Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Itjen Kemendikbud) melakukan pengawasan terhadap jalannya Program Organisasi Penggerak (POP).
Program yang dibiayai dengan anggaran senilai Rp595 miliar itu mengundang kontroversi. Sejumlah organisasi terkemuka yang sudah lama bergerak di bidang pendidikan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) memilih mundur.
Baca Juga: Nah Lho Nadiem Dikepret Gerindra, Sampai Bawa-Bawa...
Semua menyatakan kriteria pemilihan organisasi tidak jelas. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kehadiran Tanoto dan Sampoerna Foundation. Tiap organisasi mendapatkan jatah yang berbeda. Kemendikbud membagi dalam tiga kategori, yakni Gajah sebesar Rp20 miliar, Macan Rp5 miliar, dan Kijang Rp1 miliar per tahun.
Wasekjen FSGI Satriwan Salim mengatakan, Itjen Kemendikbud harus mengawasi Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK). Tujuannya adalah untuk memastikan efektivitas dan kualitas berbagai pelatihan yang didanai dengan anggaran fantastis itu.
FSGI juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa dan mengawasi penggunaan anggaran POP. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun didorong untuk melaksanakan fungsi pencegahan agar dana sebesar Rp595 miliar tidak dikorupsi.
"KPK harus memelototi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan keuangan POP. Ini mutlak dilakukan mengingat jumlah uang yang dikelola sangat banyak," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (26/7/2020).
FSGI tidak berharap ada organisasi guru tersandung kasus penyalahgunaan anggaran POP dan diperiksa oleh KPK. Satriwan mengungkapkan masalah lain, yakni kepemilikan hak merek Merdeka Belajar yang merupakan induk dari POP.
"Sudah menjadi hak merek PT Sekolah Cikal," ucapnya.
FSGI telah mengirim surat mengenai polemik penggunaan istilah Merdeka Belajar kepada Menteri Kebudayaan dan Pendidikan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Surat itu ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kemendikbud dalam rencana strategi 2020-2024 masih menggunakan istilah itu. FSGI mendesak Kemendikbud segera mencabut istilah Merdeka Belajar.
"Itu semata-semata dilakukan untuk menjaga muruah negara. Jangan sampai negara dikalahkan oleh perusahaan yang orientasinya jelas-jelas mencari laba semata," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum