5 Faktor Terkuat di Balik Kejayaan Joe Biden dalam Pilpres AS
Setelah hampir 50 tahun memegang jabatan publik, dan ambisi seumur hidup untuk menjadi presiden, Joe Biden telah memenangkan Gedung Putih.
Ini bukanlah kampanye yang diprediksi siapa pun. Dan terjadi di tengah pandemi sekali-dalam-satu abad serta kerusuhan sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia mencalonkan diri melawan petahana yang tidak konvensional dan menentang preseden.
Baca Juga: Jadi Presiden Terpilih, Ingat-ingat 7 Janji Joe Biden Ini
Tetapi dalam ikhtiar ketiganya untuk menjadi presiden, Biden dan timnya menemukan cara untuk melalui berbagai rintangan politik dan meraih kemenangan yang, meskipun tipis dalam penghitungan suara elektoral, diproyeksikan melampaui perolehan suara nasional Trump hingga jutaan suara.
Inilah lima alasan putra seorang penjual mobil asal Delaware ini akhirnya meraih kursi kepresidenan.
1. Covid, Covid, Covid
Barangkali alasan terbesar Biden memenangkan kursi kepresidenan adalah satu hal yang sepenuhnya di luar kendalinya.
Pandemi virus corona, selain merenggut lebih dari 230.000 nyawa, juga telah mengubah kehidupan dan politik Amerika pada tahun 2020. Dan pada hari-hari terakhir kampanye pemilu, Donald Trump sepertinya juga mengakui hal tersebut.
"Dengan beredarnya berita palsu, semuanya adalah Covid, Covid, Covid, Covid," kata presiden pada pawai pekan lalu di Wisconsin, tempat kasus Covid-19 telah melonjak dalam beberapa hari terakhir.
Bagaimanapun, fokus media pada Covid lebih merupakan cerminan daripada pendorong kekhawatiran publik tentang pandemi --terlihat dalam hasil jajak pendapat tentang penanganan krisis yang tidak menguntungkan sang presiden.
Sebuah jajak pendapat bulan lalu oleh Pew Research menunjukkan Biden mendapat 17 poin persentase lebih unggul dari Trump dalam hal kepercayaan atas cara mereka menangani wabah Covid.
Pandemi, dan kemerosotan ekonomi yang menyusulnya, membuat Trump harus melepas pesan kampanye pilihannya tentang pertumbuhan dan kemakmuran. Ia juga menyoroti kekhawatiran banyak rakyat Amerika atas kepresidenannya, atas kurangnya fokus, kecenderungan untuk mempertanyakan sains, kesembronoan dalam menangani kebijakan-kebijakan besar maupun kecil, dan prioritas untuk politik partisan.
Pandemi telah mengikis kepopuleran Trump yang menurut Gallup turun dan hal yang dimanfaatkan oleh tim kampanye Biden.
2. Kampanye sederhana
Sepanjang karier politiknya, Biden mendapat reputasi sebagai politikus yang sering salah bicara. Kesalahan-kesalahan itu menjadi salah satu faktor yang menggagalkan kampanye pemilihan presidennya pada tahun 1987 dan 2008.
Dalam ikhtiar ketiganya untuk Ruang Oval, Biden masih beberapa kali salah omong, tapi kesalahan itu tidak begitu sering sehingga tidak pernah menjadi masalah jangka panjang.
Sebagian dari penjelasan untuk ini, tentu saja, adalah bahwa Presiden Trump sendiri adalah sumber berita yang tak henti-hentinya. Faktor lain adalah ada cerita yang lebih besar --pandemi virus corona, aksi protes menyusul kematian pria kulit hitam George Floyd, dan masalah ekonomi-- yang mendominasi perhatian nasional.
Tetapi setidaknya beberapa pujian perlu diberikan pada strategi kampanye Biden untuk membatasi eksposur kandidat mereka, menjaga tempo dalam kampanye, dan meminimalkan risiko masalah akibat kelelahan atau kecerobohan.
Barangkali dalam situasi pemilihan biasa, ketika kebanyakan rakyat Amerika tidak khawatir akan paparan virus, strategi ini akan menjadi bumerang. Mungkin dalam situasi itu ejekan "hidin `Biden" dari Trump akan efektif.
Namun tim kampanye Biden berusaha untuk tetap tenang dan membiarkan mulut Trump mengkhianati dirinya sendiri --dan, pada akhirnya, strategi itu berbuah manis.
3. Pokoknya jangan Trump
Sepekan sebelum hari pemilihan, kampanye Biden menayangkan iklan televisi terakhirnya dengan pesan yang serupa dengan yang ditawarkan pada awal kampanyenya tahun lalu, dan pidato pencalonannya pada bulan Agustus.
Pemilihan ini adalah "pertarungan untuk jiwa Amerika", ujarnya, dan kesempatan bagi bangsa untuk meninggalkan hal yang ia gambarkan sebagai keterpecah-belahan dan kekacauan dalam empat tahun terakhir.
Namun di balik slogan tersebut ada hitung-hitungan sederhana. Biden mempertaruhkan keberuntungan politiknya pada anggapan bahwa Trump terlalu mempolarisasi dan meledak-ledak, dan apa yang dibutuhkan Amerika ialah kepemimpinan yang lebih tenang dan stabil.
"Pokoknya saya lelah dengan sikap Trump sebagai pribadi," kata Thierry Adams, warga asli Prancis yang setelah 18 tahun tinggal di Florida memberikan suara untuk pertama kali dalam pemilihan presiden di Miami pekan lalu.
Demokrat sukses menjadikan pemilihan ini referendum untuk Trump, bukan pilihan biner antara kedua kandidat.
Pesan kemenangan Biden sederhana saja: Ia "bukan Trump". Komentar umum dari Demokrat ialah kemenangan Biden berarti rakyat Amerika bisa rehat dari memikirkan politik selama berminggu-minggu. Itu dimaksudkan sebagai kelakar, tapi ada benarnya juga.
4. Tetap di tengah
Selama kampanye untuk menjadi kandidat Demokrat, Biden bersaing dengan kandidat-kandidat `kiri` seperti Bernie Sandres dan Elizabeth Warren, keduanya menjalankan kampanye yang didukung dengan dana dan organisasi yang baik dan menarik perhatian banyak orang.
Kendati mendapat tekanan dari sisi liberal, Biden tetap mengambil posisi tengah, menolak untuk mendukung gagasan jaminan kesehatan nasional, kuliah gratis, atau pajak kekayaan. Ini memungkinkan ia untuk memaksimalkan daya tarik untuk kelompok moderat dan pendukung Republik yang tidak puas selama kampanye pemilu.
Strategi ini tercermin dalam keputusan Biden memilih Kamala Harris sebagai cawapres, padahal sebenarnya ia bisa memilih sosok yang lebih didukung oleh sayap kiri partai.
Isu di mana posisi Biden lebih dekat dengan Sanders dan Warren ialah isu lingkungan dan perubahan iklim --barangkali memperhitungkan bahwa keuntungan yang didapat dari menarik simpati pemilih muda sepadan dengan risiko mengalienasi para pemilih di negara bagian kunci yang bergantung pada energi fosil. Tapi ini satu pengecualian yang membuktikan keseluruhannya.
"Bukan rahasia bahwa kami kritis terhadap rencana dan komitmen Biden ketika ia menjabat wakil presiden," kata Varshini Prakash, pendiri kelompok aktivis lingkungan Sunrise Movement pada Juli lalu.
"Ia merespons banyak kritik itu; secara besar-besaran meningkatkan skala dan urgensi investasi, menjabarkan detail langkah-langkahnya untuk mencapai keadilan lingkungan dan menciptakan pekerjaan serikat yang baik, serta menjanjikan tindakan segera."
5. Banyak uang, sedikit masalah
Awal tahun ini kas kampanye Biden hampir kosong. Ia memulai kampanye pemilu dengan posisi tidak menguntungkan dibandingkan Trump, yang telah menghabiskan seluruh masa kepresidenannya untuk menghimpun dana kampanye yang hampir mencapai satu miliar dolar.
Namun sejak bulan April, kampanye Biden berhasil menghimpun banyak dana, dan --sebagian karena pemborosan di pihak tim kampanye Trump-- berakhir dengan posisi finansial yang jauh lebih kuat daripada lawannya.
Pada awal Oktober, kampanye Biden punya $144 juta lebih banyak daripada Trump, yang memungkinkannya untuk mengubur sang kandidat Republik dalam gelombang iklan televisi di hampir setiap negara bagian kunci.
Tentu saja, uang bukan segalanya. Empat tahun lalu, kampanye Clinton punya lebih banyak dana dibandingkan Trump. Tapi pada 2020, saat kampanye tatap muka terhambat oleh virus corona dan rakyat Amerika di seluruh negeri lebih banyak mengonsumsi media di dalam rumah, keunggulan dana Biden membantunya menjangkau lebih banyak pemilih dan terus mendorong pesannya sampai akhir.
Hal itu memungkinkan Biden melebarkan peta elektoral, menghabiskan uang di negara-negara bagian yang sebelumnya dianggap sulit dimenangkan seperti Texas, Georgia, Ohio, dan Iowa.
Kebanyakan taruhan itu tidak berhasil, tapi ia memaksa Trump untuk bertahan, memenangkan Arizona yang sebelumnya selalu memilih konservatif, serta mempertahankan persaingan ketat di Georgia.
Uang dapat menghadirkan kampanye alternatif dan inisiatif dan Biden memanfaatkan keunggulannya dengan baik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: