 (14/7). Kementerian Perdagangan Singapura mengumumkan, ekonomi di kuartal II-2020 minus 41,2% dibandingkan kuartal I-2020.

        Sementara dibandingkan kuartal II-2019, year on year (tahunan) ekonomi Singapura pada kuartal II-2020 minus 12,6%.

        Hasil ini lebih buruk dari perkiraan para ekonom. Sebelum diumukan Pemerintah Singapura, para pengamat memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara tetangga ini akan minus 37,4% secara kuartalan dan secara tahunan akan berkontraksi 11,3%.

        Baca Juga: Indonesia Bakal Kecipratan Resesi Singapura? Luhut Jawab...

        Menurut Song Seng Wun, ekonom regional CIMB Private Banking, seperti yang diutip dari AFP, pertumbuhan ekonomi ini merupakan yang terburuk sejak 55 tahun terakhir. Artinya saat ini Singapura tengah mengalami kondisi ekonomi terburuk sejak negeri ini merdeka, melepaskan diri dari Malaysia, pada 1965.

        Masuknya Singapura dalam jurang resesi menjadi alarm bahaya buat perekonomian dunia. Pasalnya Singapura meski tergolong negara kecil, memiliki kekuatan ekonomi yang besar. Bahkan tergolong negara kuat dunia dalam bidang ekonomi. Singapura saja mengalami resesi, bagaimana dengan negara lainnya yang lebih lemah secara ekonomi.

        Di daratan Eropa, pandemi Corona membuat resesi ekonomi datang lebih cepat. Sebelumnya di penghujung 2019, kuartal IV-2019, sudah ada negara di Eropa yang mengalami pertumbuhan ekonomi di bawah 0 alias minus. Ini terjadi karena imbas dari perang dagang antara Amerika dan China.

        Jerman

        Jerman misalnya, negara yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Benua Biru ini, menurut Kantor Statistik Federal Jerman, sudah mengalami pertumbuhan negatif di Kuartal IV 2019, sebesar minus 0,1%. Memasuki 2020, pertumbuhan ekonomi Jerman dilaporkan kembali mengalami minus, kali ini mencapai minus 2,2%.

        Dua kali berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, ekonomi Jerman pun masuk dalam fase resesi. Data resmi menunjukkan, ekonomi Jerman mengalami resesi akibat pagebluk virus corona. Kondisi saat ini merupakan penurunan terbesar ekonomi Jerman secara kuartalan sejak 2009. Kala itu Jerman turut merasakan badai krisis keuangan global.

        Memasuki kuartal II, para ekonom memprediksi perekonomian Jerman akan terpuruk lebih dalam. Pasalnya, dampak kebijakan lockdown di negara ini akan mulai dirasakan sektor ekonomi.

        Ifo Institute memperkirakan pada kuartal II tahun ini ekonomi Jerman bakal melorot 12,4%. Memasuki semester II, ekonomi Jerman diprediksi mulai membaik. Hingga akhir tahun nanti perumbuhan ekonomi negara ini akan berada di kisaran -3,9% hingga -9,3%.

        Prancis

        Meski telah resmi mengalami resesi, namun ternyata kondisi ekonomi Jerman masih lebih baik dari nagara Eropa lainnya, seperti Prancis. Menurut data badan statistik negara itu INSEE, PDB Prancis turun 5,8% di kuartal I 2020. Ini menjadi penurunan terbesar sejak 1949.

        Sebelumnya, di kuartal akhir 2019, PDB Prancis telah merosot -0,1%. Tahun ini ekonomi Prancis memang melemah, dampak dari kebijakan lockdown yang diberlakukan. Kebijakan lockdown di Prancis ini disebut sebagai yang paling ketat di seluruh negara Eropa.

        Bank of France (BoF) memperkirakan ekonomi Prancis tahun ini berada pada resesi terburuk sejak Perang Dunia II. BoF memperkirakan pada kuartal II ini ekonomi Prancis akan mencapai minus 15%. Hingga akhir tahun lembaga ini memperkirakan ekonomi Prancis bakal merosot antara minus 10,3% hingga minus 16%. BoF mengatakan, perlu waktu minimal dua tahun untuk memulihkan ekonomi negara ini.

        Italia dan Inggris

        Negara Eropa lainnya yang juga masuk dalam fase resesi adalah Italia. Negeri Pizza ini mencatat pertumbuhan ekonomi minus 0,3% di kuatal IV-2019. Lalu tren pertumbuhan yang negatif ini berlanjut di kuartal I-2020, menjadi minus 4,7.

        Sementara Inggris dikabarkan tengah memamasuki kondisi ekonomi yang amat suram dalam 300 tahun terakhir ini. Selain harus menghadapi dampak akibat virus Corona, negeri Ratu Elizabeth ini juga menghadapi kebijakan Brexit, keluar dari keanggotaan Uni Eropa, yang mulai berlaku 31 Januari 2020.

        Di kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi Inggris tercatat minus 2,2%. Sebelumnya pada kuartal IV-2019, ekonomi negara monarki ini tidak bergerak alias tumbuh 0%. Memasuki kuartal II tahun ini kondisi ekonomi Inggris diprediksi akan makin parah.

        Bank of England mencatat hingga Mei lalu saja ekonomi Inggris sudah menyusut 14% dibandingkan pertumbuhan tahun lalu. Ini merupakan penyusutan tahunan terbesar sejak 1706. Yang lebih mengerikan lagi, pertumbuhan PDB Inggris pun diramal anjlok hingga 25% hingga akhir Juni 2020.

        Negara Asia

        Lalu bagaimana dengan negara-negara di Asia? Jika berpatokan pada ekonomi China, maka negeri ini tengah dalam kondisi yang fluktuatif. Di kuartal IV-2019, China masih bisa tumbuh 6%. Meski demikian, pertumbuhan ini tergolong rendah karena biasanya pertumbuhan ekonomi China ada di kisaran 8%. Di kuartal I-2020, ekonomi China mengalami kontraksi yang cukup dalam minus 6,8%.

        Inilah kali pertama pertumbuhan ekonomi China negatif sejak 1990. Di kuartal II ini diprediksi ekonomi China mulai membaik. Pertumbuhan ekonomi Negara Panda itu diperkirakan akan mencapai 1,5% hingga 2%.

        Kekuatan ekonomi Asinya lainnya, Jepang, juga sudah masuk jurang resesi. Dalam dua kuartal berturut-turut Negeri Sakura ini mengalami pertumbuhan yang negatif. Di kuartal IV-2019 pertumbuhan ekonomi Jepang minus 1,9%. Lalu dilanjutkan di kuartal I-2020, minus 0,6%.

        Kontraksi terjadi akibat kenaikan pajak dan topan yang menghantam Jepang pada akhir 2019 lalu. Tekanan semakin menjadi setelah penyebaran virus corona. Virus telah menginfeksi lebih dari 17 ribu orang di Jepang. Sekitar 900 orang di antaranya meninggal.

        Sebagian besar analis percaya ekonomi Jepang akan semakin tertekan dalam beberapa bulan mendatang karena dampak dari pembatasan kegiatan masyarakat tersebut. Selama periode April-Juni 2020 diperkirakan ekonomi Jepang akan mengalami minus 21,7% yoy.

        Sementara itu, akibat kondisi politik dalam negeri ditambah dengan kehadiran virus Corona, Hong Kong mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif di tiga kuartal berturut-turut. Dimulai pada kuartal III-2019 pertumbuhan ekonomi Hong Kong minus 2,8%. Pada kuartal IV-2019 tercatat tumbuh minus 2,9%. Sedangkan pada kuartal I-2020 ini, ekonomi Hong Kong tambah parah, tumbuh negatif 8,9% (yoy).

        Selain Singapura yang telah memasuki resesi, Thailand punya potensi besar mengikuti jejak Singapura. Sebagai salah satu pusat industri pariwisata di Asia, negeri ini telah mengalami pertumbuhan negatif di empat bulan pertama tahun ini, sebesar 1,8% yoy. Salah satu kekuatan ekonomi Thailand adalah industri pariwisatanya. Sejak awal tahun ini hingga Mei lalu industri pariwisata di negeri ini merosot hingga 75%.

        Ekonom pun memprediksi di tahun ini pertumbuhan ekonomi Thailand akan berada di kisaran minus 5 hingga minus 6%. Untuk kuartal II, Negeri Gajah Putih ini diprediksi akan mengalami pertumbuhan negatif hingga 10%.

        Kekuatan ekonomi baru Asia, Filipina, juga mengalami hal yang sama. Setelah mencatatkan pertumbuan 6,7% di kuartal IV 2019, pada kuartal I 2020 anjlok hinga minus 0,2%. Memasuki kuartal II diprediksi Filipina hanya akan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi minus 10% saja,sebagai imbas kebijakan lockdown.

        Gubernur Bank Sentral Filipina Benjamin Diokno mengatakan bahwa produk domestik bruto Filipina kemungkinan akan jatuh dan hanya akan tumbuh 0,2% di tahun ini sebelum bangkit kembali menjadi sekitar 7,7% di 2021.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: