Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dikuasai Asing, Gimana Nasib 6 Bank Nasional Ini Sekarang?

        Dikuasai Asing, Gimana Nasib 6 Bank Nasional Ini Sekarang? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Melalui aksi akuisisi, kepemilikan saham sejumlah bank nasional berpindah tangan kepada asing. Dalam catatan redaksi WE Online, ada enam bank nasional yang kini sebagian besar sahamnya dikuasai oleh asing, yaitu Bank Bukopin, Bank Permata, Bank Agris, Bank Dinar (OK Bank), Bank Danamon, dan BTPN. 

        Lantas, di bawah kepemilikan asing, bagaimana nasib keenam bank tersebut jika ditinjau dari kinerja keuangan perusahaan saat ini? Dan juga, mengingat semua bank yang diakuisisi tersebut adalah perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia, bagaimana pula nasib dan pergerakan sahamnya saat ini?

        Baca Juga: 6 Bank Nasional yang Resmi Diakuisisi Asing

        Untuk menjawab hal tersebut, simak ulasan berikut ini.

        1. Bank Bukopin - Kookmin Bank

        Akuisisi PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) oleh KB Kookmin Bank terjadi pada tahun 2020 ini. Sampai dengan 31 Juli 2020, porsi kepemilkan Kookmin Bank dalam Bank Bukopin mencapai 33,91% atau lebih dari 5,53 miliar lembar saham. Kookmin Bank berambisi untuk menambah porsi kepemilikan saham dalam Bank Bukopin menjadi sebesar 67%. 

        Dilansir dari laporan publikasi perusahaan, Bank Bukopin mencatat penurunan laba bersih konsolidasian sebesar 53,77% dari Rp120,35 miliar pada semester I 2019 menjadi Rp54,22 miliar pada semester I 2020.

        Bersamaan dengan itu, Bank Bukopin juga mencatat ada penurunan pendapatan bunga bersih sebesar 30,28% dari Rp1,07 triliun menjadi Rp881,17 miliar. 

        Baca Juga: Pemerintah dan Regulator Jaga Bukopin dan Dana Nasabah

        Kemudian, ada penurunan pada beban operasional selain bunga sebesar 5,89% dari Rp941,19 miliar menjadi Rp813,87 miliar pada paruh pertama tahun 2020 ini.

        Perlu diketahui, sampai dengan Juni 2020, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) Bank Bukopin tercatat di angka 2,45%, menurun dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 3,10%. Penyaluran kredit Bank Bukopin sejauh ini justru mengalami peningkatan tipis, yakni dari Rp62,20 triliun menjadi Rp62,59 triliun.

        Direktur Utama Bank Bukopin, Rivan A Purwantono, yang membocorkan rencana bisnis Bukopin ke depan di bawah nahkoda baru. Bukopin akan sangat selektif dalam mencari pasar untuk bersaing, tetap fokus pada hal yang paling relevan dan sesuai dengan fokus bisnis, yaitu segmen ritel, terutama UMKM, koperasi dan komunitas pelaku bisnis Indonesia-Korea, melalui penerapan standar disiplin sesuai manajemen risiko.

        Baca Juga: Bos Bukopin Bocorkan Rencana Bisnis di Bawah Nahkoda Kookmin

        "Kerja sama antara Kookmin dan Bukopin juga dapat dilakukan untuk peningkatan layanan pada pengajuan KPR, apalagi sektor ini merupakan spesialisasi dari Kookmin," ujar Rivan melalui siaran persnya, Senin (24/8/2020).

        Sementara itu, pergerakan saham Bank Bukopin terbilang positif sejak awal tahun 2020. RTI mencatat, saham bersandi BBKP ini mengalami kenaikan 39,05%. Kenaikan paling signifikan terjadi selama tiga bulan terakhir, yakni menembus angka 80,53%. 

        Asal tahu saja, pada Januari 2020, harga saham BBKP masih bertengger di kisaran Rp239 per saham. Harganya melonjak drastis, di mana sampai perdagangan saham sesi I siang ini, saham BBKP bertengger di harga Rp294 per saham. Jika dilihat secara tahun ke tahun (yoy), saham BBKP mengalami kenaikan sebesar 6,14% dari Rp275 per saham pada 28 Agustus 2019 menjadi Rp294 per saham pada 28 Agustus 2020.

        2. Bank Permata - Bangkok Bank (2020)

        Sama halnya dengan Bank Bukopin, mayoritas saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) juga kini beralih ke tangan asing, yakni Bangkok Bank Public Company Limited (Bangkok Bank). Melalui aksi akuisisi dari dua pemilik sebelumnya, yakni PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered Plc pada tahun 2020 ini, Bangkok Bank menguasai 89,12% atau lebih dari 24,99 miliar saham Bank Permata. 

        Ditinjau dari laporan keuangan perusahaan, kinerja Bank Permata pada paruh pertama tahun ini terbilang positif. Bank Permata membukukan pertumbuhan pendapatan operasional sebelum pencadangan sebesar 24,2% menjadi Rp1,7 triliun pada semester I 2020. Bersamaan dengan itu, pendapatan bunga bersih Bank Permata juga mengalami pertumbuhan sebesar 12,1% secara tahunan. Kemudian, sepanjang semester I 2020, Bank Permata mencatat penurunan laba sebesar 48,5% dari Rp771 miliar pada tahun 2019 menjadi hanya Rp366 miliar.

        Baca Juga: H1 2020, Bank Permata Capai Pendapatan Operasional Rp1,7 Triliun

        Direktur Utama Bank Permata, Ridha D.M. Wirakusumah, mengungkapkan bahwa pencapaian rasio margin bunga (net income margin/NIM) pada periode tersebut mengalami peningkatan dari 4,2% menjadi 4,5%. Pada saat yang bersamaan, Bank Permata mengalokasikan biaya pencadangan penurunan kualitas aset sebesar Rp1,1 triliun dengan mempertimbangan potensi peningkatan kerugian kredit.

        Kinerja saham Bank Permata terpantau mengalami kenaikan sejak awal tahun 2020. Walau tak signifikan, secara year to date, kenaikan tersebut mencapai 4,35%. Jika dipersempit kembali, apresiasi saham Bank Permata dalam tiga bulan terakhir mencapai 4,76%.

        Perlu diketahui, pada Januari 2020, saham BNLI bertengger di kisaran harga Rp1.260 per saham. Harga saham BNLI sempat anjlok signifikan Maret 2020 hingga harus terjungkal ke level terbawah di kisaran Rp995 per saham. Adapun pada siang ini, saham BNLI ditutup stagnan pada level Rp1.320 per saham.

        Jika dilihat secara tahun ke tahun (yoy), saham BNLI mengalami kenaikan sebesar 34,01% dari Rp985 per saham pada 28 Agustus 2019 menjadi Rp1.320 per saham pada 28 Agustus 2020.

        3. Bank Agris - Industrial Bank of Korea (2019)

        Sejak diakuisisi pada tahun 2019 lalu, porsi kepemilikan saham Industrial Bank of Korea dalam Bank Agris atau yang saat ini berubah nama menjadi PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) mencapai 97,50%, setara lebih dari 10,95 miliar saham.

        Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, per Maret 2020 IBK Indonesia mengantongi pendapatan bunga bersih sebesar Rp48,34 miliar, menurun dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp31,15 miliar. Bersamaan dengan itu, beban operasional selain bunga bersih membengkak signifikan dari Rp39,96 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp224,31 miliar pada tahun 2020.

        Alhasil, sampai dengan Maret lalu, IBK Indonesia membukukan rugi operasional sebesar Rp175,98 miliar, jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya Rp8,81 miliar. 

        Baca Juga: Kolaborasi Bank Mega Syariah-Masjid Istiqlal Luncurkan E-Istiqlal

        Kemudian, kerugian laba tahun berjalan yang dimiliki IBK Indonesia meningkat dari Rp9,16 miliar menjadi Rp168,61 miliar. Dari pos aset, IBK Indonesia mencatatkan kenaikan tipis dari Rp6,42 triliun menjadi Rp6,65 triliun dengan total ekuitas pada periode tersebut sebesar Rp1,16 triliun.

        Saham bersandi AGRS ini mengalami kenaikan harga hingga 38,52% secara year to date. Tren kenaikan paling tinggi terjadi dalam tiga bulan terakhir yang angkanya menembus 32,62%. Meski begitu, pergerakan saham AGRS selama pekan ini terpantau fluktuatif dengan kecenderungan tertekan.

        Saham AGRS pada Januari 2020 lalu bertengger di kisaran Rp150 per saham. Nilainya terus menurun pada periode Juni 2020 hingga ke harga Rp96 per saham. Sepanjang hari ini, saham AGRS bergerak di zona merah dengan capaian level terendah di Rp185 per saham. Pada penutupan sesi I, saham AGRS memerah 3,61% ke level Rp187 per saham.

        Jika dilihat secara tahun ke tahun (yoy), saham AGRS mengalami penurunan sebesar -13,51% dari Rp208 per saham pada 28 Agustus 2019 menjadi Rp192 per saham pada 28 Agustus 2020.

        4. Bank Dinar Indonesia - APRO Financial (2018)

        Bank Oke yang dulunya bernama PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) saat ini sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing, yaitu APRO Financial Co.Ltd. Perusahaan pembiayaan asal Korea Selatan itu tercatat menguasai 92,50% atau lebih dari 8,21 miliar saham Bank Oke. 

        Bank Oke pada paruh pertama tahun ini terbilang positif. Hal itu tercermin dari pertumbuhan laba tahun berjalan sebesar 46,93% dari Rp5,15 miliar pada semester I 2019 menjadi Rp9,71 miliar pada semester I 2020. Capaian tersebut diikuti oleh pertumbuhan kredit secara tahunan sebesar 18,75% menjadi Rp3,78 triliun. Sejalan dengan itu, DPK Bank Oke juga bertumbuh positif hingga 26,09% menjadi Rp2,53 triliun. 

        Sampai dengan Juni 2020, restrukturasi Bank Oke tercatat sebesar Rp1,2 triliun dengan rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga di rasio 3,10%. Direktur Kepatuhan Bank Oke, Efdinal Alamsyah, memprediksikan pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini mencapai 25%. 

        Baca Juga: Semester I 2020, Amar Bank Bukukan Aset Rp3,1 Triliun

        "Target pertumbuhan kredit kami tahun ini adalah 25% secara tahunan. Pertumbuhan ekonomi mungkin masih berat, cuma sekitar 5%. Namun, segmen pasar kami masih cukup baik untuk terus meningkatkan fungsi intermediasi," imbuhnya dikutip dari Bisnis Indonesia.

        Berbeda dengan saham tiga bank nasional sebelumnya, pergerakan saham DNAR justru tidak mengalami kenaikan signifikan. Secara ytd, kenaikan harga saham DNAR hanya sebesar 1,69%. Namun, jika dilihat dalam tiga bulan terakhir, harga saham DNAR terdongkrak hingga 37,14%.

        Harga saham DNAR pada awal tahun berada di kisaran Rp240 per saham. Harganya sempat anjlok parah pada Februari hingga jatuh ke kisaran Rp165 per saham. Setelah sempat naik ke Rp270-an, harga saham DNAR kembali anjlok pada Juni ke kisaran Rp120 per saham. Tidak ada pergerakan saham DNAR sepanjang hari ini sehingga harganya stagnan di angka Rp240 per saham.

        Jika dilihat secara tahun ke tahun (yoy), saham DNAR mengalami penurunan sebesar -11,76% dari Rp272 per saham pada 28 Agustus 2019 menjadi Rp240 per saham pada 28 Agustus 2020.

        5. Bank Danamon - Mitsubishi UFJ (2017)

        Mayoritas saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) saat ini dikuasai oleh asing, yakni The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Ltd (MUFG). Sampai dengan saat ini, porsi kepemilikan MUFG dalam Bank Danamon mencapai 92,47% atau setara dengan 9,04 miliar saham. 

        Menilik kinerja keuangan perusahaan, Bank Danamon membukukan laba bersih setelah pajak (NPAT) sebesar Rp845 miliar pada semester pertama 2020. Angka ini turun 53% bila dibandingkan dengan periode semester I-2019 yang tercatat Rp1,81 triliun.

        Sementara itu, total portofolio kredit dan trade finance Bank Danamon tercatat sebesar Rp142,7 triliun pada akhir Juni 2020 atau semester I 2020. Angka ini turun 4% bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp148,2 triliun. Adapun rasio kredit bermasalah pada periode tersebut juga mengalami peningkatan, yakni dari 3,2% menjadi 4,1%. 

        Di samping itu, Bank Danamon berhasil memperkuat pendanaan yang ditunjukkan oleh pertumbuhan 14% dibandingkan tahun sebelumnya pada giro dan tabungan (Current Account and Savings Account/CASA) menjadi Rp62,1 triliun sehingga rasio CASA meningkat menjadi 53,2% dari 46,4% pada periode yang sama tahun lalu.

        Baca Juga: Per Semester I-2020, Danamon Salurkan Kredit Rp142,7 Triliun

        "Bank Danamon menjaga penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan kualitas aset melalui pelaksanaan prosedur penilaian risiko, serta proses collection dan recovery kredit yang disiplin. Bank Danamon terus menjaga pencadangan yang cukup dan saat yang sama membantu nasabah yang terdampak Covid-19 melalui restrukturisasi kredit," imbuh Danamon melalui siaran resminya di Jakarta, Selasa (4/8/2020).

        Kinerja saham BDMN terpantau mengalami tren melemah sejak awal tahun ini. Secara ytd, saham BDMN terkoreksi hingga 30,63%. Asal tahu saja, pada Januari 2020, harga saham BDMN berada di kisaran Rp3.950 per saham. 

        Sejak itu, harga saham BDMN terus merosot hingga akhirnya pada Mei 2020 anjlok ke kisaran Rp1.675 per saham. Koreksi saham tersebut masih berlanjut sampai pekan ini, di mana saham BDMN melemah 1,08% dalam lima hari perdagangan terakhir. Siang ini, saham BDMN stagnan dan parkir di level Rp2.740 per saham.

        Jika dilihat secara tahun ke tahun (yoy), saham BDMN mengalami penurunan sebesar -45,07% dari Rp4.940 per saham pada 28 Agustus 2019 menjadi Rp2.730 per saham pada 28 Agustus 2020.

        6. Bank BTPN - Sumitomo Mitsui Banking (2014)

        Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), bank terbesar kedua di Jepang itu merupakan pemegang saham mayoritas salah satu bank nasional, yakni PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk (BTPN). Sejak pertama akuisisi pada 2014, total kepemilikan saham SMBC dalam BTPN menjadi sebesar 92,43% atau setara dengan 7,53 miliar saham.

        Di bawah naungan SMBC, kinerja keuangan BTPN sepanjang semester I 2020 tercatat menurun. Misalnya saja, akumulasi laba bersih setelah pajak yang dihimpun BTPN turun 10% secara tahunan dari Rp1,42 triliun menjadi Rp1,12 triliun. Kenaikan biaya kredit yang mencapai 63% menjadi salah satu faktor berkurangnya laba bersih perusahaan.

        Baca Juga: Likuiditas Bank Melimpah di Tengah Kenaikan NPL

        Perlu diketahui, sampai dengan Juni 2020, BTPN mencetak pertumbuhan kredit sebesar 5%. Total pinjaman yang disalurkan BTPN pada periode tersebut bertambah dari Rp143,4 triliun menjadi Rp150,5 triliun. 

        Kemudian, DPK BTPN juga mengalami peningkatan dari Rp97,9 triliun pada Juni 2019 menjadi Rp101,4 triliun pada Juni 2020. Adapun untuk rasio kredit bermasalah (NPL), BTPN mencetak kenaikan, yakni dari 0,81% menjadi 1,12%. 

        "Kami bersyukur karena Bank BTPN dapat bertahan menghadapi tantangan di masa sulit ini dengan menjaga kualitas portfolio kredit sehingga dampak dari pandemi ini dapat diminimalisasi," imbuh Direktur Utama BTPN, Ongki Wanadjati Dana, pada Rabu, 26 Agustus 2020 lalu. 

        Tren melemah juga ditunjukkan oleh pergerakan saham BTPN, di mana saham ini memerah 24,31% secara ytd. Untungnya, kondisinya mulai pulih hingga tercatat naik 34,79% dalam tiga bulan terakhir. 

        Pada Januari 2020, saham BTPN masih dibanderol seharga Rp3.240 per saham. Sekitar Maret 2020, saham BTPN merosot tajam ke kisaran Rp1.605 per saham. Meski begitu, saat ini harga saham BTPN sudah kembali bertengger di atas Rp2.400. Pada penutupan sesi I, saham BTPN terapresiasi 1,23% ke level Rp2.460 per saham. 

        Jika dilihat secara tahun ke tahun (yoy), saham BTPN mengalami penurunan sebesar -26,81% dari Rp3.340 per saham pada 28 Agustus 2019 menjadi Rp2.430 per saham pada 28 Agustus 2020.

        Untuk lebih memahami, simak perbandingan kinerja selama semester I dan pergerakan saham secara year to date dari keenam bank berikut ini.

        Nama Bank Laba/Rugi (Rp) % Harga Saham (Rp)

        %

        (yoy)

        H1 2019 H1 2020 28 Agustus 2019 28 Agustus 2020
        Bukopin 54,22 miliar 20,35 miliar -53,7 275 294 6,14
        Permata  771 miliar 366 miliar -48,5 985 1.320 34,01
        Agris (43,31 miliar) - - 208 192 -13,51
        Dinar 5,15 miliar 9,71 miliar 46,93 272 240 -11,76
        Danamon 1,8 triliun 845 miliar -53 4.940 2.730 -45,07
        BTPN 1,26 triliun 1,12 triliun -10 3.340 2.430 -26,81%

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: