Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Perusahaan Raksasa: ExxonMobil Perusahaan Minyak Supermasif

        Kisah Perusahaan Raksasa: ExxonMobil Perusahaan Minyak Supermasif Kredit Foto: Reuters/Sebastien Pirlet
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Banyak dari kita tahu, dunia masih memiliki ketergantungan pada minyak dan gas alam. Berbagai alasan mendukung pendapat ini, salah satunya karena ekonomi dan infrakstruktur dunia internasional bergantung pada produksi berbasis minyak. Pada gilirannya, tidak hanya ekonomi yang terdampak, industri minyak dan gas secara luar biasa juga memengaruhi perpolitikan global.

        Sejalan dengan itu, banyak perusahaan minyak raksasa dunia merajai perekonomian global. Mulai industri yang berbasis di Amerika Serikat, Arab Saudi, hingga China. Exxon Mobil salah satunya.

        Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Toyota, Raja Otomotif Jepang

        ExxonMobil atau Exxon Mobil --selanjutnya Exxon-- merupakan perusahaan penghasil dan pengecer minyak multinasional yang bermarkas di Texas, AS. Perusahaan ini memproduksi dan memasarkan olefin, aromatik, polietilen, dan plastik polipropilen dan berbagai produk khusus. Seiring perkembangannya, ia memiliki kepentingan dalam fasilitas pembangkit tenaga listrik.

        Perusahaan raksasa dari AS itu sempat memiliki kendala pada 2019. CEO Exxon, Darren Woods mengatakan bahwa permasalahan terjadi disebabkan rendahnya harga minyak dunia. Perusahaan pimpinannya mengalami penurunan laba 31 persen (yoy), dengan hanya mendapat 14,3 miliar dolar AS pada 2020. Konsekuensinya, utang perusahaan naik signifikan di angka 24 persen. 

        Kondisi tersebut menempatkan Exxon di peringkat kesebelas daftar perusahaan terkaya dalam Global 500 versi Fortune, pada 2020. Hal ini selaras dengan kondisi pasar yang ternyata kelebihan pasokan minyak akibat "overproduction". Pada akhirnya, perusahaan memperoleh pendapatan keseluruhan sebesar 264,9 miliar dolar AS dengan aset senilai 177,9 miliar dolar AS.

        Exxon memang perusahaan global. Ia mendapat keuntungan investasi berlebih dari produksinya di Norwegia, pada 2019. Namun, Jatuhnya harga minyak dunia pada akhir 2019-awal 2020, memberikan pukulan keras pada pendapatan (revenues) Exxon pada kuartal I (Q1), terparah dalam tiga dekade terakhir.

        Cukup menarik kiranya pada kesempatan kali ini, Jumat (21/8/2020), Warta Ekonomi membahas perjalanan ExxonMobil sebagai perusahaan raksasa dunia. Dikutip dan diolah dari berbagai sumber, kami sajikan kisah tersebut dalam tulisan sebagai berikut.

        Exxon Corporation, dahulu (hingga 1972) dikenal sebagai Standard Oil Company, bekas perusahaan minyak dan sumber daya alam yang bergabung dengan Mobil Corporation sebagai ExxonMobil pada 1999. Baik Exxon maupun Mobil adalah anak-anak dari perusahaan John D. Rockefeller, bos Standard Oil Company yang didirikan pada 1870.

        Embrio Standard Oil bermula pada 1882. Bersama dengan perusahaan afiliasinya, Standard Oil Company of New Jersey bersama Standard Oil Company of New York (Socony) disatukan menjadi sebuah perusahaan baru yaitu Standard Oil Trust, dengan Socony sebagai perusahaan terbesarnya. 

        Socony membeli tiga perempat kepemilikan di Vacuum Oil Company seharga 200.000 dolar AS, pada 1879. Vacuum Oil saat itu dinobatkan sebagai perusahaan pelopor pelumas. Sebab mereka memperkenalkan sejumlah produk populer, yakni Gargoyle 600-W Steam Cylinder Oil yang revolusioner.

        Socony mendapatkan pijakan yang kuat di pasar yang luas untuk penjualan minyak tanah di China, dengan mengembangkan lampu kecil yang dapat membakar minyak tanah secara efisien. Lampu tersebut kemudian dikenal sebagai Mei-Foo, dari simbol China untuk Socony, yang berarti "kepercayaan diri yang indah".

        Reputasi Standard Oil di mata publik sangat buruk setelah publikasi eksposur klasik Ida M. Tarbell berjudul The History of the Standard Oil Co. pada 1904, yang menimbulkan protes keras bagi pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan. Pada 1911, dengan protes publik mencapai klimaksnya, Mahkamah Agung AS memutuskan bahwa Standard Oil harus dibubarkan dan dipecah menjadi 34 perusahaan.

        Dua dari perusahaan tersebut adalah Jersey Standard (Standard Oil of New Jersey) dan Socony (Standard Oil of New York).

        Kedua perusahaan tumbuh secara signifikan. Jersey Standard, dipimpin oleh Walter C. Teagle, menjadi produsen minyak terbesar di dunia. Mereka mengakuisisi 50 persen saham di Humble Oil & Refining Co., produsen minyak Texas, pada 1919. Peneliti Jersey Standard memproduksi alkohol gosok, atau alkohol isopropil --petrokimia komersial pertama di tahun yang sama.

        Jersey Standard menghadirkan campuran bahan bakar baru dengan nama dagang Esso, didasarkan pada penyebutan fonem huruf 'S' dan 'O', pada 1926. Esso menjadi nama retail Jersey paling terkenal dan paling banyak di gunakan, baik di dalam maupun luar negeri. Pada tahun berikutnya, Jersey menjadi perusahaan pemasar terbesar di Eropa, dengan produk olahan di bawah merk Esso. 

        Pada 1926 pula, produksi minyak tanah negara itu dikalahkan untuk pertama kalinya oleh bensin. Pasar otomotif yang berkembang menginspirasi merek dagang produk Mobiloil, yang didaftarkan oleh Socony pada 1920.

        Magnolia Petroleum Company yang berbasis di Texas mengalami pertumbuhan pesat selama periode 1910-an dan dengan cepat menarik perhatian Socony. Socony membeli 45 persen saham di Magnolia Petroleum pada 1925. Saham Magnolia ditukar dengan saham Socony, dan properti Socony di Texas dipindahkan ke Magnolia yang baru didirikan. 

        Dengan Magnolia sebagai anak perusahaan penuh, Socony melanjutkan pertumbuhannya dengan bergabung dengan Vacuum Oil Company of Rochester, New York, pada 1931 untuk membentuk Socony-Vacuum Oil Company.

        Standard Oil Company of Ohio telah memperoleh kepemilikan mayoritas di Vacuum Minyak pada 1879, dan itu adalah perusahaan kuat lainnya yang muncul dari perpecahan 1911.

        Memang sebelumnya pada 1866, Vacuum Oil memproduksi pelumas berbahan dasar minyak bumi pertama untuk kereta kuda dan, kemudian, untuk mesin uap. Lebih khusus, Vacuum Oil memperkenalkan merek Mobil, yang terus digunakan Socony-Vacuum.

        Karena merger meningkatkan stabilitas di pasar domestik, Socony-Vacuum mengarahkan pandangannya pada sumber daya asing dan bergabung dengan Standard Oil (New Jersey) untuk membentuk Standard-Vacuum Oil Company, atau Stanvac, pada 1933. Usaha 50/50 ini dioperasikan di hampir 50 negara, dari Afrika hingga Pasifik Selatan, hingga aset dibagi pada 1962.

        Sama seperti Socony yang berkembang ke barat daya, Standard Oil (New Jersey), juga berusaha memanfaatkan peluang baru di wilayah tersebut dan memasuki Texas segera setelah Socony, memperoleh minat yang cukup besar di Humble Oil & Refining Company pada 1919. Standard Oil terus berlanjut ke membangun minatnya pada Humble selama paruh pertama abad 20.

        Pada 1958, Standard Oil memiliki hampir 98 persen saham Humble. Tahun berikutnya Standard Oil and Humble mengkonsolidasikan operasi AS mereka. Pada akhir 1960, Humble telah menyerap Esso Standard (perusahaan operasi domestik Standard), Carter Oil Company, Enjay Chemical Company, Oklahoma Oil Company, dan afiliasi Standard Oil lainnya, menghasilkan perusahaan yang lebih ramping dan efisien.

        Selama Perang Dunia II, perusahaan minyak besar tersebut meningkatkan produksi dan penyulingan untuk mendukung upaya perang. Sayangnya, kedua industri harus menelan kerugian korban jiwa karena fasilitas dan kapal tanker hancur di medan perang Eropa dan Pasifik.

        Ketika perang berakhir, perusahaan-perusahaan itu ingin membangun kembali dan memperluas pasar mereka lagi. Pada 1948, Standard Oil (New Jersey) dan Socony-Vacuum kembali berkolaborasi, bergabung dengan Texaco dan Standard Oil Company of California dalam usaha Arabian American Oil Company (Aramco) di Arab Saudi, menandai kehadiran signifikan pertama mereka di Timur Tengah.

        Socony-Vacuum direorganisasi pada 1955 menjadi Socony Mobil Oil Company. Konsolidasi lebih lanjut terjadi pada 1959, ketika Magnolia Petroleum Company, serta General Petroleum Corporation (afiliasi yang berbasis di California) dan Mobil Producing Company (anak perusahaan Socony Mobil) mulai beroperasi sebagai Mobil Oil Company, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Socony Mobil.

        Satu dekade kemudian, dengan pengakuan merek yang meningkat untuk produk Mobil, Socony Mobil memilih untuk sekali lagi mengubah namanya, kali ini menjadi Mobil Oil Corporation.

        Pada 1959, Standard Oil (New Jersey) menemukan minyak di Libya, memicu penemuan besar selama satu dekade di Timur Tengah. Standard Oil memantapkan dirinya sebagai produsen bahan kimia global pada 1965, setelah pembentukan Mobil Chemical Company pada 1960.

        Pada 1967, Mobil mengakuisisi 28 persen saham strategis di rantai bahan bakar Jerman, Aral.

        Periode 1970-an terbukti menjadi periode perubahan besar bagi kedua perusahaan. Standard Oil memulai dekade ini dengan mempertimbangkan identitas korporatnya. Sepanjang kemitraan Standard dengan Humble, mereka memasarkan produk dengan berbagai nama, menggunakan Esso (ejaan fonetik dari singkatan "SO") di pantai timur, Humble di Texas dan Ohio, dan Enco (singkatan dari "Energy Company") di 19 lainnya negara bagian.

        Keberadaan "Standard Oil" lainnya di seluruh negeri ---California, Indiana, Ohio, untuk beberapa nama-- mengharuskan penggunaan nama merek yang berbeda ini di berbagai wilayah. Karena kebutuhan akan keseragaman di antara produk-produknya, Standard Oil Company (New Jersey) mengumumkan pada 1972 bahwa mereka akan memasarkan produknya dengan merek dagang "Exxon;".

        Standard Oil Company (New Jersey) akan menjadi Exxon Corporation; dan Humble Oil & Refining Company akan menjadi Exxon Company, AS, cabang domestik Korporasi. Di luar AS, produk masih akan membawa nama Esso.

        Tantangan besar bagi industri minyak datang pada 1973 dengan embargo minyak Arab, dengan negara-negara yang mengganggu produksi, menyebabkan pasokan minyak berkurang dan harga melonjak. Peristiwa ini memaksa Exxon dan Mobil meningkatkan eksplorasi dan produksi di belahan dunia lain, termasuk Laut Utara, Teluk Meksiko, Afrika, dan Asia.

        Sebagai akibat dari krisis energi, Mobil mulai mendiversifikasi kepemilikannya secara serius, mengakuisisi Marcor, perusahaan induk pengecer Montgomery Ward dan Container Corporation of America, produsen kemasan karton. Kemudian, pada 1976, Mobil Corporation dibentuk sebagai perusahaan induk untuk Marcor dan Mobil Oil Corporation, yang meliputi operasi minyak dan gas perusahaan dan Mobil Chemical Company.

        Dekade 1980-an dan 1990-an menandai periode kemakmuran relatif bagi Exxon dan Mobil, dengan peningkatan pasokan minyak dan penurunan harga. Pada periode ini juga diperkenalkan teknik pemasaran baru, seperti toko swalayan Exxon's Tiger Market dan teknologi Speedpass Mobil.

        Pada 1980, Exxon menggabungkan asetnya di industri mineral menjadi Exxon Minerals yang baru didirikan (kemudian menjadi ExxonMobil Coal and Minerals). Pada tahun yang sama, Exxon memasuki industri serpih minyak dengan membeli 60 persen saham di Colony Shale Oil Project di Colorado, AS, dan 50 persen saham di deposit serpih minyak Rundle di Queensland, Australia. Pada 2 Mei 1982, Exxon mengumumkan penghentian Proyek Minyak Serpih Koloni karena harga minyak yang rendah dan biaya yang meningkat.

        Mobil memindahkan kantor pusatnya dari New York ke Fairfax County, Virginia, pada 1987. Exxon menjual Gedung Exxon (1251 Avenue of the Americas), bekas kantor pusatnya di Rockefeller Center, ke unit Mitsui Real Estate Development Co. Ltd. pada 1986 seharga 610 juta dolar AS, dan pada 1989, mereka memindahkan kantor pusatnya dari Manhattan, New York Kota ke area Las Colinas di Irving, Texas. John Walsh, presiden anak perusahaan Exxon, Friendswood Development Company, menyatakan bahwa Exxon meninggalkan New York karena biayanya terlalu tinggi.

        Pada 1999, Exxon dan Mobil bersiap untuk bergabung dan menjadi perusahaan energi terbesar di dunia.

        Pada 30 November 1999, Exxon dan Mobil bergabung untuk membentuk Exxon Mobil Corporation. Penggabungan senilai 73,7 miliar dolar AS dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bersaing secara efekfif sebagai pesaing global dalam ekonomi dunia.

        Pada saat penggabungan, Exxon adalah perusahaan energi terbesar di dunia sedangkan Mobil adalah perusahaan minyak dan gas terbesar kedua di AS. Secara resmi, Mobil dibeli oleh Exxon. Pemegang saham Mobil menerima 1,32 saham Exxon untuk setiap saham Mobil. Akibatnya, mantan pemegang saham Mobil menerima sekitar 30 persen di perusahaan hasil merger sementara kepemilikan pemegang saham mantan Exxon sekitar 70 persen.

        Kepala Exxon Lee Raymond tetap menjadi ketua dan kepala eksekutif perusahaan baru dan kepala eksekutif Mobil Lucio Noto menjadi wakil ketua.

        Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, Exxon telah menerima banyak kritik bersama dengan BP, China National Petroleum Corporation, Royal Dutch Shell, dan Lukoil, karena meningkatkan fasilitas produksi minyak di ladang minyak Rumaila dan West Qurna Field menyusul kurangnya pemerintah Irak kekuasaan dan ketidakstabilan akibat Perang Irak.

        Pada periode tersebut, Exxon sendiri menghasilkan 2,3 juta bpd atau lebih dari 967,4 juta dolar AS pendapatan kotor per tahun di Irak untuk mempertahankan harga rendah. Praktik ini dianggap bermanfaat bagi negara-negara konsumen minyak besar dan memungkinkan Exxon menghasilkan produk minyak mentah dengan keuntungan lebih tinggi seperti plastik, pupuk, obat-obatan, pelumas, dan pakaian.

        Exxon memperoleh keuntungan operasinya pada 2005 sebesar 36,1 miliar dolar AS (sebuah rekor untuk perusahaan diperdagangan publik), sedikit lebih kecil dari pendapatan domestik bruto (PDB) Azerbaijan, sedangkan pendapatannya lebih besar dari PDB Arab Saudi. Tiga tahun setelahnya, secara mengejutkan mereka menghentikan pasar ritel di AS dengan menjual stasiun layanannya. Penggunaan merek Exxon dan Mobil diwaralabakan kepada pemilik baru.

        Tahun 2011 dan 2012 merupakan waktu penting untuk Exxon. Sebab di tahun itu, pertama mereka memulai kerja sama strategis dengan perusahaan minyak Rusia Rosneft untuk mengembangkan lapangan East-Prinovozemelsky di Laut Kara dan lapangan Tuapse di Laut Hitam. Kedua, mereka akhirnya menandatangani perjanjian dengan Rosneft untuk menilai kemungkinan memproduksi minyak ketat dari formasi Bazhenov dan Achimov di Siberia Barat. Ketiga, mereka memulai pengembangan metana dasar batubara di Australia, tetapi menarik diri dari proyek tersebut pada 2014. Keempat ia mengonfirmasi kesepakatan untuk kegiatan produksi dan eksplorasi di wilayah Kurdistan, Irak. Kelima, Exxon mengumumkan dua penemuan minyak utama dan satu penemuan gas di perairan dalam Teluk Meksiko setelah mengebor sumur eksplorasi air dalam pasca moratorium pertama milik perusahaan. Ini adalah salah satu penemuan terbesar di Teluk Meksiko dalam dekade terakhir.

        Pada September 2016, Exxon berhasil meminta pengadilan federal AS untuk mencabut perintah merek dagang yang melarang penggunaan merek Esso di berbagai negara bagian AS. Pada saat ini, sebagai hasil dari banyak merger dan rebranding, sisa perusahaan Standard Oil yang sebelumnya keberatan dengan nama Esso telah diakuisisi oleh BP. BP juga tidak keberatan untuk mencabut larangan tersebut.

        Pada 13 Desember 2016, CEO Exxon, Rex Tillerson, dinominasikan sebagai Menteri Luar Negeri oleh Presiden terpilih Donald Trump.

        Pada Juli 2017, Exxon mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Trump yang menentang temuan bahwa perusahaan tersebut melanggar sanksi yang dikenakan pada Rusia. William Holbrook, juru bicara perusahaan, mengatakan bahwa Exxon telah mengikuti "panduan yang jelas dari Gedung Putih dan Departemen Keuangan ketika perwakilannya menandatangani (Mei 2014) dokumen yang melibatkan aktivitas minyak dan gas yang sedang berlangsung di Rusia dengan Rosneft".

        Bekerja sama dengan National Center for Supercomputing Applications di University of Illinois di Champaign-Urbana, Exxon mencatat rekor dalam komputasi kinerja tinggi dengan menggunakan lebih dari empat kali jumlah prosesor sebelumnya yang digunakan pada model simulasi reservoir minyak dan gas yang kompleks untuk meningkatkan eksplorasi dan hasil produksi, pada 2017. Terobosan dalam simulasi paralel ini menggunakan 716.800 prosesor, setara dengan memanfaatkan kekuatan 22.400 komputer dengan 32 prosesor per komputer.

        Terbukti, raksasa minyak ExxonMobil sukses menjadi perusahaan raksasa dalam bidang perminyakan. Mereka sukses menjadi yang terdepan dalam persaingan di setiap aspek. Hal ini mengisyaratkan bahwa sumber daya substansial perusahaan, seperti keuangan, operasional teknologi dan sumber daya manusia, digunakan dengan bijaksana dan dievaluasi secara teratur. 

        Pentingnya mempertahankan fleksibilitas dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang berubah telah diterapkan Exxon pada setiap zamannya. Hal itu didukung dengan perencanaan bisnis jangka panjang yang terfokus. Konsistensi dalam peningkatan produktivitas dan efisiensi mampu diterapkan. Dan yang terakhir, memanfaatkan peluang investasi dan mengembangkan teknologi ekslusif nyatanya memiliki peran besar yang pada gilirannya memberikan keunggulan nyata.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: