Ancaman resesi sudah digaungkan sejak tahun 2022 lalu dan sampai saat ini pun, potensi kejadiannya terbilang masih cukup tinggi. Pandemi yang melanda seluruh dunia berhasil membuat banyak negara mengalami kesulitan secara ekonomi, tak terkecuali negara-negara maju yang bahkan masih merasakan imbasnya sampai sekarang. Fenomena itu menggerakkan International Monetary Fund (IMF) untuk memberi peringatan akan terjadinya resesi pada sepertiga ekonomi dunia di tahun 2023 ini.
Portfolio Manager PT Manulife Aset Manajemen (MAMI), Andrian Tanuwijaya, mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian dunia pada paruh pertama tahun ini akan dipenuhi tantangan sebagai dampak dari adanya pengetatan moneter secara agresif tahun lalu. Ibaratnya, dunia akan bersusah-susah dahulu sebelum berakit-rakit kemudian alias mulai membaik pada paruh kedua tahun 2023.
Baca Juga: Resiliensi Ekonomi Nasional di Tengah Ancaman Resesi
“Menurut analisis kami, sebagian besar negara maju berpotensi mengalami resesi, terlebih beberapa negara yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Kendati demikian, Asia cenderung lebih resilien dalam menghadapi tantangan tersebut. Inflasi Asia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara di benua-benua lain dan kenaikan suku bunganya pun lebih terjaga,” jelas Andrian dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2023.
Bicara soal Asia rasanya tidak lengkap tanpa membicarakan Indonesia. Mengenai kondisi perekonomian ibu pertiwi, Andrian berpendapat bahwa di saat negara-negara maju mengalami revisi penurunan pertumbuhan earnings karena tingginya ancaman resesi, Indonesia justru diperkirakan akan mengalami pertumbuhan earnings yang relatif stabil. Hal ini disebabkan oleh kondisi makro ekonomi yang sudah lebih solid.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tetap Tangguh Meski Sedikit Tergerus Dampak Resesi Global
“Pertumbuhan laba per saham (EPS) pada tahun 2023 ini memang terlihat tidak spektakuler karena proyeksi pertumbuhannya hanya sebesar 6% saja. Akan tetapi, apabila sektor komoditas tidak diikutsertakan dari perhitungan EPS, sebenarnya cukup banyak sektor-sektor unggulan lain yang berpotensi tumbuh di level belasan persen,” tambahnya.
Menyambung hal tersebut, Andrian berpandangan bahwa pasar saham Indonesia mempunyai outlook yang positif pada tahun 2023. Secara sektoral, pandangan positif tersebut jatuh pada beberapa tema, seperti green energy, consumer discretionary and financials, dan communication services.
Baca Juga: Berhasil Lalui 2022, Manulife Prediksi Perekonomian Indonesia Lebih Cerah di 2023
Green energy dipandang positif sebab sektor tersebut didukung oleh pengembangan industri hilir logam yang berkelanjutan. Hal itu dapat membawa dampak positif pada volume penjualan dan menopang nilai tukar rupiah melalui stabilitas pada neraca berjalan.
Sementara itu, sektor consumer discretionary and financials dinilai positif karena adanya pengaruh peningkatan aktivitas ekonomi domestik menjelang Pemilu 2024 dan meredanya tekanan inflasi. Dengan adanya dua alasan tersebut, sentimen dan permintaan terhadap sektor ini bisa melonjak.
Baca Juga: Peluang Industri Asuransi Nasional Tetap Besar di 2023, Manulife Fokus di Tiga Produk
“Yang terakhir adalah communication services. Ruang pertumbuhan top line yang stabil, ekspansi margin, kompetisi yang sehat, dan selera pasar yang kuat mendukung eksistensi sektor ini,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yohanna Valerie Immanuella
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement