Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indonesia Diprediksi Menang Lawa Meksiko sampai Turki, soal Utang!

        Indonesia Diprediksi Menang Lawa Meksiko sampai Turki, soal Utang! Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia masuk ke dalam 10 negara pendapat kecil-menengah dengan utang terbanyak. Hal ini terungkap dalam International Debt Statistics 2021 (Statistik Utang Internasional 2021) yang dikeluarkan Bank Dunia.

        Laporan itu menyebutkan Indonesia memiliki jumlah utang luar negeri sebesar US$402,08 miliar atau sekitar Rp5.940 triliun (kurs Rp14.775) di 2019. Jumlah itu menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 setelah China, Brazil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki.

        Menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, diperkirakan utang Indonesia segera berada di atas Turki dan Meksiko dalam beberapa tahun ke depan. Turki memiliki utang US$440,7 miliar di 2019, Meksiko punya utang luar negeri US$469,7 miliar. Sementara Indonesia jumlah ULN-nya US$402 miliar di 2019.

        Baca Juga: IMF Guyur Utang, Sri Mulyani Tegas: Tak Cuma Demi Bertahan, Tapi Juga Pulih

        "Pada 2020 kenaikan ULN didorong juga oleh penerbitan utang pemerintah dalam bentuk global bond US$4,3 miliar. Belum tambahan utang valas lain yang disumbang oleh swasta," ujar dia, Jumat (16/10/2020).

        Pemerintah dan BI sepertinya harus lebih mencermati risiko ULN karena beban utang valas harus dibayar dengan stok valas yang cukup. Jika tidak, akan menimbulkan tekanan hebat pada stabilitas nilai tukar rupiah.

        "Kinerja utang juga disebut buruk karena debt to service atau DSR terus meningkat menjadi 29,5%. Kenaikan DSR cerminkan penambahan utang tidak diimbangi dengan kinerja penerimaan di sektor valas seperti rendahnya kinerja ekspor sepanjang tahun," jelas dia.

        Dia menjelaskan, kenaikan utang luar negeri akan mengakibatkan financial distress pada sektor swasta. Jika terjadi tekanan pada nilai tukar, maka gelombang pailit pasti terjadi karena beban sudah terlalu besar.

        Di saat yang bersamaan, tidak banyak swasta yang lakukan hedging. Situasi ini akan memicu PHK sebagai konsekuensi pailitnya perusahaan.

        "Sementara bagi pemerintah konsekuensi naiknya utang akan memicu perbankan dan investor memarkir dana di surat utang pemerintah dibandingkan berinvestasi di sektor riil. Apa yang terjadi? Crowding out effect. Dana tersedot masuk ke pemerintah, sektor riil akan kekurangan likuiditas," tandas dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: