Kredit Foto: Antara/FB Anggoro
Black campaign terkait kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir sengaja didesain oleh sejumlah pihak berkedok pecinta lingkungan. Fakta dan data hasil riset yang ada dibalikkan menjadi isu negatif dengan tujuan untuk melumpuhkan famousitas kelapa sawit sebagai komoditas unggulan Indonesia.
Salah satu isu lingkungan yang sering kali diangkat menjadi senjata oleh sejumlah pihak antisawit adalah keberadaan perkebunan kelapa sawit yang mengakibatkan keanekaragaman hayati dan biodiversitas hutan menghilang. Pelaku dan industri perkebunan kelapa sawit sering kali dipojokkan sebagai driver utama atas kerusakan alam dan berkurangnya spesies fauna endemik.
Baca Juga: Kaltim: Replanting Sawit Makin Gencar
Menepis isu tersebut, PT Mentaya Sawit Mas (PT MSM), Wilmar Group telah menyediakan areal konservasi burung pemangsa (raptor) di kawasan high conservation value (HCV/konservasi bernilai tinggi) yang berada di area perkebunan kelapa sawit yang dikuasainya. Kawasan perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kalimantan Tengah tersebut, saat ini telah menjadi rumah bagi 16 spesies burung pemangsa atau 55 persen dari total jumlah spesies burung di Pulau Kalimantan (termasuk Brunei Darussalam dan Malaysia).
Senior Assistant Conservation Indonesia, Wilmar International, Surya Purnama mengatakan, "Areal konservasi seluas sekitar 4.000 hektare tersebut telah diidentifikasi melalui penilaian area bernilai konservasi tinggi (NKT) yang dilakukan sebelum pembukaan kebun."
Lebih lanjut Surya mengatakan, penentuan area konservasi tersebut telah melewati konsultasi publik yang berasal dari penilaian para ahli sehingga perusahaan memperoleh rekomendasi untuk melakukan konservasi pada area-area yang diidentifikasi. "Penilaian area-area NKT terdiri dari area-area yang mempunyai nilai, seperti fungsi habitat, fungsi jasa ekosistem, ekosistem unik/langka, hingga area dengan fungsi sosial budaya masyarakat setempat," terang Surya.
PT MSM ini juga melakukan pengelolaan dan pemantauan secara rutin terhadap kawasan konservasi, sosialisasi kepada staf dan karyawan perusahaan, termasuk penelitian mengenai penggunaan habitat dan perilaku beberapa jenis burung pemangsa. Keberadaan burung pemangsa juga dapat dimanfaatkan sebagai predator alami bagi hama perkebunan sawit. Contohnya, Elang tikus (Elanus caeruleus) dan Elang-ular Bido (Spilornis cheela) dapat memangsa tikus, sedangkan Alap-Alap Capung (Microcierax fringillarius) memangsa dan mengontrol serangga.
Perusahaan juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelestarian burung pemangsa melalui sosialisasi. Sebab, burung pemangsa tersebut menghadapi sejumlah ancaman antara lain kebakaran lahan dan hutan serta pembukaan kawasan konservasi untuk tambang.
Area perkebunan ini juga menjadi salah satu lintasan jalur migrasi burung pemangsa dari belahan bumi utara menuju belahan bumi selatan, yaitu East Asian Australasia Flyway. Jenis burung pemangsa migran yang dijumpai di areal perkebunan adalah Elang-Alap Nipon (Accipiter gularis) dan Sikep-Madu Asia (Pernis ptilorhynchus). Dari seluruh temuan, keberadaan jenis Baza Jerdon (Aviceda jerdoni) merupakan jenis paling unik karena ditemukan sedang bersarang di kawasan konservasi PT MSM pada 2012.
Surya menambahkan, temuan jenis sarang tersebut cukup langka di Indonesia. Jenis sarang serupa juga ditemukan di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh. Sarang itu berada di pohon dengan ketinggian 7–20 meter dan dekat dengan jalan utama di hutan primer dengan tipe tanaman Dipterocarpus. Sementara di PT MSM, sarang berada di pohon Kempas (Compassia excelsa) dengan ketinggian sekitar 15 meter.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: