Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dahsyatnya Pandemi: Pemilik Pizza Hut, KFC, dan Starbucks Terpaksa Gigit Jari

        Dahsyatnya Pandemi: Pemilik Pizza Hut, KFC, dan Starbucks Terpaksa Gigit Jari Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tengah pandemi Covid-19 nyatanya turut membatasi geliat bisnis perusahaan restoran cepat saji di Indonesia. Penutupan gerai untuk mencegah penyebaran virus corona secara signifikan menekan kinerja keuangan perusahaan hingga akhirnya rugi pun tak bisa ditampik. 

        Baca Juga: Emiten Penerbangan Kompak Dapat Rapor Merah, Siapa yang Paling Berdarah-Darah?

        Redaksi Warta Ekonomi mencoba merangkum kinerja keuangan dari tiga emiten pemilik restoran cepat saji, mulai dari pemilik Pizza Hut, KFC, sampai dengan pemilik Starbucks. Berdasarkan data yang ada, ketiga emiten tersebut sama-sama harus gigit jari, entah karena capaian laba yang anjlok atau bahkan karena tak berhasil lolos dari jeratan rugi. Untuk lebih jelasnya, simak ulasan berikut.

        1. Sarimelati Kencana - Pizza Hut

        Pemilik hak waralaba Pizza Hut Indonesia, yakni PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) harus menelan pil pahit pada awal tahun ini. Pasalnya, pandemi Covid-19 telah menekan signifikan bisnis PZZA yang tercermin dari anjloknya laba bersih perusahaan hingga nyaris mencapai 90%.

        Dilansir dari laporan keuangan di keterbukaan informasi, PZZA membukukan laba bersih sebesar Rp10,48 miliar pada semester I 2020. Angka tersebut turun 89,48% dari semester I 2019 yang kala itu laba bersih PZZA mencapai Rp99,65 miliar. Hal itu selaras dengan anjloknya penjualan PZZA sepanjang enam bulan pertama tahun ini. 

        Per Juni 2020, PZZA membukukan pendapatan atau penjualan sebesar Rp1,82 triliun. Capaian tersebut 6,04% lebih rendah dari penjualan pada Juni 2019 lalu yang angkanya menembus Rp1,94 triliun. Sementara itu, beban pokok penjualan tercatat membengkak dari Rp631,29 miliar pada tahun lalu menjadi Rp634,66 miliar pada tahun ini. Hal itu yang turut membuat laba bersih PZZA terkontraksi signifikan.

        Baca Juga: Pendapatan Anjlok, Pizza Hut Bakal PHK Karyawan?

        Jika ditelisik, penjualan produk makanan Pizza Hut mengalami kenaikan tipis, yakni dari Rp1,72 triliun pada tahun lalu menjadi Rp1,73 triliun pada tahun ini. Sayangnya, pada periode yang sama penjualan minuman anjlok signifikan dari Rp219,43 miliar menjadi Rp94,77 miliar. Penjualan dari Jabodetabek masih menjadi yang paling mendominasi dengan kontribusi Rp731,65 miliar dari total penjualan. Berikutnya diikuti oleh penjualan di Jawa-Bali sebesar Rp560,22 miliar, Sumatra Rp261,1 miliar dan Sulawesi Rp109,51 miliar.

        Kinerja keuangan PZZA semakin tertekan lantaran pendapatan operasi mengalami penurunan sedalam 58,63% menjadi Rp3,84 miliar pada semester I 2020. Ditambah lagi, sejumlah pos beban juga ikut membengkak, yakni beban umum dan administrasi naik 7,9% menjadi Rp100,51 miliar serta beban operasi naik 126,05% menjadi Rp11,39 miliar pada Juni 2020.

        Sebagai informasi, menyiasati berbagai tantangan bisnis di tengah pandemi, manajemen PZZA melakukan berbagai upaya untuk mendongkrak penjualan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan strategi jemput bola melalui berjualan di sejumlah ruas jalan.

        "Karena kondisi pandemi ini, konsumen yang datang ke outlet kami sepi, jadi kami harus jemput bola," pungkas Manajer Pizza Hut, Awal Ginting, sebagaimana dikutip dari Gowest.id, Senin, 28 September 2020.

        2. Fast Food Indonesia - KFC

        Kinerja PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) terdampak signifikan oleh adanya pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020. Emiten yang mengelola waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) ini menelan rugi sebesar Rp142,23 miliar pada semester I 2020. Capaian tersebut sangat 180 derajat berbeda dari capaian tahun lalu di mana perusahaan mengantongi laba bersih sebesar Rp157,52 miliar.

        Pil pahit tersebut harus ditelan oleh FAST lantaran dalam enam bulan terakhir pendapatan perusahaan amblas 25,42% dari Rp3,37 triliun pada Juni 2019 menjadi Rp2,51 triliun pada Juni 2020. Bersamaan dengan itu, beban pokok pendapatan FAST mengalami penurunan tipis dari Rp1,26 triliun menjadi Rp1,03 triliun.

        Baca Juga: Terungkap 5 Alasan Warren Buffet Hobi Makan Fast Food Setiap Hari

        Seluruh sumber pendapatan FAST mengalami penurunan yang signifikan. Pendapatan dari produk makanan dan minuman angkanya turun dari Rp3,32 triliun pada Juni 2019 menjadi hanya Rp2,49 triliun pada Juni 2020. Begitu pun dengan pendapatan hasil penjualan konsinyiasi CD yang merosot dari Rp45,44 miliar tahun lalu menjadi Rp27,19 miliar pada tahun ini. Yang paling signifikan adalah anjloknya pendapatan jasa layanan antar dari Rp4,15 miliar tahun 2019 menjadi hanya Rp1,99 miliar tahun 2020. 

        Tak berhenti sampai di sana, ketika pendapatan turun, sejumlah pos beban justru membengkak pada paruh pertama tahun ini sehingga rugi usaha pun tak bisa dihindari. Misalnya, beban umum dan administrasi angkanya naik dari Rp288,26 miliar menjadi Rp289,12 miliar. Beban operasi juga membengkak dari Rp3,61 miliar menjadi Rp8,18 miliar. Sementara itu, beban penjualan dan distribusi mengalami perbaikan dari Rp1,66 triliun pada 2019 menjadi Rp1,39 triliun pada 2020.

        Sebagai pengingat, pada Juli 2019 lalu, manajemen FAST mengakui bahwa penerapan PSBB berimbas pada penutupan 39 gerai KFC. Alhasil, aktivitas bisnis menjadi tidak maksimal dengan catatan kontribusi dari penutupan gerai tersebut mencapai 50% dari keseluruhan pendapatan perusahaan.

        "Kontribusi kegiatan operasional yang terhenti memberikan andil sebesar 25%-50% terhadap pendapatan," tegas manajemen FAST dalam keterbukaan informasi dikutip pada Senin, 28 September 2020.

        3. MAP Boga Adiperkasa - Starbucks

        Senasib dengan pemilik gerai KFC, PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) juga berbalik merugi pada semsetr I 2020. Dalam laporan keuangan perusahaan, pemilik gerai Starbucks ini membukukan rugi bersih sebesar Rp114,67 miliar pada Juni 2020. Padahal, pada Juni 2019 MAPB mengantongi laba bersih sebesar Rp57,80 miliar. 

        Baca Juga: Bikin Tepuk Jidat! Kerugian Starbucks Hampir Sentuh Rp100 M

        Terimbas oleh pandemi Covid-19, pendapatan MAPB pada semester I 2020 ini terkontraksi menjadi Rp959,79 miliar. Capaian tersebut menurun sedalam 33,09% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,43 triliun. Beban pokok pendapatan MAPB juga ikut menurun sebesar menjadi Rp293,73 miliar pada Juni 2020. 

        Tak bisa dielakkan bahwa aktivitas bisnis menjadi sangat terbatas di tengah berbagai kebijakan pencehagan Covid-19, terutama kebijakan PSBB. Bagaimanapun, semua sumber pendapatan MAPB mengalami kontraksi pada paruh pertama tahun ini. Sebagai contoh, MAPB membukukan penurunan penjualan bisnis minuman dari Rp953,60 miliar pada Juni 2019 menjadi hanya Rp611,45 miliar pada Juni 2020.

        Penjualan makanan juga bernasib sama, yakni turun dari Rp385,20 miliar menjadi Rp256,23 miliar. Begitu pun dengan penjualan lainnya yang turun 95,74 miliar menjadi R92,12 miliar.

        Faktor yang paling berpengaruh terhadap kerugian perusahaan adalah membengkaknya beban keuangan MAPB dari Rp260 juta pada Juni 2019 menjadi Rp23,43 miliar pada Juni 2020. Meskipun begitu, MAPB berhasil menekan pos beban lainnya, salah satunya dalah beban penjualan yang turun dari Rp814,63 miliar menjadi Rp666,97 miliar. Beban umum dan administrasi juga mengalami penurunan dari Rp135,89 miliar menjadi Rp124,03 miliar.

        Sebagai tambahan, pada kuartal I 2020 lalu MAPB masih membukukan kinerja keuangan yang positif karena ditopang oleh pertumbuhan bisnis Starbucks. Dalam tiga bulan pertama tahun 2020, pendapatan MAPB masih tumbuh 0,6% menjadi Rp4,71 triliun.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: