Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjajal langsung kendaraan taktis Maung, serta Senapan Serbu SS2-V4 HB yang digunakan Kontingen TNI Angkatan Darat saat menjuarai lomba menembak antarnegara di ajang Australian Army of Skill Arms at Meeting (AASAM) sejak 2008-2019. Keduanya merupakan hasil karya anak bangsa melalui PT Pindad.
Kata Bamsoet, Pindad juga memproduksi kendaraan tempur seperti medium tank Harimau, serta panser Anoa 6x6. Sebanyak 80 unit ANOA pernah terlibat dalam berbagai misi perdamaian dunia PBB, antara lain Unamid di Sudan, Unifil di Lebanon, serta terakhir misi Minusca di Afrika Tengah. Anoa juga telah diekspor ke berbagai negara seperti Malaysia dan Filipina.
"Menjadi bukti bahwa produksi Pindad punya kualitas internasional dan disegani dunia. Tak ada alasan bagi Indonesia untuk tak membesarkan PT Pindad," ujar Bamsoet saat melakukan kunjungan kerja ke PT Pindad, Bandung, Jumat (7/8/2020).
Baca Juga: Bamsoet: Pilkada Serentak Harus Terapkan Protokol Kesehatan
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose, Direktur Bisnis Produk Industrial PT Pindad Heri Heriswan, Direktur Bisnis Produk Pertahanan Keamanan PT Pindad Heru Puryanto, dan Direktur Keuangan dan Administrasi PT Pindad Wildan Arief.
Mantan Ketua DPR RI mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang melarang Kementerian Pertahanan melakukan impor Alutsista yang bisa dipenuhi oleh industri pertahanan dalam negeri. Dalam pagu anggaran tahun 2020, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi Rp131 triliun.
Pandemi Covid-19 membuat pemerintah melakukan refocusing anggaran. Berdasarkan Perpres 72/2020 sebagai perubahan Perpres 54/2020, anggaran Kementerian Pertahanan dipotong menjadi Rp117 triliun. Sedangkan untuk tahun anggaran 2021, Kementerian Pertahanan sudah meminta alokasi Rp 129,3 triliun.
"Langkah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang memesan kepada PT Pindad berupa 4 miliar butir peluru dengan anggaran mencapai Rp19 triliun, serta 500 unit Maung dengan anggaran mencapai Rp500 miliar, sudah tepat. Pemesanan tersebut akan menggairahkan pengembangan industri pertahanan nasional. Dan yang paling penting, uang rakyat dimanfaatkan untuk rakyat, bukan dinikmati untuk impor," tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan data Stockholm International Peace Research (SIPRI) yang mencatat pengeluaran belanja persenjataan dunia pada 2018 mencapai US$420 miliar, tertinggi sejak berakhirnya Perang Dingin. Hal tersebut dipicu eskalasi ketegangan Amerika Serikat-Tiongkok, yang membuat berbagai negara melakukan penguatan persenjataan militernya.
"Ketegangan Amerika-Tiongkok semakin kuat lantaran pandemi Covid-19. Tak menutup kemungkinan, berbagai negara selain berjuang melawan pandemi juga semakin berjuang menguatkan industri pertahanan. Jika Amerika dan Tiongkok terlibat perang maupun eskalasi militer, Asia Tenggara dipastikan menjadi kawasan paling terdampak," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menekankan, Indonesia memang tak mengharapkan terjadinya perang. Namun, tetap harus bersiap menghadapi berbagai kemungkinan terburuk. Sebagaimana doktrin umum dalam menjaga kedaulatan; siap perang di kala damai, siap damai di kala perang, siap perang di kala perang.
"Di Asia, akibat ketegangan Amerika-Tiongkok, industri pertahanan Korea Selatan menuai berkah. Tercatat dalam kurun waktu 2015-2016, mereka berhasil mengekspor persenjataan senilai US$8,4 miliar. Keberhasilan tersebut bukanlah dibangun dalam semalam, melainkan dibangun serius sejak 1970."
"Indonesia melalui kerja sama epik Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sudah memberikan perhatian serius terhadap pengembangan industri pertahanan. Semoga bisa membuahkan hasil maksimal," pungkas Bamsoet.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: