Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PSBB Ketat Ala Anies Tak Optimal, Epidemiolog Bilang Karena...

        PSBB Ketat Ala Anies Tak Optimal, Epidemiolog Bilang Karena... Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi -

        Hasil pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta belum optimal. Rata-rata warga ibu kota yang terpapar virus corona sebanyak 1.147 orang per hari. Padahal, kebijakan itu sudah berjalan hampir satu bulan.

        Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menilai penyebab belum maksimalnya PSBB di Ibu Kota karena pemerintah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tak bersinergi.

        "Seharusnya seluruh kepala daerah di kawasan Jabodetabek menyinergikan kebijakan penanganan Covid-19. Misalnya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Jabodetabek," saran Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini.

        Baca Juga: Demo Omnibus Law Tumpah di Jakarta, PSBB Ketat Anies Bakal Berakhir Sia-sia

        Pandu menuturkan, pengetatan PSBB di Jakarta semestinya dijadikan alarm daerah penyangga ibu kota untuk juga ikut memperketat kebijakan. Diingatkannya, kasus di wilayah penyangga berpotensi meningkat jika tidak melakukan pembatasan ketat seperti di Jakarta.

        "Sebenarnya dengan PSBB, penularan kasus tidak meninggi. Memang belum bisa menurun, tapi penularannya melambat. Tapi akan sulit menekan penularan virus kalau antar-daerah tidak sinergi," paparnya.

        Hal sama disampaikan Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Abdul Aziz. Dia menilai pengetatan PSBB dilakukan Jakarta kurang efektif. Pasalnya, tidak didukung daerah penyangga seperti Bodetabek.

        "Daerah sekeliling Jakarta mempunyai kebijakan berbeda. Sehingga, banyak orang Jakarta yang pergi ke daerah-daerah penyangga untuk berkumpul sambil makan-makan. Pergerakan orang keluar masuk tak terkontrol," kata Aziz, dalam keterangannya.

        Dia mendesak, pemerintah pusat turun tangan membuat satu regulasi penanganan Covid- 19 antara Jakarta dengan wilayah penyangga.

        "Harus satu komando kebijakannya. Kalau enggak, susah dikendalikan penularan virus ini," sebutnya.

        Seperti diketahui, pengetatan PSBB di Jakarta diberlakukan sejak 14 September lalu. Awalnya hanya dua minggu. Tetapi diperpanjang dua minggu, hingga 11 Oktober 2020. Perpanjangan dilakukan karena penularan Corona masih tinggi.

        Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengaku ingin ada kesamaan langkah dalam penanganan Covid-19 di kawasan Jakarta dan wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) supaya penyebaran virus corona dapat dikendalikan.

        "Banyak klaster keluarga, ini datang dari klaster kantor, karena mayoritas warga Bodebek kerja di Jakarta. Ini sedang kita teliti. Apakah karena kantor yang di Bogor atau klaster kantornya di Jakarta," kata Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, di Depok.

        Baca Juga: Tangani Covid-19, Ridwan Kamil: Bodebek Fokus Klaster Keluarga

        Kesamaan langkah dimaksud Emil, salah satunya mengenai sinkronisasi kebijakan pembatasan kegiatan. Misalnya, saat ini Kota Depok memberlakukan jam pembatasan aktivitas usaha untuk layanan di tempat hanya sampai pukul 18.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Namun, beberapa wilayah lainnya belum sama kebijakannya.

        Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, jumlah kasus aktif sampai 7 Oktober 2020 sebanyak 13.254 orang. Sedangkan total kasus konfirmasi positif sebanyak 82.383 orang. Total sembuh sebanyak 67.310 orang atau 81,7 persen. Sedangkan, kasus meninggal 1.819 orang atau 2,2 persen.

        "Sedangkan tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia sebesar 3,6 persen," ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta, Dwi Oktavia.

        Menurut Dwi, untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 12,2 persen. Sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 8,1 persen. Hal itu cukup tinggi sebab, Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.

        Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pernah menyebut, selama pengetatan PSBB kasus Covid-19 mulai melandai. Namun, klaim tersebut tak sesuai dengan angka penyebaran Covid-19. Jumlah penambahan kasus harian corona masih melampaui angka 1.000 per hari. Berdasarkan catatan, cuma ada tiga hari dengan penambahan kasus di bawah angka 1.000 selama PSBB.

        Yakni pada 19 September dengan 932 kasus, 28 September 807 kasus, dan 5 Oktober dengan 822 kasus. Jika dirata-rata, penambahan kasus harian Covid-19 selama PSBB hingga 7 Oktober adalah 1.147 kasus per hari.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: