Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Terdakwa kasus suap PAW anggota DPR itu mengaku siap bongkar-bongkaran. Apakah niat Wahyu seperti ini akan mengancam posisi Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang saat ini dalam posisi aman?
Wahyu mengajukan permohonan JC pada persidangan Senin (20/7/2020). Pengacara Wahyu, Saiful Anam, menyebut kliennya bakal membongkar semua pihak yang terlibat dalam kasus yang menyeret dua kader PDIP: Harun Masiku dan Saeful Bahri itu.
"Siapa pun yang terlibat, menurut beliau, akan dibuka seterang-terangnya," tegas Saiful, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Jaksa KPK Tak Hadirkan Sekjen PDIP Hasto di Sidang Wahyu Karena..
Dalam perkara ini, Wahyu didakwa menerima suap sebesar Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku. Tujuannya, agar Harun bisa melenggang ke DPR menggantikan caleg PDIP Dapil I Sumsel Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Dalam dakwaan, Wahyu juga disebut menerima uang Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo. Wahyu mengakui penerimaan uang yang terkait dengan seleksi anggota KPUD Papua Barat itu.
Terdakwa lain dalam kasus ini, yakni eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelin, disebut Saiful juga mengajukan JC. Menurut Saiful, akan ada aktor lain yang terungkap.
"Justru Tio ini kan berbahaya juga, kan. Dia internal, ketika tahu hal-hal yang bersifat rahasia, itu bisa mengungkap semuanya gitu," wanti-wanti Saiful.
Dia berharap permohonan JC yang diajukan kliennya itu dikabulkan majelis hakim. Namun, Saiful tidak akan mendampingi Wahyu lagi dalam persidangan berikutnya. Kuasa hukum Wahyu lainnya, Tony Hasibuan menyebut kliennya telah mencabut kuasanya atas Saiful.
Pencabutan ini tidak berkaitan dengan rencana Wahyu mengajukan JC. Saiful dipecat lantaran menyebut Wahyu akan membongkar kecurangan Pemilu.
"Bapak Wahyu Setiawan menyatakan mencabut kuasanya atas nama Saiful Anam," ujar Tony.
Tony mengatakan yang diutarakan Saiful soal kecurangan Pemilu bukan pernyataan Wahyu, melainkan pernyataan pribadi. Sedangkan soal JC, memang benar. "JC diajukan hanya berkaitan dengan dakwaan yang diajukan jaksa penuntut di Pengadilan Tipikor, yakni suap PAW Harun Masiku dan seleksi anggota KPU Papua Barat," tutur Tony.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mempersilakan Wahyu mengajukan JC. KPK akan mempertimbangkan serta menganalisanya sesuai fakta-fakta di persidangan. "Tentu jika dikabulkan akan menjadi faktor yang meringankan hukuman yang dijatuhkan jika ia dinyatakan bersalah menurut hukum," ujar Ali.
Namun, Ali mengingatkan, semestinya Wahyu buka-bukaan sejak awal penyidikan maupun ketika duduk sebagai terdakwa di persidangan. Baik itu terhadap perkara saat ini maupun kasus-kasus lain yang diketahuinya dengan didukung bukti konkret.
"Bukan menyatakan sebaliknya, misalnya jika diberikan JC baru akan membuka semuanya," tutur Ali.
Kalaupun pengajuan JC itu ditolak, Ali menyebut Wahyu bisa menjadi whistle blower dengan menyampaikan kasus-kasus lain yang diketahuinya disertai data dan bukti yang jelas kepada KPK.
"Dipastikan KPK akan melakukan verifikasi dan menindaklanjutinya apabila memang kasus tersebut menjadi kewenangan KPK sebagaimana ketentuan Pasal 11 UU KPK," tandas Ali.
Jika permohonan JC Wahyu diterima majelis hakim, apakah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto masih aman? Nama Hasto, santer disebut terlibat dalam kasus ini. Dalam dakwaan Saeful dan Wahyu, nama Hasto disebut sekali. Dia disebut memerintahkan kuasa hukum PDIP Donny Tri Istiqomah untuk mengirim surat ke KPU. Surat itu berisi permintaan agar KPU menetapkan Harun sebagai pengganti caleg PDIP Dapil I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia, untuk menduduki kursi di parlemen.
Sudah dua kali dia dipanggil KPK. Dia juga sempat bersaksi dalam persidangan Saeful pada 16 April lalu. Pada sidang itu, jaksa KPK beberapa kali mencecar Hasto soal percakapannya dengan anak buahnya di partai banteng itu. Tapi, posisinya kini masih aman. Jaksa memastikan tak akan memanggil Hasto lagi dalam persidangan Wahyu.
Jaksa Ronald Worotikan menyebut, pihaknya fokus membuktikan dakwaan terhadap Wahyu sebagai penerima suap.
"Kalau terdakwanya penerima, menurut kami, (Hasto) tidak harus dihadirkan. Karena ini kan menerima saja," ujar Ronald di Pengadilan Tipikor, Jl. Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (9/7/2020).
"Berbeda dengan pada saat kita memeriksa Saeful (Bahri) selaku pemberi (suap) kita memerlukan keterangan yang bersangkutan (Hasto)," imbuh dia.
Hasto, sudah Di-BAP dalam proses penyidikan di KPK. Menurut Ronald, hal itu tak serta-merta membuatnya harus dihadirkan dalam persidangan.
"Kita nantinya akan menilai, apa yang kita butuhkan untuk terdakwa, itu yang kita pakai," tuturnya.
Apakah itu berarti Hasto tak berkaitan dengan pemberian suap terhadap Wahyu? Ronald menjawab diplomatis.
"Saya tidak mengatakan itu, tapi kalau untuk dakwaan penerima, menurut jaksa sudah cukup," tandasnya.
Hasto sendiri mengaku menghargai langkah yang diambil Wahyu itu. "Kita hormati proses hukum, termasuk menjadi justice collaborator itu merupakan hak yang dimiliki oleh saudara Wahyu," ujar Hasto, seperti dalam tayangan Kompas TV.
Dia menegaskan tidak ada perintah orang per orang dalam menempatkan kader pada jabatan strategis. Yang ada adalah perintah partai yang diambil melalui rapat partai.
"Dan hal tersebut sah sebagai pelaksanaan kewenangan partai di dalam menempatkan kadernya pada jabatan strategis," tegas Hasto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: