Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fakta Seputar '1,5 Bulan Tak Cukup Hindari Resesi'

        Fakta Seputar '1,5 Bulan Tak Cukup Hindari Resesi' Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonomi Indonesia makin dekat dengan jurang resesi. Bahkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memprediksi kuartal III-2020 berada di kisaran 0% hingga minus 2%. Hal ini merupakan imbas pandemi Covid-19.

        Dirinya mengatakan, adapun risiko tekanan pada pasar keuangan belum pulih. Serta, proyeksi pada tahun 2020 bisa minus 1,1% hingga 0%.

        Baca Juga: Tanda-Tanda Resesi dari Sri Mulyani

        "Kita memang melihat di kuartal III downside risk tetap menunjukkan risiko yang nyata, kuartal III outlook-nya antara 0% hingga negatif 2%," kata Sri Mulyani.

        Dia melanjutkan, berbagai negara mulai memperlihatkan kontraksi ekonomi yang makin nyata, baik di negara maju maupun negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi yang negatif, bahkan hingga menyentuh angka 2 digit ini, terjadi akibat ketidakpastian yang cukup tinggi terutama karena masih dibayangi oleh pandemi Covid-19.

        Berikut adalah fakta mengenai ancaman resesi yang dirangkum Okezone, Sabtu (29/8/2020).

        1. Sulit Menghindari Resesi

        Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan bahwa bila dibandingkan kuartal II yang terkontraksi 5,32%, kuartal-III ada peluang perbaikan. Namun, untuk terhindar dalam jurang resesi itu sulit.

        "Saat ini kelihatannya sulit untuk menghindari resesi karena di kuartal-III secara realistis ekonomi akan tetap tumbuh negatif. Walaupun akan ada perbaikan yang cukup signifikan dari kuartal-II," kata Shinta.

        2. Dampak Covid-19 Sangat Parah

        Sri Mulyani pun mengakui bahwa pandemi memberi dampak sangat menakutkan. Sebab, Covid-19 memengaruhi seluruh sektor dari sosial, kesehatan, ekonomi, dan terjadi di seluruh dunia.

        "Dampak Covid-19 sangat parah seperti terlihat dari kontraksi-kontraksi yang cukup signifikan terhadap perekonomian banyak negara," ujar Sri Mulyani.

        3. Ancaman Covid Belum Berakhir

        Sri Mulyani menyebut jika tekanan dan pengaruh Covid-19 ini masih akan berlangsung lama. Adapun tekanan Covid-19 tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lainnya.

        "Pandemi global yang dihadapi seluruh dunia menjadi situasi yang luar biasa, tanda-tanda Covid-19 ini belum berakhir dan masih akan lama," ujar Sri Mulyani.

        4. Tanda-Tanda Krisis

        Sri Mulyani mengatakan, pandemi masih menjadi faktor utama yang menentukan kegiatan dan pemulihan ekonomi. Bahkan, berbagai negara mulai memperlihatkan kontraksi ekonomi yang makin nyata, baik di negara maju maupun negara berkembang.

        "Pemulihan ekonomi kita sangat rapuh," ujarnya.

        5. Jurus Sri Mulyani

        Sri Mulyani mengatakan bakal fokus pada penyerapan belanja kementerian dan lembaga negara. Hal ini nantinya mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

        "Pemerintah tetap mengusahakan sampai akhir bulan ini Agustus-September beberapa kementerian kemarin sudah meningkat untuk akselerasinya pada minggu terakhir kemarin ini," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta.

        6. Waktu 1,5 Bulan Tak Cukup

        Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, waktu 1,5 bulan ini tidaklah cukup untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari resesi.

        "Sulit untuk keluar dari resesi karena konsumsi saat ini masih lemah," kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Jumat (28/8/2020).

        Dia melanjutkan, stimulus pemerintah seperti subsidi gaji terlambat disalurkan sehingga efek ke belanja masyarakat tidak akan langsung dirasakan.

        "Realisasi PEN pun baru 25%, relatif rendah," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: