Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Flu Spanyol 1918 dan Corona 2020, Ini Persamaannya di Indonesia

        Flu Spanyol 1918 dan Corona 2020, Ini Persamaannya di Indonesia Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kondisi Covid-19 menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Kondisi ini, sebenarnya tak baru, bila menilik sejarah kondisi seperti ini sebetulnya sudah pernah dialami oleh negara kita pada saat pagebluk Flu Spanyol 1918 silam.

        Kala itu juga sempat terjadi perbedaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat dalam menyelesaikan isu kesehatan tersebut.

        Baca Juga: Kasus Corona Nasional Sudah 111 Ribu

        Sejarawan Universitas Indonesia Tri Wahyuning Irsyam menyampaikan bahwa rata-rata masyarakat pada saat itu, berkeyakinan bahwa wabah yang melanda berasal dari alam. Padahal, pemerintah sudah berusaha meyakinkan mereka pagebluk itu berasal dari adanya transmisi dari pendatang.

        “Mereka masyarakat melihat, bahwa sumber penyakit ini adalah dari alam. Dari debu, dari angin, dan sebagainya. Sementara pemerintah melihatnya, pihak pemerintah Belanda dalam hal ini ini adalah dari luar. Pendatang yang datang ke Indonesia itu membawa, atau carrier,” ungkap Tri seperti dikutip dari siaran persnya, Minggu (2/8/2020).

        Adanya perbedaan pendapat yang membuat penanganan penyakit justru menjadi lambat tersebut kemudian juga memantik kepedulian para tokoh nasional yang akhirnya bergerak untuk perubahan, salah satunya adalah dr. Cipto Mangunkusumo dengan para siswa STOVIA dan munculnya mantri-mantri kesehatan.

        Melalui gerakannya, imbauan penerapan protokol kesehatan digalakkan. Selain itu, tercetuslah beberapa upaya lain misal: pemanfaatan ramuan jamu tradisional untuk penanganan penyakit. Kemudian pelabuhan sebagai pintu masuk Hindia Belanda harus ditutup sementara dan dibatasi pergerakannya.

        Beberapa rumah penyintas diberi tanda bendera kuning, dengan tujuan untuk mencegah adanya masyarakat yang datang dan berpotensi tertular dan beberapa langkah lain yang juga menimbulkan pro dan kontra.

        Apabila kembali melihat pada literasi sejarah pagebluk Flu Spanyol 1918, Tri mengatakan bahwa masyarakat dan Pemerintah Hindia Belanda atau Indonesia pada saat itu memang belum benar-benar siap.

        Segala informasi mengenai pagebluk yang masuk ke Hindia Belanda pada saat itu menjadi sempat tidak terlalu dihiraukan bahkan sampai akhirnya memicu perbedaan pendapat antara pemerintah dengan masyarakatnya.

        Satu pelajaran penting yang kemudian dapat dipetik dari pandemi seabad silam menurut Tri adalah bahwa belajar dari literasi masa lalu menjadi penting untuk menangani masalah yang tidak jauh beda di masa sekarang maupun di kemudian hari. Dalam hal ini, penyamaan persepsi dan pemahaman menjadi kunci agar pandemi dapat lebih mudah ditangani.

        “Masalah lalu itu bukan hanya untuk masa lalu, tapi juga untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Jadi marilah kita melangkah dengan kearifan masa lalu,” kata Tri.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: